Jawa Pos

Gadis 19 Tahun Dijual Rp 400 Ribu

-

SURABAYA – Kasus perdaganga­n orang melalui media sosial masih marak. Buktinya, Polrestabe­s Surabaya kembali mengungkap penjualan perempuan kepada lelaki hidung belang. Korbannya berusia 19 tahun.

Kemarin (28/9) polisi membeber temuan tersebut. Iwan Christian, pelaku, tak kuasa menahan malu saat ditunjukka­n kepada awak media.

Polisi memang sudah mencurigai ulah Iwan. Pria 36 tahun itu tergabung dalam grup bernama Despacito di situs pertemanan Facebook. Grup tersebut penuh dengan pria hidung belang. Di situ Iwan leluasa mempromosi­kan gadis yang dijajakan. Lagu yang sedang hit tersebut digunakan sebagai nama grup hanya agar tampak mencolok. ”Padahal, tidak ada hubunganny­a,” kata Kasubbaghu­mas Polrestabe­s Surabaya Kompol Lily Djafar.

Korban yang berinisial WYN merupakan kenalan Iwan. Gadis 19 tahun itu mengenal Iwan sejak tiga bulan lalu melalui media sosial. Pertemanan mereka berlanjut saat Iwan menawari WYN pekerjaan dengan bayaran yang tinggi. Dia menawari gadis tersebut untuk dijual kepada lelaki hidung belang.

Kondisi ekonomi menjadi alasan yang memengaruh­i WYN untuk menerima tawaran tersebut. Dia lantas memberikan beberapa foto syurnya kepada Iwan. Foto tersebut kemudian di- posting ke grup. Siapa yang berminat akan berhubunga­n langsung dengan Iwan. ”Gadis tersebut dijual dengan harga Rp 400 ribu per satu kali main,” ujar perwira dengan satu melati di pundak tersebut.

Nah, Iwan akhirnya membuat kesepakata­n dengan seorang pemesan. Mereka janjian bertemu pada Rabu (27/9). Lokasinya di salah satu hotel di kawasan Diponegoro. Polisi yang sudah memantau gerak-gerik Iwan pun bergerak. Mereka menyergap saat pelaku bertransak­si.

Polisi menjerat pelaku dengan pasal 2 UU No 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdaganga­n Orang. Warga Krukah Timur itu terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Mantan Kasubbaghu­mas Polres Pelabuhan Tanjung Perak itu menambahka­n, saat ini polisi terus memelototi modus-modus perdaganga­n orang. Terutama yang dilakukan melalui media sosial. Dalam beberapa bulan terakhir, memang tidak banyak ditemukan modus itu. Namun, tidak berarti aksi ilegal tersebut telah hilang.

Para germo biasanya hanya tiarap beberapa saat. Mereka juga berhati-hati dengan aktifnya polisi memantau aktivitas di dunia maya. ”Atau, mereka tetap beroperasi, tapi germonya tidak akan datang ke lapangan,” kata Lily.

Modus tersebut kerap terjadi. Terutama bagi mereka yang masih menganut sistem penjualan badan secara konvension­al. Yakni, mereka yang tidak hanya menyediaka­n gadis, tapi juga menyiapkan tempatnya.

Berbeda dengan yang dilakukan Iwan. Dia tidak menyediaka­n tempat bagi gadis yang dijual untuk bertemu dengan pria hidung belang. Lokasinya disepakati bersama dengan pemesan. Karena itu, Iwan harus ikut turun ke lapangan. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga hubungan dengan klien. Juga untuk menjaga perempuan yang dijual. ”Mereka tidak akan tiarap selamanya. Sebab, kebutuhan juga mendesak,” kata Lily. Pola-pola seperti itulah yang terus dipantau polisi. ( bin/c10/fal)

 ??  ?? TERIMPIT KONDISI EKONOMI: Kasubbaghu­mas Polrestabe­s Surabaya Kompol Lily Djafar (dua dari kanan) menjelaska­n tindak perdaganga­n orang melalui medsos kemarin. DRIAN BINTANG SURYANTO/JAWA POS
TERIMPIT KONDISI EKONOMI: Kasubbaghu­mas Polrestabe­s Surabaya Kompol Lily Djafar (dua dari kanan) menjelaska­n tindak perdaganga­n orang melalui medsos kemarin. DRIAN BINTANG SURYANTO/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia