Jawa Pos

Kasus Dwi Hartanto, Kemenriste­kdikti Evaluasi

-

JAKARTA – Kebohongan Dwi Hartanto ternyata sempat tercium panitia seleksi program Visiting World Class Professor 2016 yang diselengga­rakan Kemenriste­kdikti. Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti Ali Ghufron Mukti mengakui sempat menaruh curiga pada pria berusia 35 tahun itu. Hal pertama yang membuatnya curiga adalah pengakuan Dwi yang sedang menyelesai­kan kuliah doktoral, tetapi juga bekerja sebagai assistant professor.

”Kalau asistennya profesor, mungkin bisa. Tapi, kalau assistant professor, jabatan setingkat lektor, itu tidak mungkin. Kan harus lulus S-3 terlebih dahulu,” ungkap Ghufron saat ditemui di ruang kerjanya kemarin (10/10). Menurut Ghufron, saat proses interview berlangsun­g, Dwi memang terlihat begitu bersemanga­t. Dia sangat antusias. Bahkan, cenderung memaksa agar bisa dipilih sebagai salah seorang peserta program tersebut.

Sementara itu, Institut Sains dan Teknologi (IST) Akprind Jogjakarta sebagai almamatern­ya turut dibuat repot oleh kasus Dwi. ”Saya sudah membaca kisah suksesnya sejak 2016. Sempat kecewa karena almamater IST Akprind tidak pernah disebutkan Dwi dalam pemberitaa­n mana pun. Baru akhirnya kebohongan Dwi terungkap dan mengaku bahwa dia adalah lulusan Akprind 2005,” beber Rektor IST Akprind Amir Hamzah.

Amir pernah menjadi dosen informatik­a selama Dwi mengenyam pendidikan di IST Akprind. Sejauh ini Amir tak pernah melihat Dwi melakukan hal-hal yang tidak terpuji. Dia mengakui, Dwi merupakan lulusan terbaik teknik informatik­a saat itu dengan IPK 3,88. (ita/yog/and/c6/oki)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia