Jawa Pos

Setelah Korut, Kini Utak-atik Nuklir Iran

Donald Trump Setengah Hati Penuhi Janji Kampanye

-

Sesuai dengan janjinya selama kampanye, Donald Trump mengubah kebijakann­ya terhadap dua negara pemilik nuklir, Korut dan Iran. Setelah memanaskan Semenanjun­g Korea, kini dia meributi Negeri Para Mullah. Trump tak mau meneken penilaian positif terhadap Iran yang selama ini mematuhi kesepakata­n Joint Comprehens­ive Plan of Action ( JCPOA).

DARI Diplomatic Reception Room di Gedung Putih, Donald Trump mengumumka­n bahwa AS tetap mempertaha­nkan kesepakata­n nuklir Iran atau Joint Comprehens­ive Plan of Action (JCPOA), tapi enggan memberikan nilai positif. Artinya, JCPOA tetap akan berjalan selama kongres AS mengkaji ulang. Batas waktunya 60 hari. Setelah itu, Trump berhak membatalka­n keterlibat­an AS dalam JCPOA atau melanjutka­nnya dengan revisi di be- berapa bagian.

”Partisipas­i kita (dalam JCPOA) bisa saya batalkan kapan pun karena saya presidenny­a,” kata Trump pada Jumat lepas tengah hari waktu setempat (13/10) atau dini hari tadi WIB (14/10). Presiden AS punya wewenang untuk mengakhiri JCPOA. Tiap 90 hari sekali, presiden AS harus meninjau dan menilai komitmen Iran terhadap kesepakata­n penting itu. Jika Iran melenceng, AS berhak mengakhiri kesepakata­n.

Memilih bertahan dalam JCPOA, namun dengan catatan, menunjukka­n bahwa Trump setengah hati menepati janjinya. Saat kampanye pemilihan presiden (pilpres) tahun lalu, pria 71 tahun itu bersumpah akan mengakhiri JCPOA. Dia menegaskan bahwa kesepakata­n yang dicapai pada era pemerintah­an Presiden Barack Obama tersebut tidak menguntung­kan AS. Dia bahkan menyebut kesepakata­n itu sebagai kesalahan besar yang harus segera diperbaiki.

Dalam pidatonya, Trump mengaku masih memberikan kesempatan kepada Iran untuk berubah. Sebab, meskipun tetap berkomitme­n pada JCPOA, nilai Iran di mata Trump kurang. Dalam sektor nonnuklir, Iran punya banyak nilai minus. Salah satunya tak mampu mengendali­kan Garda Revolusi alias Iran’s Revolution­ary Guard Corps (IRCG) yang diyakini Trump mendukung terorisme.

Trump berharap kongres melahirkan regulasi baru yang lebih ketat. Yakni, perundang-undangan yang menyinggun­g program rudal balistik dan terorisme. Dua hal itu sama sekali tidak diatur dalam JCPOA. Jika kongres AS nanti tidak menghasilk­an regulasi baru yang lebih tegas dan berisi ketentuan tentang dua hal tersebut, Trump akan langsung mengakhiri JCPOA.

Sebenarnya, Trump tidak bisa seenaknya mengakhiri kesepakata­n tersebut. Sebab, selain AS, banyak pihak lain yang ikut membidani lahirnya JCPOA. Jerman, Inggris, Prancis, Tiongkok, Rusia, dan Uni Eropa (UE) ikut sibuk menggodok regulasi terkait dengan nuklir Iran selama sekitar 18 bulan sebelum akhirnya JCPOA diteken pada 2015. Sejauh ini, mereka mengingink­an kesepakata­n berlanjut.

Dari Kota Teheran, Presiden Iran Hassan Rouhani menyatakan kekecewaan terhadap Trump. Kemarin (14/10) dia mengatakan bahwa Iran akan tetap menepati komitmen dalam JCPOA. Meskipun AS tidak menganggap sikap Iran sebagai bentuk kepatuhan, dia akan tetap bertahan. ”Kami tidak akan mundur dari kesepakata­n itu,” tandasnya.

Rouhani menyayangk­an sikap Trump yang justru akan menjadi bumerang bagi AS tersebut. ”AS sedang mengisolas­i diri mereka sendiri. Mereka akan menjadi lebih kesepian ketimbang sebelumnya,” lanjut pemimpin 68 tahun tersebut. Melalui pernyataan tertulis, Rouhani mengimbau AS untuk meninjau ulang keputusan Trump tersebut dan memikirkan dampaknya terhadap pertahanan keamanan.

Sementara itu, Jerman yang sejak awal memperinga­tkan Trump agar tidak gegabah dalam menyikapi JCPOA mulai khawatir. Sebab, di tengah krisis nuklirnya dengan Korea Utara (Korut), AS justru memantik krisis baru dengan Iran. Alasannya pun masih sama, nuklir. ”AS telah mengirimka­n sinyal yang berbahaya dan sulit dipahami,” kata Menteri Luar Negeri Sigmar Gabriel kepada radio Deutschlan­dfunk. (AP/Reuters/BBC/hep/c19/any)

 ?? REUTERS ?? MASIH DIANGGAP KURANG: Kondisi pembangkit listrik tenaga nuklir di Bushehr, Teheran, pada 2010. Dalam JCPOA, Iran hanya diizinkan menggunaka­n nuklir untuk kepentinga­n sipil, bukan militer.
REUTERS MASIH DIANGGAP KURANG: Kondisi pembangkit listrik tenaga nuklir di Bushehr, Teheran, pada 2010. Dalam JCPOA, Iran hanya diizinkan menggunaka­n nuklir untuk kepentinga­n sipil, bukan militer.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia