Jawa Pos

Bunda-Ayah Wajib Kepoin Anak

Bersama Cegah Kekerasan Seksual

-

MEMBUAT anak dekat dengan orang tua adalah salah satu kunci untuk mencegah tindak kekerasan seksual. Masalahnya, hal itu tidak mudah. Anak lahir dan tumbuh di tengah perkembang­an teknologi yang pesat. Mereka mudah terdistrak­si, juga mudah terpapar pengaruh buruk. Hal itulah yang seru didiskusik­an orang tua di SDN Kertajaya, Surabaya, dalam road

show Tangkis Bersama Antangin JRG kemarin (14/10).

Dr Mary Philia Elisabeth MPsi, psikolog Universita­s Surabaya (Ubaya), membagikan data dari Komisi Perlindung­an Anak Indonesia (KPAI). Pada 2012, terdapat 2.637 laporan kasus kekerasan. Sebanyak 62 persen di antaranya merupakan kekerasan seksual. ’’Sedihnya, korban dan pihak keluarga kerap kali tidak menyelesai­kan masalah hingga tuntas. Bahkan orang tua cenderung tutup mata, karena ternyata pelaku adalah orang dekat,’’ papar Mary. Ya, 91 persen kasus pelecehan seksual hingga pemerkosaa­n dilakukan orang yang dekat dengan korban.

Dalam berbagai kasus, anak sulit menceritak­an pelecehan yang dialami. Mereka tidak hanya takut karena diancam pelaku, tapi juga takut dimarahi bunda dan ayah. Karena itu, orang tua perlu melakukan pendekatan khusus. Bunda dan ayah disarankan untuk tidak menggurui.

Daripada menggurui, Mary menyaranka­n bunda dan ayah bersikap kepo kepada anak. Maksudnya, memantau terus apa yang dilakukan anak. Misalnya, menanyakan teman-teman, kegiatanny­a, hingga pergaulan di luar sekolah. Tentu dengan gaya bicara seperti dengan teman.

Misalnya, bunda bertanya kepada anak, siapa teman yang suka pakai baju minim. ’’Itu nggak masuk angin ta? Itu nggak bikin teman-teman cowok pada nggodain ta?’’ Mary memberikan contoh cara berbicara dengan anak. ’’Ajak anak berpikir dan menyimpulk­an sendiri. Jangan sampai bunda bilang, ’Jangan pakai rok pendek’. Sebab, anak malah seperti disuruh kalau dilarang,’’ lanjutnya.

Yang tak kalah wajib dikepoi bunda adalah media sosial. Saat ini sudah jamak anak SD memiliki Facebook,

Instagram, bahkan Tinder. Bunda harus punya akun juga agar bisa memantau kegiatan anak di sana. Foto apa yang dia unggah dan bagaimana respons teman-temannya. Penting juga mengetahui dengan siapa dia berbalas komentar atau grup apa saja yang diikuti. Itu sangat penting untuk mencegah anak menjadi korban pedofilia yang mencari mangsa di dunia maya.

’’Jangan hanya kepo aja lho. Bunda dan ayah harus aktif berinterak­si dengan anak, biar dia tahu bahwa bunda dan ayah mengawasi,’’ kata Mary. ’’Sekali-sekali, bunda InstaStory sama anak. Dia nggak akan macammacam di media sosial karena orang tuanya gaul,’’ imbuhnya.

Ketika orang tua menerima materi dari Mary, anak-anak mendengark­an dongeng berjudul Pahlawan Diri Sendiri dari Kartikanit­a Widyasari alias Kak Nitnit. Dia mengisahka­n Naomi, anak yang pandai menjaga diri dari ancaman kekerasan seksual. (adn/c19/na)

 ?? ARYA DHITYA/JAWA POS ?? LINDUNGI DIRI SENDIRI: Kartikanit­a Widyasari (Kak Nitnit) bersama boneka Naomi menyampaik­an dongeng yang mengajak anak untuk berani menolak jika didekati orang dewasa yang berniat jahat di depan ratusan siswa-siswi SDN Kertajaya, Surabaya, kemarin...
ARYA DHITYA/JAWA POS LINDUNGI DIRI SENDIRI: Kartikanit­a Widyasari (Kak Nitnit) bersama boneka Naomi menyampaik­an dongeng yang mengajak anak untuk berani menolak jika didekati orang dewasa yang berniat jahat di depan ratusan siswa-siswi SDN Kertajaya, Surabaya, kemarin...
 ?? ARYA DHITYA/JAWA POS ?? LAWAN KEKERASAN: Psikolog Ubaya Dr Mary Philia Elisabeth (tengah) memperagak­an gerakan Tangkis setelah mengisi sesi orang tua di road show Tangkis Bersama Antangin JRG.
ARYA DHITYA/JAWA POS LAWAN KEKERASAN: Psikolog Ubaya Dr Mary Philia Elisabeth (tengah) memperagak­an gerakan Tangkis setelah mengisi sesi orang tua di road show Tangkis Bersama Antangin JRG.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia