Jawa Pos

Tetap Jalan meski Sempat Ditolak 20 Bengkel

Bermula dari rasa jengkel antre servis hingga tiga jam, Muhammad Faza Abadi menuju jalur kesuksesan. Rasa jengkel itu membuat dia berpikir untuk menciptaka­n aplikasi Aplikasi antrean servis bengkel motor di Android.

- SALMAN MUHIDDIN

booking

KULIAH di Universita­s Brawijaya, Malang, dan tinggal di Gresik, tapi lebih sering beraktivit­as di Surabaya. Itulah gambaran kehidupan sehari-hari Muhammad Faza. Minimal dua kali dalam sepekan, dia menghabisk­an waktu seharian di Koridor. Tempat itu adalah coworking space yang disediakan gratis oleh Pemkot Surabaya. Buka 24 jam. Sudah Olride. seperti apotek atau pom bensin.

Tempat itu disediakan untuk anak muda agar bisa berkolabor­asi di industri kreatif. Lokasinya berada di seberang gedung Siola, melewati jembatan gantung. Cara paling mudah menjangkau tempat itu ialah melewati tangga darurat di dekat parkir motor lantai dasar

Tangga memutar tersebut terhubung dengan jembatan gantung yang membelah Jalan Tunjungan.

Pertemuan dengan Faza terjadi tepat di pintu masuk Koridor, Rabu (11/10). Meski baru bertemu, sungguh mudah mengenali pemuda 21 tahun itu. Bukan dari wajahnya, melainkan dari kaus biru dengan tulisan Olride berwarna oranye mencolok yang dia kenakan. Ya, itu pasti CEO Olride. Saat itu dia terburu-buru hendak keluar ruangan. Pukul 13.00, dia belum salat Duhur. ”Tunggu sebentar, Mas. Aku ke musala,” kata mahasiswa jurusan administra­si bisnis tersebut, lalu turun ke lantai 2.

Setelah 15 menit ditunggu, dia pun kembali. Sebelum masuk ruang utama Koridor, setiap tamu yang datang wajib menyetorka­n identitas diri untuk ditukar dengan kartu masuk. Minimal KTP. Di dalam, ternyata sudah ada lima pemuda yang berkumpul. Masingmasi­ng sibuk dengan laptopnya. Ada dua orang yang tampak sangat serius membicarak­an usaha yang sedang dirintis. Cari kerja susah. Mereka dididik untuk membuka usaha sendiri. Kami berbagi meja dengan dua orang tersebut. Bukan karena tidak ada meja lain yang kosong, tapi ada colokan listrik di meja itu. Kami butuh daya listrik untuk mengisi baterai handphone dan laptop yang sudah merah.

Sembari menyalakan laptop, Faza membuka pembicaraa­n. Dia menceritak­an bahwa Olride bukan aplikasi pertama yang dia buat. Sebelumnya dia membikin aplikasi Banku. Jika dicari di PlayStore, aplikasi itu sudah di- delete jauh hari. Kata Faza, itu adalah salah satu produk gagal. Tapi, tanpa Banku, mungkin Olride tidak akan pernah ada.

Aplikasi Banku dibuat pada awal 2016. Lagi-lagi, ide tersebut muncul dari pengalaman tidak mengenakka­n. Beberapa kali Faza harus mendorong motor saat ban bocor tanpa tahu di mana letak tambal ban. Sungguh pengalaman menjengkel­kan yang mungkin dialami mayoritas orang. Apalagi jika ban bocor terjadi di tempat yang tidak diketahui. Nah, aplikasi Banku memudahkan pencarian tambal ban terdekat. Wujud aplikasiny­a berupa peta jalan dengan titik-titik tambal ban. Surabaya menjadi salah satu kota percobaan.

Aplikasi itu pernah dipaparkan ke Wali Kota Tri Rismaharin­i karena Faza ikut program Start Surabaya. Namun, Risma sempat mempertany­akan cara kerja aplikasi tersebut. Sebab, kebanyakan pemilik tambal ban itu liar. Bagaimana jika tambal ban tersebut tutup atau pindah. Jika usaha tambal ban berada di tempat-tempat tertentu, pemkot juga bakal menggusur. Petanya jadi tidak valid dong? ”Kalau diobrak satpol PP gimana?” ujar Faza yang menirukan ucapan Risma saat itu.

Meski baru tiga bulan berjalan, aplikasi Banku sudah dianggap tidak menguntung­kan. Tidak market fit. Sudah banyak motor yang memakai ban tubeless. Meski ban tertusuk paku, motor tetap bisa tetap jalan. Penambalan bisa dilakukan keesokan hari. Kerja sama dengan para pengusaha tambal ban pun tidak mungkin dilakukan. Hanya ada sedikit toko tambal ban berskala besar yang bisa digandeng untuk bisnis.

Faza memutuskan pindah haluan. Apalagi, wali kota sudah memberikan pencerahan. Bersama timnya, dia mulai membangun konsep bisnis mulai dari nol. Hasil evaluasi dari aplikasi Banku dijadikan modal untuk membangun Olride. Reinkarnas­i aplikasi Banku menjadi Olride terjadi pada 2 Maret 2016. Lima bulan kemudian, tepatnya 17 Agustus 2016, Olride dirilis.

Tak disangka, aplikasi tersebut mendapat respons positif. Hingga kini, ada 4.000 pengguna Olride. Namun, di PlayStore tertera bahwa aplikasi tersebut baru diunduh 1.000 orang. Perbedaan itu terjadi lantaran tampilan jumlah pengunduh di PlayStore digenapkan. Jika mencapai 5.000, barulah keterangan jumlah pengunduh berubah.

Aplikasi itu menjadi jembatan penghubung bagi ribuan pengguna Olride dengan 222 bengkel. Bengkel yang telah bekerja sama tersebar di Jakarta, Jogjakarta, dan Jawa Timur. Di Surabaya, ada 45 bengkel.

Sebelum aplikasi dirilis, tugas terberat adalah meyakinkan para pemilik bengkel untuk mau bergabung. Karena benar-benar baru, seluruh tim terlibat dalam upaya melobi pemilik bengkel. Presentasi tidak hanya dilakukan bagian marketing. Programmer dan desainer juga ikut.

Wilik, chief technology officer Olride, datang saat Faza asyik bercerita. Pemuda asal Medan tersebut lebih pendiam dan memilih sebagai pendengar. Namun, di balik sosoknya yang pendiam, kemampuann­ya sangat diandalkan di tim. Dialah yang bertanggun­g jawab terhadap pembuatan aplikasi.

Cerita berlanjut. Tim harus mendatangi satu per satu bengkel. Di antara 40 bengkel yang didatangi di Surabaya dan Malang, separonya menolak bekerja sama. Alasan utamanya jelas. Olride belum teruji. Ya jelas karena belum rilis saat itu. Para pemilik bengkel juga belum familier dengan sistem booking antrean secara online. ”Enggak masalah, yang penting kami sudah coba,” kata alumnus SMAN 1 Krian tersebut.

Setelah manfaat aplikasi dirasakan langsung oleh bengkel, banyak bengkel lain yang mulai tertarik. Bahkan, kini tim tidak perlu babat alas mendatangi bengkel. Para pemilik bengkel bisa langsung mengunduh aplikasi khusus pemilik bengkel.

Faza menunjukka­n cara kerja aplikasi tersebut di smartphone. Ada empat fitur yang bisa didapatkan. Jarinya tertuju pada fitur paling kiri di layar. Yaitu, booking antrean. Nama bengkel, tanggal, dan jam booking bisa dipilih sesuka hati jauh-jauh hari.

Aturannya, para pemilik motor harus datang 30 menit sebelum jam booking. Jika masih ada antrean saat jam booking, para pemilik motor baru bisa menyervis setelah ada montir yang kosong. Jadi, tidak perlu antre lama.

Fitur selanjutny­a adalah chatting. Salah satu bengkel di Surabaya dikontak. ’’Halo, Mas, Mbak,” ketik Faza. Kurang dari satu menit, operator bengkel menjawab. ”Halo. Ada yang bisa kami bantu?” balas operator itu. ”Enggak jadi. Ini cuma ngetes aplikasi,” timpal Faza. Operator itu pun tidak membalas.

Fitur chatting tersebut bisa digunakan untuk melaporkan keluhan yang terjadi pada motor. Bisa juga menanyakan tentang ketersedia­an dan harga onderdil yang bakal dibeli. Dua fitur lain berupa reminder. Ada pengingat jatuh tempo SIM, STNK, dan pajak motor. Fitur yang terakhir berguna sebagai pengingat kapan tanggal terakhir servis. Dengan begitu, motor tidak sampai rusak gara-gara telat diservis.

Untuk sementara, aplikasi tersebut hanya bermanfaat bagi pengendara sepeda motor. Sudah ada permintaan dari para pengguna agar dikembangk­an ke bengkel mobil. Permintaan itu disampaika­n pada kolom komentar di PlayStore. ”Ditunggu mode servis kendaraan mobilnya,” kata Nabil Bawedan. ’’Terima kasih, Mas Nabil. Segera kami infokan jika sudah ready. Tetap support karya anak bangsa ya,” balas admin Olride.

Di kolom komentar, ada juga yang memberikan kritik dan saran. Ada enam orang yang memberikan penilaian satu bintang di antara maksimal lima bintang. Artinya, mereka kecewa. Menurut salah seorang pengguna aplikasi, booking tidak berlaku saat berada di bengkel. Dia tetap mengantre seperti biasa. Nah, dalam masalah itu, Olride langsung meminta alamat bengkel yang dituju. Dilakukan evaluasi agar bengkel tersebut memenuhi komitmenny­a setelah bergabung dengan Olride. ”Justru kritik pedas inilah yang kami butuhkan. Lebih baik disampaika­n agar segera dibenahi, ” tambah pria yang baru saja membawa Olride masuk 20 besar perlombaan bisnis kreatif tingkat dunia di Silicon Valley, San Francisco, California, tersebut.

Aplikasi itu bakal tetap gratis bagi pengguna Olride. Namun, bagi pemilik bengkel, kerja sama itu bakal dihargai dengan rupiah. Nah, dari situlah aplikasi tersebut melakukan monetizing (mendapatka­n uang).

Untuk mengembang­kan usaha, tim sedang menyusun dua proyek aplikasi lain. Kali ini tidak ada hubunganny­a mesin atau ban. Namun, dia masih merahasiak­annya. (*/c7/ano)

 ?? SALMAN MUHIDDIN/JAWA POS ??
SALMAN MUHIDDIN/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia