Pembeli dan Penjual Bisa Jadi Korban
Sistem jual beli online memang sedang menjadi tren. Namun, hati-hati pada ulah oknum yang berbuat jahat untuk mengambil keuntungan. SALAH satu kasus yang pernah diungkap polisi adalah penipu yang menyamar sebagai pembeli. Pelaku hanya berpurapura membeli barang. Padahal, mereka hendak mengusai barang tanpa mengeluarkan uang sama sekali. Misalnya, kasus yang ditangani Polres Pelabuhan Tanjung Perak belum lama ini. Polisi menangkap Zainal Arifin. Dalam melakukan aksinya, Zainal selalu dibantu dua temannya, RIF dan MIN. Keduanya kini masih berstatus DPO alias buron.
RIF bertugas sebagai orang yang mencari mangsa. Lalu, MIN yang mengajak transaksi dengan cara cash on delivery (COD). Zainal nanti berperan mengalihkan korban.
Kasatreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak AKP Ardian Satrio Utomo menuturkan, pelaku menipu penjual batu di toko online. Sebelumnya, pihak penjual dan pembeli janjian bertemu di rumah Zainal. Alih-alih mendapatkan duit, korban malah ditinggal kabur RIF dan MIN. Padahal, batu jualannya sudah dipegang pelaku. RIF dan MIN lari setelah pura-pura masuk ke rumah.
Nah, selanjutnya giliran Zainal yang bertugas. ’’Dia pura-pura terbangun, terus mengusir korban yang seenaknya masuk rumahnya,’’ ucap Ardian.
Itu bukan kali pertama pembeli menjadi korban ketika COD. Sebelumnya, Polrestabes Surabaya mengungkap kasus yang hampir sama. Pelaku malah mengaku sebagai anggota BNN Jatim. Namanya Mayor Alzailani.
Pelaku diringkus pada 19 Agustus. Sasaran Mayor tidak main-main. Dia mengincar kendaraan roda dua. Ketika beraksi, pria 23 tahun tersebut juga membawa senjata api (senpi) rakitan yang diselipkan di balik bajunya. ’’Setiap kali COD, dia pura-pura menjatuhkan senpinya untuk menakut-nakuti korban,’’ ujar Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Leonard Sinambela.
Pelaku melakoni aksinya sejak 2016. Dia sudah beraksi sebanyak 12 kali. Dia menipu rata-rata sebulan sekali. ’’Kami menangkap tersangka beserta tiga penadahnya,’’ jelas pria yang akrab disapa Leo tersebut.
Menurut Leo, memetakan pelaku kejahatan penyasar COD bukan hal yang sulit. Sebab, mereka selalu menyamar menjadi pembeli. ”Kalau yang nipu penjualnya, mereka bisa disingkirkan begitu saja (tidak laku, Red),’’ katanya.
Nah, pihak yang memiliki tingkat kecurigaan rendah justru berasal dari penjual. Mereka tidak memperkirakan adanya pembeli yang jadi penipu. ’’Harusnya memang sistem keamanannya diubah, menjadi tidak berat sebelah,’’ ungkapnya.
Leo menjelaskan, para penjahat yang menyasar sistem COD tergolong nekat. Mereka tidak hanya beroperasi di satu kota. Bahkan, karena berorientasi pada barang, mereka bisa mendatangi korban meski di luar kota. Kasus Mayor, misalnya. Selain di Surabaya, dia beraksi di Sidoarjo dan Gresik. ’’Sepertinya lebih banyak dari itu, tapi dia masih belum mengaku,’’ ucap Leo.
Dia mengaku membaca laporan pengaduan terkait dengan kejahatan yang memanfaatkan sistem COD. Namun, dia menolak memerincinya. Sebab, kasuskasus tersebut ditangani polsek-polsek di wilayah hukum Polrestabes Surabaya.
Leo mengingatkan, pembeli dan penjual harus jeli. Mereka harus hati-hati saat bertransaksi. Leo menyarankan menggunakan aplikasi yang memiliki sistem keamanan tinggi. Menurut dia, terkadang niat jahat muncul saat terjadi tatap muka atau pertemuan antara penjual dan pembeli. ( bin/c20/fal)