Lamar Admin, Ternyata Jualan Elpiji
Harus Selektif Mencari Pekerjaan
GRESIK – Angkatan kerja Kota Pudak sangat tinggi. Sebaliknya, lowongan pekerjaan terbatas. Karena itu, perusahaan sering memanfaatkan para pencari kerja. Khususnya yang baru lulus sekolah atau kuliah. Mereka membuka lowongan dengan berbagai posisi tertentu, tetapi kenyataannya tidak sesuai. Perusahaan ternyata hanya membutuhkan tenaga penjual. Padahal, posisi itu banyak dihindari para pencari kerja yang baru lulus sekolah atau kuliah.
Pengalaman tersebut pernah menimpa Anggina Wijaya. Enji, sapaannya, menyatakan kali pertama mendapat pengalaman melamar kerja pada 2013, setelah lulus SMA. Saat itu dia melihat baliho lowongan kerja di kawasan Manyar. Dari baliho itu, perusahanan diketahui tengah membutuhkan beberapa karyawan dengan beragam posisi. Antara lain, administrasi, customer service, marketing, hingga teknisi.
Awalnya, Enji mengira lowongan tersebut berasal dari sebuah pabrik. Dia sama sekali tidak terpikir bahwa perusahaan itu ternyata bergerak di bidang penjualan elpiji. ’’Waktu itu aku datang langsung ke kantornya bawa lamaran kerja. Pakai high heels pula pas aku ke sana,’’ paparnya.
Dia bertemu langsung dengan direktur perusahaan. Enji pun membuat janji untuk melakukan sesi wawancara keesokan harinya. ’’Besok wawancara, si direktur bilang, besok aku bisa langsung kerja. Nanti cara kerjanya dijelasin pas hari pertama kerja. Dia bilang, aku bakal diajak jalan-jalan sama teman-teman yang lain supaya langsung tahu kerjanya,’’ ucapnya.
Hari pertama kerja, Enji langsung dibriefing cara berjualan regulator, slang, serta gas elpiji. Bersama dengan tim yang terdiri atas 14 orang, Enji kemudian dibawa ke wilayah Lamongan. Berboncengan dengan menggunakan sepeda motor.
Enji juga tidak diberi gaji pokok. Dia digaji dengan sistem harian berdasar jumlah item yang terjual. ’’Jadi, kalau nggak berhasil ngejual sama sekali ya nggak dapat uang sepeser pun,’’ ungkapnya.
Setelah lima bulan, Enjie berhenti bekerja. Begitu pula teman-temannya yang lain dari wilayah Bojonegoro, Tuban, dan Lamongan. ’’ Nggak mau lagi dikadali. Harus lebih selektif lagi cari kerja,’’ paparnya.
Berbeda dengan pengalaman Nur Rahmat. Pemuda 28 tahun itu pernah bersentuhan langsung dengan penyebar lowongan bodong. ’’Awalnya, saya tidak nyaman bekerja sebagai penjaga toko. Pengin cari pengalaman lagi,’’ katanya.
Pemuda asli Madiun itu sempat mengungkapkan keluhannya pada penjaga warung di depan Pasar Baru Gresik. Curhatan tersebut ternyata direspons pengunjung warung. Seorang lelaki tua mendatanginya. Dia mengaku bisa memasukkan Rahmat ke perusahaan Semen Gresik.
Sebelum pergi, kenalan baru tersebut meminta bantuan pada Rahmat. Dia meminjam uang dengan alasan mengambil kendaraan anaknya yang rusak. ’’Saat itu saya pinjami Rp 150 ribu,’’ ucapnya. Rahmat baru sadar kena tipu satu jam kemudian. (hay/hen/c15/dio)