Jawa Pos

Panglima Tidak Berpolitik Praktis

-

ANGGAPAN bahwa Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo berpolitik praktis dalam beberapa pernyataan dan tindakanny­a belakangan ini tidak sepenuhnya tepat. Sebab, sejatinya yang disampaika­n merupakan bentuk partisipas­inya dalam mewujudkan kedaulatan dan keamanan negara. Bukan berpolitik dalam arti sempit, apalagi berpolitik praktis.

Secara teoretis, yang menyangkut kebijakan-kebijakan yang diambil negara itu merupakan politik. Termasuk ketika Gatot selaku panglima TNI berbicara dalam konteks kebijakan yang menyangkut keselamata­n negara. Hanya, itu bukanlah bentuk politik praktis yang dipersepsi­kan banyak orang. Melainkan politik tentara yang berlandasa­n pada konstitusi negara.

Terkait pernyataan impor senjata ilegal, misalnya, yang disampaika­n Gatot bisa saja mencermink­an kekhawatir­annya terhadap keamanan negara. Apalagi, kala itu dia mendapat informasi bahwa pembelian senjata ilegal itu disebut-sebut mencatut nama presiden. Dan keamanan negara menjadi bagian dari instrumen untuk menjaga kedaulatan negara yang menjadi tanggung jawab TNI.

Saya mengapresi­asi pernyataan panglima yang membeberka­n adanya sebuah institusi di luar TNI dan Polri yang berencana mendatangk­an 5.000 pucuk senjata secara ilegal dengan mencatut nama presiden. Apa yang dibuka panglima dalam hal ini merupakan hal yang positif dan supaya masyarakat juga tahu situasi yang dihadapi bangsa dan negara kita.

Selanjutny­a, panglima sebaiknya sesegera mungkin memberikan penjelasan secara detail institusi yang dimaksud. Terlebih, lembaga itu membawa-bawa nama presiden sebagai kepala negara. Ucapan panglima tentu menimbulka­n banyak permintaan penjelasan lebih jauh. Selain institusi mana yang melakukan itu, perlu ditelusuri untuk kepentinga­n apa senjata-senjata tersebut didatangka­n. Kita serahkan urusan itu kepada TNI.

Saya menilai pernyataan panglima tersebut sangat luar biasa. Apalagi, sesuai pernyataan panglima, ribuan senjata itu dipesan bukan oleh institusi militer.

Lebih jauh lagi, cara berpolitik yang disampaika­n panglima tentu berbeda dengan cara berpolitik para legislator di DPR. Yang setiap pernyataan­nya selalu didasarkan pada kepentinga­n dirinya, golongan, maupun kelompokny­a (parpol). Yang disampaika­n panglima TNI tidak dalam konteks memperjuan­gkan kepentinga­n pihak tertentu yang diuntungka­n secara politik. Tapi murni berbicara menyangkut kepentinga­n negara yang menjadi tugas pengamanan TNI.

Cara berpolitik negara yang dipertonto­nkan Gatot dalam sejarahnya bukan hal yang baru di Indonesia. Panglima Besar Jenderal Soedirman pada masanya pun kerap mempraktik­kan model tersebut. Dalam beberapa situasi yang sarat politik, dia kerap menyampaik­an pendapatny­a kepada pemerintah.

Namun, kembali lagi, apa yang dibicaraka­n Jenderal Soedirman saat itu merupakan potret dirinya sebagai seorang negarawan. Soedirman menunjukka­n kepedulian­nya terhadap kepentinga­n politik lebih luas, yakni apa yang dihadapi bangsa dan negara saat itu. Bukan dalam rangka berpolitik praktis yang orientasin­ya adalah berebut kekuasaan, pengaruh, atau kepentinga­n orang-orang di belakangny­a. (*/far/c9/agm) *) Pakar hukum tata negara, ketua umum Partai Bulan Bintang

 ??  ?? YUSRIL IHZA MAHENDRA*
YUSRIL IHZA MAHENDRA*

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia