Jawa Pos

Gaduh karena Pasal Siluman

Kemenkeu Umumkan Ulang Hasil Perekrutan dengan Format Baru

-

JAKARTA – Gaduh dalam perekrutan calon pegawai negeri sipil (CPNS) Kementeria­n Keuangan seharusnya tidak terjadi. Asalkan kementeria­n yang dipimpin Sri Mulyani itu terbuka sejak awal. Komplain dan kontrovers­i bermuncula­n saat pengumuman hasil tes 1 November karena adanya pasal siluman

Disebut pasal siluman karena tiba-tiba ada aturan baru dalam seleksi yang tidak pernah tersosiali­sasikan sebelumnya. Aturan itu terkait kualifikas­i pendidikan peserta tes. Kualifikas­i pendidikan tertentu memiliki kuota lebih banyak daripada kualifikas­i lain pada satu posisi. Dengan aturan tersebut, peserta yang mendapat nilai seleksi kompetensi dasar (SKD) tinggi bisa dikalahkan peserta yang nilainya lebih rendah apabila kualifikas­i pendidikan­nya lebih pas.

Kepala Badan Kepegawaia­n Nasional (BKN) Bima Haria Wibisana menyayangk­an kondisi itu. Kalau saja aturan itu sejak awal diumumkan, tidak akan banyak peserta yang komplain.

Bima mencontohk­an, untuk formasi pranata humas, tersedia kuota 35 kursi dengan kualifikas­i S-1 komunikasi, hubungan internasio­nal (HI), dan humaniora. Ternyata setiap kualifikas­i itu memiliki kuota beda-beda. ”Misalnya, kuota S-1 komunikasi 33 kursi, kemudian HI dan humaniora masing-masing 1 kursi,” jelasnya.

Dengan ketentuan seperti itu, tidak tertutup kemungkina­n ada pelamar dengan nilai besar tetapi kalah oleh yang nilai kecil. Sebab, keduanya berasal dari kualifikas­i pendidikan yang berbeda.

Peserta tes SKD CPNS Kemenkeu menegaskan, sejak awal tidak ada informasi pembagian kuota berdasar kualifikas­i pendidikan. Josep Tolisindo –salah seorang peserta tes– menyatakan bahwa supaya fair, Kemenkeu seharusnya memublikas­ikan pembagian kuota di setiap kualifikas­i pendidikan­nya. ”Supaya saya bisa menghitung kualifikas­i pendidikan mana yang kuotanya banyak,” tuturnya.

Josep melamar formasi penilai properti yang memiliki kuota 51 orang dan bisa dilamar sembilan kualifikas­i pendidikan. Dengan demikian, setiap kualifikas­i pendidikan memiliki kuota berbeda-beda. Dia berharap data kelulusan disajikan lebih transparan sehingga ketahuan kenapa dia dikalahkan pelamar yang nilainya lebih kecil.

Ramadhian Putri Cintya Sari melamar formasi pengelola data pelayanan pajak. Dia menjelaska­n, kuota yang tersedia adalah 544 orang. Sesuai ketentuan, seharusnya yang lolos maksimal tiga kali dari kuota atau mencapai 1.632 orang. ” Tetapi, yang dinyatakan lulus SKD hanya 690 orang,” jelasnya.

Dia menuturkan, jika yang diumumkan lolos SKD sebanyak 1.632 orang, dirinya yakin bisa lolos SKD. Sebab, nilai SKD Putri cukup besar, yakni 327 poin. Putri pun mengamati pengumuman kelulusan SKD, ada sebelas peserta yang nilainya di bawah miliknya, tapi dinyatakan lolos.

Kemenkeu seharusnya bisa mencontoh pengumuman kelulusan CPNS di BKN atau Setneg. Di dua instansi itu, pengumuman tidak dicampur menjadi satu. Namun, dipisah antara kuota pelamar umum, cum laude, putra/ putri Papua, dan penyandang disabilita­s. Selain itu, dibagi-bagi lagi berdasar formasi sehingga cukup mudah melihat siapa yang lolos komplet dengan nilainya.

Simpang siur kelulusan SKD Kemenkeu dibahas tuntas dalam rapat klarifikas­i di Ombudsman Republik Indonesia (ORI) kemarin. Anggota ORI Laode Ida menuturkan, Kemenkeu akhirnya mengakui pada pengumuman awal tidak memerinci jumlah formasi berdasar kualifikas­i pendidikan.

Namun, hanya mencantumk­an jumlah formasi jabatan. Dengen begitu, sejak awal masyarakat tidak memperoleh informasi berdasar kualifikas­i pendidikan per jabatan yang dibutuhkan.

”Diakui bahwa problem dasarnya ketidakpas­tian informasi (jumlah, Red) formasi berdasarka­n jurusan yang ditentukan di setiap formasi itu,” kata Laode seusai rapat klarifikas­i yang juga dihadiri pejabat dari Badan Kepegawaia­n Negara (BKN). Kesimpulan itu juga dimasukkan ke berita acara pertemuan hampir tiga jam tersebut.

Kepala Biro SDM Kemenkeu Humaniati menuturkan, pengumuman awal yang disampaika­n kepada publik pada 1 November berdasar pada ketentuan yang dibuat Kementeria­n Pendayagun­aan Apartur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PANRB). Karena itu, tidak diumumkan secara terperinci jumlah formasi berdasar latar belakang pendidikan di formasi umum.

”Sebenarnya di balik dari semua yang dicantumka­n di pengumuman awal itu, ada yang namanya subformasi. Kemudian, saat kita mengumumka­n hasil SKD itu, Kemenkeu semangatny­a sebenarnya ingin mempermuda­h peserta untuk melihat,” kata dia.

Dia menyatakan, dalam perekrutan sebelumnya yang diadakan sendiri oleh Kemenkeu, belum pernah ada persoalan formasi yang dikeluhkan para pelamar. Begitu pula data yang bisa terkoordin­asi. Dia memastikan bahwa tidak ada permainan atau kecurangan yang disengaja untuk meloloskan calon-calon tertentu. ”Kemenkeu di tahun-tahun sebelumnya pun melakukan rekrutmen terbuka seperti ini. Kami selalu jaga integritas terhadap semua prosesnya,” tegas dia. Rilis Hasil Tes Format Baru Tadi malam Kemenkeu mengubah format pengumuman kelulusan. Di dalam format yang baru, diperinci kelulusan berdasar kualifikas­i pendidikan. Bahkan, nama-nama pelamar yang lolos ambang batas tetapi tidak lolos SKD juga dicantumka­n.

Sebelumnya pengumuman dikelompok­kan berdasar asal tempat ujian. Lantas, nama para pelamar diurutkan sesuai abjad tanpa memperhitu­ngkan jenis formasi untuk umum, penyandang disabilita­s, atau cum laude. Latar belakang pendidikan juga tidak dicantumka­n.

”Tujuan kami supaya pelamar mudah mencari namanya sebenarnya. Nama dan lokasi tesnya kami kelompokka­n,” kata Kepala Biro SDM Kemenkeu Humaniati.

Namun, dia mengakui itu berpotensi membingung­kan peserta karena tidak dijelaskan jenis formasi umum, penyandang disabilita­s, atau cum laude.

Nah, pengumuman yang baru diunggah semalam mengakomod­asi kebingunga­n itu. Pengumuman yang dapat diakses di website rekrutmen.kemenkeu. go.id tersebut didasarkan pada kriteria jabatan, jenis formasi, dan latar belakang pendidikan. Misalnya, untuk jabatan analisis berkas sengketa, ada tiga latar belakang.

Setiap latar belakang itu juga berbeda jumlah pelamar yang lulus. Untuk akuntansi, ada 30 peserta yang lulus; hukum 15; dan perpustaka­n 3. Pada dokumen yang bisa diunduh itu dicantumka­n pula keterangan nilai masingmasi­ng dari tiga tes SKD, total nilai, dan hasil tes yang tertulis memenuhi atau tidak memenuhi. Tapi, berdasar pemeringka­tan disimpulka­n status peserta tersebut, lulus atau tidak lulus.

Dengan format baru tersebut, peserta memang tidak akan mudah mencari namanya di antara barisan nama-nama pelamar yang mencapai ratusan. Tapi, dengan cepat bisa mengetahui siapa saja peserta yang lulus atau tidak lulus. ”Tapi, dasar penentuan kelulusan itu kami pastikan sama,” tegas Humaniati.

Menurut sumber di Kemenkeu, kekisruhan proses rekrutmen tahun ini terjadi karena sistem seleksi memang baru. Dia mengungkap­kan, pada 2009 dan 2010, sistem seleksi penerimaan CPNS Kemenkeu tidak mencantumk­an pilihan jabatan. Melainkan hanya unit eselon 1 yang bisa dipilih.

Dahulu, sistem SKD disebut tes potensi akademik (TPA). Namun, tidak ada ambang batas atau passsing grade yang ditentukan. ”Jadi ya sudah, lulus atau tidak lulus. Baru kemudian, psikotes, tes fisik, dan terakhir tes wawancara,” ungkapnya.

Dia mengakui kekisruhan tersebut disebabkan tidak transparan­nya pengumuman yang dilakukan Kemenkeu. Dia menjelaska­n, dalam setiap penerimaan CPNS di Kemenkeu, selalu ada jalur khusus bagi para lulusan yang berprestas­i atau memiliki nilai cum laude, kemudian bagi para pendaftar dari Papua dan penyandang disabilita­s. Namun, kuota dari jalur-jalur khusus tersebut tidak pernah diumumkan dengan transparan atau tercampur dengan kuota umum. (wan/jun/ken/c10/ang)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia