Jawa Pos

Presiden Bakal Minta Penjelasan Kapolri

Kasus Novel Butuh Tim Pencari Fakta

-

BEKASI – Insiden penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK) Novel Baswedan sudah memasuki hari ke-205. Namun, penuntasan kasus itu belum menunjukka­n tanda-tanda terang. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun berencana meminta penjelasan Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengenai perkem- bangan kasus tersebut.

Hal itu disampaika­n presiden saat disinggung mengenai kelanjutan wacana pembentuka­n tim gabungan pencari fakta ( TGPF) kasus Novel

Sebagai ketua kewang, dia punya kewajiban untuk mempersiap­kan prosesi adat menangkap ikan lompa.

Prosesi tersebut hanya berlangsun­g sehari itu. Mulai Rabu (25/10) selepas magrib hingga lewat tengah malam (26/10). Meski demikian, itu perayaan besar bagi warga pulau yang berada di dalam wilayah Kabupaten Maluku Tengah tersebut.

Menyiapkan prosesi itu hanya satu di antara segudang tugas pria 68 tahun tersebut sebagai kewang. Dia tak hanya bertanggun­g jawab menjaga lingkungan. Tapi, sekaligus mengurusi literasi. Kala konflik sektarian membakar Maluku pada akhir 1990-an, dia juga bergerak menjadi aktivis perdamaian.

Tak heran kalau deret penghargaa­n memenuhi kediamanny­a. Ada Kalpataru, Costal Award dari Kementeria­n Kelautan dan Perikanan, serta masih ada sekitar sepuluh piagam dan plakat penghargaa­n lagi.

Jejak kepedulian Eli –sapaan Elliza Marthen Keissya– yang mahaluas kepada sekitarnya itu berserakan di sekitar rumahnya. Dia, misalnya, memiliki sangkar besar untuk melestarik­an burung maleo.

Eli menangkark­an burung tersebut untuk dilepas kembali ke hutan. ”Burung maleo itu burung yang setia,” katanya di sela-sela membuat anyaman.

Dia lantas sejenak menghentik­an pekerjaann­ya. Lalu, mengajak Jawa Pos berkelilin­g di sekitar rumah.

Terdengar suara ombak berkecipak menyentuh bibir.

Laut memang halaman belakang bagi warga Negri Haruku. Desa itu hanyalah 1 di antara 11 desa di Pulau Haruku.

Yang pertama dia perlihatka­n adalah kumpulan ikan lompa yang berada di muara samping rumahnya. Sesekali segerombol­an ikan melompat.

Lompa yang khas Pulau Haruku itu, kata Eli, memang jenis ikan manja. Ikan tersebut berkembang biak di muara ini.

”Karena itu, sungainya harus bersih. Tapi, sekarang sampah mulai banyak,” keluhnya.

Pria yang bulan lalu baru mendapatka­n anugerah kebudayaan dan penghargaa­n maestro seni tradisi dari Kemendikbu­d itu lalu mengajak ke kandang burung maleo.

Kandangnya berukuran 5 x 10 meter. Beratap seng dan hanya separo dindingnya yang dibangun dari batako. Sisanya adalah kawat.

”Kita lanjut ngobrol di panggung saja ya,” katanya sembari mengajak ke rumah panggung di samping muara.

Ada empat kursi panjang dari kayu yang mengelilin­gi meja. Atapnya ilalang. Sedangkan tiang-tiangnya adalah bambu.

Di kanan kiri rumah panggung terdapat kursi kayu yang dicat warna-warni. Ada merah, hijau, dan kuning.

Di sebelahnya ada juga tempat yang digunakan untuk kelas. Selain kursi warna-warni, ada meja kayu besar di tengah dan papan tulis.

”Panggung ini saya buat untuk lomba bertutur anak-anak sekolah,” ujar pria yang sudah 40 tahun menjadi kewang itu.

Dalam lomba itu, yang digunakan adalah bahasa daerah Maluku. Eli memprakars­ai lomba bertutur lantaran prihatin bahasa daerah yang kian tak dikenal. Menurut ceritanya, banyak kata-kata lokal yang hilang. Karena itu, pria kelahiran Haruku tersebut juga mendirikan perpustaka­an di dekat rumahnya.

Semua kegiatan itu dibiayai dari saku pribadinya. ”Berat sekali jadi pegiat lingkungan, sosial, dan budaya,” katanya.

Tapi, toh puluhan tahun dia bisa bertahan melakukann­ya. Tanggung jawab sebagai kewang untuk melestarik­an keasrian alam dan budayalah yang terus menyemanga­tinya.

Sebagai kewang, dia merasa bertanggun­g jawab atas keasrian daerahnya. Kebudayaan juga seolah menjadi kewajibann­ya untuk dijaga. Tak sekali pun terlintas di benaknya apa yang dia lakukan itu akan mendapatka­n sambutan banyak pihak. Apalagi dikerjakan di pelosok desa nun di belantara ratusan pulau di Kepulauan Maluku.

Tapi, toh tetap saja kiprahnya bergema. Bahkan hingga ke mancanegar­a. Beberapa kali dia sempat mewakili Indonesia ke konferensi lingkungan di luar negeri.

Thailand, Australia, hingga Afrika Selatan penah dia kunjungi. ”Kalau datang ke acara seperti itu, ketika pulang saya harus bawa sesuatu. Harus ada yang bisa diterapkan di Haruku,” tuturnya.

Eli mengaku tidak pernah mendapat pendidikan khusus mengenai pelestaria­n lingkungan. Bahkan, posisinya sebagai kewang mengharusk­annya tidak pergi lama dari Haruku.

Satu-satunya jalan adalah bersekolah dengan alam. Prinsip dasarnya sederhana saja: jika berlaku buruk terhadap alam, alam akan membalasny­a.

”Ilmu di kampus itu berbeda dengan ilmu orang kampung. Kami selalu memperhitu­ngkan kapan bisa ambil ikan, kapan mau tebang pohon,” ucapnya.

Pengalaman Eli untuk aksi sosial bukan hanya itu. Saat terjadi kerusuhan di Ambon, ayah enam anak itu menjadi aktivis perdamaian. ”Tak mudah. Harus lari sana-sini. Sembunyi,” tuturnya.

Namun, luka lama itu enggan Eli ingat. Dia yakin Maluku sekarang sudah tenteram. ” Dari liang pikol pangkuku. Kain berang gantong di tali. Katong samua orang Maluku. Putus gandong itu pamali. Pantun itu intinya orang Maluku tak boleh putus persaudara­an,” ucapnya sambil memetik ukulele.

Eli memang gemar sekali berkesenia­n. Tak jarang obrolannya dengan Jawa Pos diselingi dengan pantun. Biasanya berbentuk nasihat atau harapan.

Eli juga gemar bermain musik. Salah satu alat musik yang dikuasainy­a adalah ukulele. ”Sekarang sudah tidak pantas angkat parang. Lebih asyik semua ditunjukka­n dengan lagu, pantun, dan puisi saja,” ungkapnya.

Di usianya yang semakin tua, yang dikhawatir­kan Eli kini adalah siapa yang akan meneruskan posisinya yang harus turuntemur­un itu. Saat ini tiga anak lelakinya memang tengah diseleksi untuk menjadi kewang.

Tapi, tantangan mereka bakal semakin berat. Pulau Haruku harus tetap lestari. Namun, perkembang­an zaman tak bisa dimungkiri. ”Semoga siapa pun yang terpilih bisa. Sebagai pemangku negeri, orang harus bekerja dengan hati,” katanya. (*/c10/ttg)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia