Jawa Pos

Senjata Saya Lagu, Pantun, Puisi, dan Ukulele

Dengan biaya sendiri, puluhan tahun Elliza Marthen Keissya menangkark­an burung, merawat muara, menghelat lomba bertutur berbahasa setempat, dan mendirikan perpustaka­an. Tempat belajarnya adalah alam.

- FERLYNDA PUTRI, Maluku Tengah

Beta ini pu nama Elliza Beta Tinggal di Haruku Biar pulau berpisah-pisah Indonesia tetap Satu

(Elliza Marthen Keissya)

LIMA bocah berlari-lari. ”Ayo kita lihat ikan lompa,” kata salah seorang yang berbadan paling kecil. Mereka pun lari menuju muara, dekat rumah kewang.

Sang kewang, sebutan perangkat adat Negri (Desa) Haruku, sedang asyik membuat tanda sasi. Berupa janur atau daun kelapa yang masih muda dianyam membentuk ikan. Itu dilakukann­ya setahun sekali, setiap sasi lompa.

Pada Rabu pekan lalu itu (25/10), Elliza Marthen Keissya, sang kewang, memang sedang sibuk-sibuknya

Sebelumnya sejumlah pihak menyuaraka­n pembentuka­n TGPF karena tidak kunjung ada kejelasan atas kasus tersebut. ”Nanti lah, Kapolri saya undang, saya panggil,” ujarnya sesudah meresmikan tol Becakayu di Bekasi kemarin (3/11).

Jokowi menyatakan perlu tahu lebih dahulu sudah sampai mana proses penyelidik­an kasus itu. Penjelasan­nya akan dia minta kepada Kapolri selaku pimpinan Korps Bhayangkar­a. ”Yang jelas, semua masalah harus gamblang, jelas, dan harus tuntas,” tambahnya.

Sejumlah pihak memang memandang pembentuka­n TGPF diperlukan. Setidaknya untuk menjawab rasa penasaran masyarakat atas apa yang sebenarnya terjadi.

Pakar hukum tata negara Mahfud MD menyatakan, pada prinsipnya kasus novel harus diungkap. Terlepas perlu atau tidaknya TGPF dibentuk. ”Kalau mau, mengungkap kasus Novel itu tidak sulit sebenarnya. Tinggal mau atau tidak,” ujar Mahfud setelah bertemu dengan presiden di Istana Merdeka kemarin.

Seumpama memang tidak bisa diungkap karena sulit, tutur Mahfud, pembentuka­n TGPF –meski tidak mengungkap kasus– tetap akan memuaskan rasa ingin tahu masyarakat. Menurut dia, masyarakat akan melihat bahwa kasus Novel memang tidak mungkin diungkap dengan fakta-fakta yang ada. ” Tapi, kalau ini tidak bisa diungkap dan pencari faktanya tidak dibentuk, mungkin masyarakat­nya akan terus bertanya,” lanjut mantan ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.

Karena itu, lanjut Mahfud, akan lebih baik kalau TGPF dibentuk. Dia sendiri pernah mendapat permintaan agar turut serta membentuk TGPF melalui Komnas HAM. ”Saya bilang bagus, tim pencari fakta, tapi saya tidak bisa. Waktunya tidak ada,” ungkapnya. Menurut Mahfud, masih banyak yang lebih profesiona­l untuk mengerjaka­n hal tersebut.

Sementara itu, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiy­ah Dahnil Anzar Simanjunta­k siap menyampaik­an data dan fakta untuk presiden sebagai argumentas­i pentingnya pembentuka­n TGPF. Data dan fakta tersebut merupakan temuan Kelompok Masyarakat Sipil Antikorups­i. ”Ini bisa digunakan (presiden) untuk mendapat gambaran terperinci,” tuturnya kepada Jawa Pos kemarin.

Dahnil menambahka­n, pihaknya bersama-sama dengan Kelompok Masyarakat Sipil Antikorups­i sudah mengumpulk­an banyak data dan fakta terkait kasus penyeranga­n Novel pada 11 April lalu itu. Temuan tersebut siap kapan saja diserahkan bila presiden membutuhka­n. ”Kami berharap presiden mau membuka diri menerima masukan dan keterangan data dan fakta dari masyarakat sipil,” ungkapnya.

Pria yang akrab disapa Anin itu mengatakan, pembentuka­n TGPF merupakan harapan Novel dan keluarga. Itu seiring dengan lambannya penanganan kasus tersebut oleh kepolisian. Terhitung sudah lebih dari enam bulan perkara tersebut belum ditingkatk­an ke penyidikan. ”Itu cukup menjadi dasar rasional bagi Pak Presiden untuk menangkap ada yang ganjil dalam penanganan kasus ini.”

Sementara itu, Bareskrim menggelar rapat dengan penyidik Polri yang bertugas di KPK serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kemarin. Rapat tersebut membahas teknis penyidikan.

Pantauan Jawa Pos, tampak sejumlah penyidik KPK yang masuk ke gedung Mina Bahari II sekitar pukul 17.00. Rapat itu digelar tidak begitu lama. Sekitar pukul 18.30 semua penyidik tersebut keluar dari gedung.

Tampak juga Direktur Penyidikan KPK Brigjen Aris Budiman. Dia mengatakan, rapat itu hanya membahas teknis penyidikan dengan peserta penyidik Polri di KPK dan PPATK. ”Soal profesiona­lisme saja, biar kita lebih profesiona­l,” ujarnya kepada Jawa Pos.

Yang pasti, terkait informasi yang beredar selama ini, itu tidak benar. Misalnya soal penyidik yang merusak barang bukti. ”Insya Allah, semua nanti saya buka. Pokoknya tidak seperti yang diberitaka­n selama ini,” tuturnya. (byu/tyo/idr/c9/agm)

 ?? FERLYNDA/JAWA POS ?? KOMITMEN: Elliza Marthen Keissya memainkan ukulele sambil berpantun di Negri Haruku, Maluku Tengah (26/10).
FERLYNDA/JAWA POS KOMITMEN: Elliza Marthen Keissya memainkan ukulele sambil berpantun di Negri Haruku, Maluku Tengah (26/10).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia