Jawa Pos

Sering Ajak Makan demi Luluhkan Hati si Tomboi

Luluk Wulandari menunjukka­n arti sebuah perjuangan. Mahasiswi Universita­s Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya itu berhasil membimbing adik asuhnya agar kembali mengenyam pendidikan. Ini kisahnya.

- GALIH ADI PRASETYO

PUTUS sekolah jadi pilihan yang harus diambil oleh Halwia (nama samaran). Gadis 18 tahun itu merasa tidak mampu lagi menanggung beban hidup. Bullying hingga biaya sekolah sempat menciutkan hatinya untuk meraih masa depan.

Saat berusia lima tahun, Halwia sudah kehilangan kasih sayang orang tua. Ibunya meninggal karena sakit. Tidak berselang lama, ayahnya menikah lagi dengan seorang janda. Rumah dan peninggala­n mendiang ibunya dijual ayahnya. Termasuk rumah yang seharusnya jadi hak Halwia dan kakaknya.

Sang nenek akhirnya menjadi orang tua keduanya. Mereka tinggal di rumah kecil berukuran 4 x 11 meter di Kelurahan Bendul Merisi, Kecamatan Wonocolo. Rumah tersebut pemberian saudara neneknya.

Untuk membiayai kebutuhan hidup seharihari, Halwia dan neneknya hanya mengandalk­an gaji pensiunan TNI dari almarhum kakek. Jumlahnya tidak banyak. Yakni, hanya Rp 600 ribu per bulan. Untuk menambah penghasila­n, sang kakak bekerja sebagai penjaga toko di sebuah mal.

Beban bertambah berat saat Halwia sekolah. Dia sering di- bully oleh teman sekolahnya. Sebab, penampilan Halwia tidak seperti perempuan kebanyakan. Rambutnya cepak. Tubuhnya kurus, tapi tegap. Ya, penampilan Halwia memang tomboi. Di rumah dia terbiasa mengenakan celana pendek dan kaus oblong. Sekadar mengenakan anting pun tidak.

Bullying yang dirasakan Halwia semakin berat saat dia masuk sekolah menengah kejuruan (SMK) dan mengambil jurusan tata boga. Teman-temannya menuding Halwia mempunyai kelainan seksual. Penampilan yang tomboi membuat Halwia sering dianggap lesbian. Halwia akhirnya sering tidak masuk sekolah. Ujung-ujungnya, dia memutuskan berhenti bersekolah. Halwia tidak tahan lagi dengan ejeken teman-temannya. Selain itu, biaya sekolah dirasa terlalu tinggi. Seandainya dia tetap bersekolah, saat ini Halwia sudah menginjak kelas XII.

Pihak sekolah sebenarnya tidak tinggal diam. Mereka tetap berharap Halwia bersedia kembali ke sekolah. Bantuan dana pendidikan sempat ditawarkan. Namun, Halwia bergeming.

Tidak mau melihat hidup Halwia sia-sia, Luluk Wulandari turun tangan. Melalui program campus social responsibi­lity (CSR) yang diadakan Dinas Sosial Surabaya, Luluk berupaya mendamping­i Halwia. Harapannya, Halwia mau melanjutka­n sekolah. ’’Saya rutin ke rumah Halwia untuk memotivasi dia,’’ ujar mahasiswi Program Studi Matematika Murni Fakultas Sains dan Teknologi UINSA Surabaya itu.

Tanggung jawab Luluk lumayan berat. Dia harus mampu meluluhkan hati Halwia. Berbagai pendekatan dilakukan. ’’Saya ajak makan sambil ngobrol, ternyata dia mau cerita juga masalahnya,’’ katanya. Saat ini Halwia bekerja di sebuah hotel. Dia hanya mengantong­i ijazah SMP. Luluk lantas membantu Halwia. Dia juga mendaftark­an Halwia ikut program kejar paket C. ’’Saat mengambil rapor, sempat dipersulit. Sekolah meminta Halwia datang langsung bersama orang tuanya,’’ ucap perempuan 22 tahun itu.

Kesehatan Halwia dan keluargany­a juga jadi fokus Luluk. Sebab, nenek Halwia sudah rabun. Untuk berjalan, nenek Halwia harus selalu berpeganga­n. Sementara itu, Halwia mempunyai penyakit lambung.

Untuk berjaga- jaga, Luluk mendaftark­an mereka ke BPJS Kesehatan. Harapannya, saat terjadi masalah kesehatan, biaya tidak jadi beban. Sekarang tinggal satu PR yang harus diselesaik­an Luluk. Yakni, mendamping­i Halwia hingga mendapat ijazah kejar paket C. (*/ c20/ oni)

 ??  ?? GALIH/JAWA POS PENGABDIAN: Luluk Wulandari saat mengajari adik asuhnya dalam program kejar paket C.
GALIH/JAWA POS PENGABDIAN: Luluk Wulandari saat mengajari adik asuhnya dalam program kejar paket C.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia