Bagi Pengalaman dengan Bikin Kelas UMKM
Gara-gara susah mencari alas kaki yang pas dengan ukuran kakinya, Nikmatus Sholihah membuat usaha sepatu. Agar beda, dia memanfaatkan kain perca sebagai pelapis sepatu. Tampilan sepatu yang menarik meningkatkan jumlah pelanggan sekaligus omzet per bulan.
PULUHAN pasang sepatu berjajar di kediaman Nikmatus Sholihah. Tepatnya, di RT 2, RW 4, Desa Terik, Krian. Rumah tersebut juga dijadikan Nikma, sapaan akrabnya, sebagai bengkel kerja untuk produksi tas dan sepatu. Penggunaan kain perca merupakan ide briliannya untuk memperkaya motif produk. Cantik, terlihat beda, dan meminimalkan limbah kain. Semua sepatu tersebut didesain sendiri.
Perempuan 36 tahun itu menyatakan, usaha tersebut berawal dari susahnya mencari sepatu. ”Saya itu susah banget ketemu sepatu bagus, fashionable gitu, tapi pakai ukuran kaki saya,” katanya. Dia memperlihatkan kedua telapak kakinya yang hanya berukuran sepatu 35. ”Melihat sepatu-sepatu bagus, saya pun kepengin. Akhirnya, bikin sendiri,” ucapnya.
Nikma menyatakan, dirinya tidak bisa mengenakan sepatu kulit. Sebab, kakinya sensitif dengan bahan kulit. Dia pun berpikir untuk membuat sepatu berbahan kain. Terutama kain perca, tetapi yang motifnya bagus. Jadilah flat shoes yang dilapisi kain bermotif bunga. Bentuk sepatu itu sederhana. Tidak banyak detail yang dibubuhkan. Namun, solnya cukup empuk ketika dipakai berjalan jauh. Itu merupakan karya pertamanya. ”Saat saya pakai sepatu ini, banyak yang tanya beli d imana,” katanya. ”Tahu saya bikin sendiri, banyak yang pesan,” lanjutnya.
Pada 2011, dia mulai menerima banyak pesanan. Agar beda dengan sepatu lainnya, Nikma menggunakan kain perca. Namun, motifnya yang bagus. ”Sekaligus meman- faatkan benda yang tak terpakai. Ini kan juga upaya menjaga kebersihan lingkungan,” katanya.
Makin lama, kemampuan dan ilmu Nikma kian terasah. Dia mengambil referensi dari majalah fashion dan internet. Dia juga beberapa kali ikut peragaan busana. Hal-hal itu kian menambah ide sketsa sepatu yang ingin dibuat.
Pada 2014, pemilik brand Nika Basyar Shoes itu merambah pembuatan sepatu bot maupun dengan hak tinggi. Dia melihat pasar potensial di sana. ”Saya pasarkan ke model-model saat ada pameran maupun bazar,” ucapnya. Perempuan kelahiran Sidoarjo, 28 Maret 1981, itu juga memanfaatkan media sosial untuk promosi. Katalog sepatu diaturnya dengan apik hingga banyak teman yang tertarik.
Dari bisnis tersebut, Nikma bisa memproduksi hingga 75 pasang sepatu per bulan. Mulai flat shoes, sepatu hak tinggi, hingga sepatu anak. Dengan empat pekerja yang diberinya spesialisasi masingmasing, dia mengelola omzet usaha rata-rata Rp 20 juta dalam satu bulan. Kesuksesan itu ditambah dengan kiprahnya sebagai mentor UMKM di desanya. ”Mulai bikinbikin kelas UMKM di balai desa. Sejak jadi perangkat desa, memang itu salah satu targetku,” ucapnya.
Bagi Nikma, menjadi perajin sepatu bukan hanya soal bisnis. Dia juga tidak mengejar keuntungan semata. ”Saya mau semua perempuan itu nyaman dan senang pakai sepatu produk Sidoarjo. Apa pun tantangannya, ya saya hadapi,” katanya. (*/c6/ai)