Bisnis Ritel Offline Wajib Adaptasi
JAKARTA – Bisnis ritel offline harus segera melakukan inovasi jika ingin bertahan di tengah terpaan transaksi online. Guru besar Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali menyatakan, tren belanja online sudah tidak bisa dimungkiri.
”Saya pernah diskusi data dengan JNE, hasilnya cukup mengejutkan karena pengiriman dalam kota melonjak drastis. Dan itu adalah order-order belanja online,” ujarnya saat ditemui di acara peluncuran buku terbarunya ”Tomorrow is Today” di Jakarta kemarin (8/11).
Rhenald berpendapat bahwa adaptasi dan inovasi perlu dilakukan supaya mampu menghadapi perubahan yang menjurus ke disrupsi. ”Kalau kita lihat ke- napa mal besar seperti Central Park masih ramai, sedangkan Glodok sepi, kita bisa menilai karena yang pintar me- dan berinovasi, maka dia bisa bertahan,” jelas Rhenald.
Dia berpendapat, pemerintah tak bisa mengabaikan bisnis meski porsinya masih 1,8 persen. Dia juga tidak percaya akan penurunan daya beli. ”Istilah daya menurun masih membingungkan karena faktanya jika dilihat di daerah konsumsi masih berjalan normal. Angka kontribusi bisnis 1,8 persen itu data nasional, bagaimana jika di- breakdown khusus Jakarta untuk melihat shifting- nya. Pasti sangat besar,” tegasnya.
Pelaku bisnis ritel juga menyadari hal tersebut. ”Mau tak mau, kuncinya adalah inovasi. Konsepnya tak bisa lagi sekadar selling, tapi harus bisa menyediakan
bagi konsumennya, baik berupa konsep toko, penawaran menarik, dan sebagainya,” ujar Managing Director Supermal Karawaci Heru Nasution.
Menurut Heru, bisnis offline tak bisa melulu menganggap online adalah musuh. ”Penggabungan bisnis dan online mulai harus dipikirkan pengusaha. Di luar negeri, sudah banyak yang menerapkan di mana produk dapat ditampilkan di aplikasi, tapi tetap membuat program khusus untuk menarik konsumen pick up barang di mal,” tambahnya. (agf/c25/sof)