Polri dan Ujian Zaman P
ERINGATAN Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian kepada penyidik Polda Metro Jaya terkait dengan pelaporan komisioner KPK hendaknya bukan lip service belaka. Sebab, kasus itu menjadi taruhan nama baik Polri.
Korps Bhayangkara akhir-akhir ini memang sering menjadi sorotan. Sekarang ini publik masih sulit menganggap Polri adalah bagian dari institusi yang bisa memberantas korupsi. Banyak kasus yang membuat citra korps berbaju cokelat itu tercoreng di mata masyarakat soal korupsi.
Misalnya, kasus cicak vs buaya, kasus polemik Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Aris Budiman (yang seolah malah ikut melemahkan KPK), dan indikasi upaya penghilangan barang bukti kasus korupsi oleh dua perwira polisi yang menjadi penyidik KPK.
Semua tahu, polisi telah berupaya keras untuk memulihkan citra dan meraih kepercayaan masyarakat. Upaya transparansi dan reformasi korps lalu lintas (pembentukan SIM Corner adalah salah satu bukti kesiapan polisi.
Selain itu, pembenahan serius dilakukan dalam rekrutmen bintara dan taruna. Bahkan, polisi tak segan-segan merekrut tim independen sebagai panitia seleksi untuk menjamin transparansi rekrutmen.
Polisi tahu bahwa salah satu elemen penting dalam keberhasilan mereka adalah partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat tak akan bisa diperoleh tanpa kepercayaan dari masyarakat. Nah, bagaimana bisa mendapat kepercayaan dari masyarakat jika polisinya masih melakukan hal-hal yang mencederai rasa keadilan masyarakat?
Itulah yang seharusnya menjadi poin peringatan penting yang harus diperhatikan Polda Metro Jaya dalam menangani pelaporan komisioner KPK oleh pengacara Setnov. Melakukan viktimisasi terhadap komisioner KPK akan berbalik ke polisi sendiri. Bisa jadi, jika kalah praperadilan, kepala kepolisian bisa dilaporkan sendiri dan menjadi tersangka.
Namun, yang paling utama, jika penanganannya serampangan, kepercayaan masyarakat akan buyar. Masyarakat pun selamanya akan menganggap polisi bukan institusi netral yang melindungi, melayani, dan mengayomi masyarakat. (*)