Investasi Menutup Pelemahan Konsumsi
Penerimaan Pajak Jauh dari Target
JAKARTA – Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi pada kuartal keempaat tahun ini dapat mengompensasi kinerja triwulan ketiga yang berada di bawah ekspektasi. Ekonomi triwulan keempat diharapkan bisa tumbuh 5,3 persen. Dengan capaian itu, pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini diperkirakan masih berada pada target 5,1 persen.
Pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga tahun ini hanya mencapai 5,06 persen. Melambatnya konsumsi masyarakat ditengarai menjadi salah satu penyebab lesunya perekonomian domestik kuartal lalu. Namun, investasi dan ekspor sudah menunjukkan gejala pemulihan.
Menkeu Sri Mulyani Indrawati masih meyakini kinerja investasi dan ekspor yang cukup bagus di kuartal ketiga dan bakal berlanjut di kuartal keempat. Kinerja keduanya diperkirakan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada kuartal keempat ini.
”Saya masih menganggap, dengan growth kuartal ketiga dengan komposisi investasi dan ekspor kuat serta kita bisa jaga daya beli dan harga-harga pada kuartal keempat, mungkin kuartal keempat kita masih bisa berharap 5,3 persen,” jelasnya di gedung Kemenkeu, Jakarta, kemarin (10/11).
Di samping kinerja investasi dan ekspor, Sri Mulyani menekankan, pemerintah juga akan berupaya keras menjaga daya beli masyarakat serta harga kebutuhan pokok hingga akhir tahun.Pemerintah juga bakal mempercepat penyerapan anggaran.
Terkait dengan penerimaan pajak, hingga 30 Oktober, realisasi penerimaan baru mencapai Rp 858,05 triliun atau sekitar 66,85 persen dari target dalam APBNP yang sebesar 1.283,6 triliun. Menjelang akhir tahun ini, pemerintah pun harus mampu mengumpulkan sekitar Rp 425,5 triliun jika ingin memenuhi target yang telah ditetapkan. Sri Mulyani menekan- kan, pihaknya bakal bekerja keras untuk mengumpulkan penerimaan pajak.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira menuturkan, prediksi pemerintah bahwa perekonomian pada kuartal ketiga bisa tumbuh hingga 5,3 persen tidak realistis. Dia menguraikan, untuk memenuhi proyeksi tersebut, dibutuhkan belanja pemerintah yang setidaknya bisa tumbuh 8–10 persen hingga akhir tahun. Sementara itu, hal tersebut cukup sulit tercapai.
”Karena pemerintah menghadapi dilema. Realisasi belanja yang tinggi di tengah penerimaan pajak yang terancam shortfall sekitar Rp 150–200 triliun akan membuat defisit fiskal di atas 3 persen,” terangnya. (ken/c25/sof)