RI Ingatkan Implementasi Bogor Goals
DA NANG – Presiden Joko Widodo dalam forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) kembali mengingatkan bahwa masih ada agenda Bogor Goals yang belum tuntas
”Musik yang berbicara. Semua yang ada di album benar-benar yang dimainkan pada saat rekaman, tanpa diulang,” ujar pentolan band jazz Krakatau tersebut mengenang proses rekaman pada Juni 2015 itu.
Hasil berkutat di studio selama dua hari dengan para pemusik Inggris dan Italia itu adalah Pasar Klewer. Sebuah album yang jejak kesuksesannya tetap bertahan sampai sekarang.
Undangan tampil untuk Dwiki yang menggawangi piano itu pun terus berdatangan. Pertengahan tahun ini, misalnya, dia keliling ke Inggris, Austria, Kroasia, Jerman, Bulgaria, dan Italia.
Pada September lalu, giliran dua negara pecahan Uni Soviet yang dirambah suami penyanyi Ita Purnamasari tersebut untuk membawakan Pasar Klewer. Yang pertama Kazakhstan, lalu Azerbaijan.
Semua undangan itu berdatangan karena Pasar Klewer tak cuma sukses secara komersial. Tapi, juga mendapat pengakuan secara kualitas musikal.
Album sekaligus proyek yang dinamakan sesuai nama pasar legendaris di Solo, Jawa Tengah, itu diulas dengan predikat lima bintang di berbagai majalah jazz kenamaan. Di antaranya, JazzWise, Jazz Time, dan All About Jazz.
Hingga kemudian dinobatkan sebagai The Best Album Jazz dunia pada 2016 oleh Down Beat, majalah jazz tertua di Amerika Serikat. Album itu juga menduduki nomor satu penjualan fisik CD jazz di Amazon.com pada 2016.
Karena banyaknya permintaan dari penggemar musik di Eropa, versi vinilnya dicetak pula di Polandia. Dan, didistribusikan perusahaan distribusi dari Austria.
”Ini album unik memang,” kata Dwiki, lantas tertawa. ”Direkam live, bebas saja, kalau harus berhenti, berhenti. Kalau harus terus, ya terus,” lanjutnya ketika ditemui di Jakarta.
Para pemusik yang terlibat dalam proyek itu, antara lain, adalah Gilad Atzmon (saksofon), Nicolas Meier (gitar), Asaf Sirkis (drum), Yaron Stavi (bas akustik), Mark Wingfield (gitar), dan Boris Savoldelli (vokalis). Kecuali Savoldelli, seluruhnya berasal dari Inggris.
Adalah Leonardo Pavkovic, produser MoonJune Records, yang menjadi ”makcomblang” mereka. Persisnya ketika Dwiki tengah merekam album So Far So Close di AS.
Kepada pentolan Krakatau itu, Pavkovic mengatakan dengan yakin bahwa para musisi tersebut bakal cocok bermain bersamanya. Sebab, gaya main mereka selaras dengan karakter musikal Dwiki selama ini yang kental nuansa tradisional Indonesia. Serta kebebasan berekspresi yang kuat.
Sedari awal, Dwiki dan Pavkovic memang menyepakati bahwa rekaman kolaborasi itu bakal dilakukan dengan sistem live recording in studio. ”Jadi, satu bulan di AS, balik ke tanah air, saya menyiapkan komposisi untuk rekaman di London,” tutur musikus kelahiran Bandung, 19 Agustus 1966, itu.
Nama Pasar Klewer, yang juga jadi salah satu judul lagu di album, memang berasal dari nama Pasar Klewer di Solo. Inspirasi itu datang sebelum proses di rekaman London tadi. Ketika suatu hari Dwiki nongkrong di sana.
Terekam dalam benaknya suasana di Pasar Klewer yang tak cuma diwarnai transaksi jual beli. Tapi, juga kuat nuansa kulturalnya.
Album yang direkam di Studio EastCote London itu memang sangat kuat nuansa persilangan budaya. Atau bisa dibilang sebuah karya jazz multikultural. Elemen tradisional Indonesia dipertemukan dengan musik Barat.
Sound- nya sangat kaya. Ada slendro, angklung, saksofon, klarinet, dan banyak instrumen lainnya yang berpadu apik. Lagu Tjampuhan, misalnya, menggunakan gamelan gong kebyar dan semar pegulingan Bali dengan komposer gamelan I Nyoman Windha.
Sedangkan dalam komposisi Pasar Klewer dan Lir Ilir, nuansanya gamelan Jawa. ”Komposer gamelannya Aris Daryono yang tinggal di London. Vokal Lir Ilir diisi sinden Peni Candrarini,” urai Dwiki.
Ke-11 komposisi dalam Pasar Klewer itu direkam dalam dua hari. Ada yang durasinya 9 menit, 11 menit, bahkan hampir 13 menit. Yang paling panjang Pasar Klewer (12 menit 14 detik) serta Tjampuhan (12 menit 58 detik).
Pasar Klewer kali pertama dimainkan di Bali World Music Festival pada Desember 2015. Sambutan audiens luar biasa.
Dan, begitu begitu dirilis resmi pada November 2016, pujian, lewat review di berbagai platform, langsung datang dari berbagai penjuru dunia. Di antaranya, AS, Cile, Paraguay, Bolivia, Kroasia, Italia, dan Brasil.
” Surprise dan haru. Karena berarti musik saya dibeli dan didengar di seluruh dunia, di negara-negara yang akarnya bukan jazz,” ungkap ayah seorang putra tersebut.
Karena sifatnya proyek, yang berarti terbuka untuk diisi musisi mana saja dan dari mana saja, tiap kali mengusung Pasar Klewer ke panggung, Dwiki biasa bergonta-ganti kolaborasi. Itu juga sejalan dengan keterbukaan terhadap segala anasir musik yang jadi prinsip bermusik Dwiki selama ini.
”Karena itulah jazz. Musik jazz itu musik yang punya banyak surprise di dalamnya.”
Keteguhan Dwiki di jalur jazz yang kuat unsur etniknya telah merentang sekitar tiga dekade. Bukan pilihan yang mudah sebenarnya. Sebab, siapa pun tahu, itu jalur yang sulit ”dijual”.
Tapi, Dwiki berhasil bertahan dan mendapat pengakuan luas. Yang bisa dibuktikan, antara lain, lewat pergaulan musikalnya yang melintas batas-batas negara.
”Instrumen musik pertama yang saya kenal itu gamelan, sebelum piano. Saya biasa memainkan bonang, angklung,” ujarnya.
Bagi dia, keragaman musikal Indonesia itu mengagumkan. Dari Sabang sampai Merauke bisa jadi sumber inspirasi yang tak ada habisnya. ”Musik tradisional, menurut saya, bukan music from the past, justru merupakan future of music,” ucap musisi berdarah darah Sunda dan Jawa tersebut.
Obsesinya adalah mengangkat berbagai kekayaan musik Indonesia ke pentas musik internasional. Itulah yang mendorongnya membawa Krakatau ke arah ethno setelah banyak bermain di wilayah fusion jazz.
Ketika Krakatau Ethno vakum pada awal 1990-an pun, Dwiki tetap bersiteguh dengan jalur pilihannya itu. ”Ada kebahagiaan tersendiri di mana saya merasa punya jati diri yang kuat ketika bersanding dengan teman-teman musisi dari berbagai negara,” ungkapnya.
Keteguhan itulah yang diapresiasi Pavkovic. ”Dwiki merupakan musisi besar yang memiliki racikan tersendiri untuk membawa musiknya ke ranah global,” ujar Pavkovic.
Dia mengenal musik Dwiki sejak 2003. Kemudian, keduanya mulai melakukan penjajakan pada 2008. Dan, akhirnya bekerja sama menggarap album Dwiki pada 2015.
Itu pula yang membuat Pavkovic sangat yakin saat menjodohkan Dwiki dengan para musisi Inggris dan Italia yang akhirnya menghasilkan Pasar Klewer. ”Saya melihat ada sisi genius dalam diri Dwiki yang masih tersembunyi dan harus digali. Dipertemukan dengan musisi-musisi lain yang juga visioner seperti Asaf Sirkis, Mark Wingfield, jelas itu kombinasi yang hebat,” paparnya.
Kini, setelah sukses dengan Pasar Klewer, kolaborasi Dwiki dengan Pavkovic berlanjut. Mereka sudah merekam dua album di Spanyol. Salah satunya album yang mempertemukan jazz dengan progressive rock serta elemen etnik. Album itu rencananya dirilis pada Mei 2018.
Proyek satunya lagi yang akan rilis lebih awal, Januari 2018, adalah album yang –dalam kalimat Dwiki– bakal melampaui gaya atau genre yang bisa dibayangkan. ”Ini bakal menjadi musik baru, sebuah pergeseran besar dalam improvisasi, tapi tetap jazz dan benar-benar inovatif,” terangnya.
Sejauh ini, lewat beragam kolaborasi, baik melalui World Peace Orchestra, Pasar Klewer, World Peace Trio, maupun Dwiki Dharmawan & Friends, Dwiki sudah memperkenalkan Indonesia di 70 negara.
”Saya hanya bisa bilang alhamdulillah. Tapi, tidak lantas berhenti, melainkan bakal terus berkarya,” ujarnya. (*/c10/ttg)