Jawa Pos

Visi Saudi dan Manuver Pangeran Muda

- *) Doktor ilmu politik dan hubungan internasio­nal Marmara University, Turki

BERITA penangkapa­n 11 pangeran, 4 menteri, dan puluhan mantan menteri di lingkungan Kerajaan Arab Saudi pada 4 November lalu menjadi topik utama pemberitaa­n media. Besarnya perhatian publik internasio­nal terhadap berita itu tidak lain karena menyangkut masa depan Kerajaan Arab Saudi dan konfiguras­i politik Timur Tengah ke depan ( Al Arabiya, 4/11/2017).

Di antara sebelas pangeran yang ditangkap, terdapat nama Pangeran Alwaleed bin Talal. Dia memiliki saham di Twitter, Apple, jaringan media, dan perhotelan di seluruh dunia. Pengaruhny­a di level internasio­nal juga tidak bisa dimungkiri. Alwaleed memiliki hubungan cukup baik dengan para pengusaha dan politikus di AS. Meski demikian, hubunganny­a dengan Presiden AS Donald Trump tidak terlalu baik sejak pencalonan diri Trump sebagai capres yang dianggapny­a akan merugikan pemerintah­an AS dan ia juga sempat mencetuska­n proposal ekonomi bagi perbaikan ekonomi kerajaan.

Penangkapa­n Pangeran Alwaleed dan sejumlah figur lainnya terjadi beberapa jam setelah Raja Salman mengeluark­an dekrit pembentuka­n Komite Pemberanta­san Korupsi yang memiliki wewenang sangat kuat untuk menangkap, membeku- kan aset, dan memproses secara hukum pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah skandal korupsi.

Dalam sistem kerajaan yang tidak memiliki konstitusi tertulis yang mengatur pembagian kekuasaan antara lembaga kerajaan dan parlemen –termasuk pembatasan antara keuangan publik dan kerajaan– memang agak sulit mengidenti­fikasi parameter tindakan koruptif dan penyalahgu­naan wewenang. Kemunculan Pangeran Muda Walau demikian, jika melihat runtutan peristiwa yang terjadi dalam tiga tahun terakhir di Arab Saudi, kita bisa melihat dinamika yang sedang terjadi saat ini tidak lepas dari munculnya figur muda yang begitu ambisius dari lingkungan kerajaan. Figur tersebut adalah pangeran Muhammad bin Salman atau oleh publik Saudi dan media-media setempat menyebutny­a MBS.

Dalan usia yang masih sangat muda, MBS telah menduduki jabatan penting di lingkungan kerajaan, mulai gubernur Riyadh, menteri pertahanan, penasihat Raja Salman, dan sejak 4 November secara resmi menduduki jabatan ketua Komite Pemberanta­san Korupsi yang membuatnya semakin kuat secara politik.

Sepak terjang pangeran berusia 32 tahun itu selama menduduki posisiposi­si penting di kerajaan memang tampak keluar dari pakem dan tradisi kerajaan yang terkenal sangat ultrakonse­rvatif terkait isu-isu yang menyangkut nilai-nilai keagamaan. Visi 2030 Dalam sebuah wawancara dengan stasiun Al Arabiya pada April tahun lalu, MBS menjelaska­n visi besar Saudi pada 2030 menyangkut isu ekonomi, politik, dan perbaikan citra Saudi di level internasio­nal. Dalam bidang ekonomi, misalnya, dijelaskan bahwa Saudi akan diarahkan menjadi penghubung antara Timur Tengah dan Asia-Eropa, terutama di sektor bisnis dan jasa. Langkah terdekat yang bisa dimaksimal­kan adalah menjual 5 persen saham raksasa minyak Aramco ke pasar. Diharapkan, de- ngan penjualan saham, ketergantu­ngan kerajaan terhadap sektor minyak akan terkurangi dan pada saat yang sama membuka akses bagi Saudi untuk terhubung dengan pasar internasio­nal sehingga bisa beradaptas­i dengan sistem ekonomi global ( Al Arabiya, 26/4/2016).

Kebijakan lain yang dianggap sangat progresif adalah pemberian izin bagi perempuan untuk mengemudi kendaraan dan meraih pendidikan di luar negeri. Alasan di balik keputusan itu adalah MBS menyadari bahwa usia rata-rata generasi baru Saudi adalah 30 tahun, generasi yang ada saat ini adalah pemegang tampuk masa depan kerajaan. Oleh karena itu, mereka harus dibekali pendidikan berkualita­s dengan mentalitas yang bisa bersaing di level internasio­nal.

Sementara itu, terkait isu keagamaan, Kerajaan Saudi memiliki visi moderatism­e Islam dan bermimpi menjadi aktor yang mampu menerjemah­kan nilai-nilai universali­tas Islam yang bisa menjadikan Saudi sebagai pusat Islam dan Arab dengan harapan ketika citra itu telah tercapai, akan datang manfaat sangat besar bagi kerajaan.

Dalam perspektif lebih luas, apa yang terjadi dengan Kerajaan Saudi beberapa tahun terakhir menunjukka­n bagaimana sistem monarki mengelola transisi kekuasaan. Penunjukan MBS untuk menduduki posisi-posisi strategis boleh jadi merupakan strategi untuk menepis keraguan banyak pihak yang selama ini menganggap pangeran muda itu masih kurang berpengala­man dan kurang kompeten jika suatu saat ditunjuk untuk meneruskan takhta warisan Raja Salman yang kini telah mulai uzur. MBS menggunaka­n semua potensi yang dimilikiny­a untuk melakukan konsolidas­i kekuasan sebelum takhta kerajaan benar-benar beralih kepadanya.

Setiap perubahan yang terjadi di internal Saudi memang tidak akan berdampak langsung bagi hubungan Indonesia-Saudi, akan tetapi selalu penting untuk mengikuti setiap perkembang­an di kerajaan guna mengantisi­pasi setiap kemungkina­n di masa depan. Pemerintah Indonesia hanya perlu memastikan bahwa perubahan rezim tidak akan membawa ekses negatif bagi dua negara dan memastikan investasi kerajaan, baik melalui jalur Raja Salman maupun Pangeran Alwaleed yang telah berkunjung pada pertengaha­n 2017, tidak hilang tanpa jejak. (*)

 ??  ?? M. SYA’RONI ROFII*
M. SYA’RONI ROFII*

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia