Realistis Tak Capai Target
Shifting Konsumsi Pengaruhi Pertumbuhan
JAKARTA – Pemerintah mulai realistis dengan pertumbuhan ekonomi domestik tahun ini. Menjelang tutup tahun, pemerintah hanya berani memprediksi realisasi di kisaran 5,1 persen. Padahal, sebelumnya pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia 2017 bisa menyentuh angka 5,2 persen.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengaku cukup sulit untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi sesuai dengan target awal. ’’Indikator pembangunan pada 2017 ini, untuk pertumbuhan ekonomi tampaknya masih akan struggling kalau di angka 5,2 persen. Jadi, kebanyakan larinya di angka 5,1 persen,’’ kata Bambang di kantornya kemarin (13/11).
Prediksi tersebut berdasar realisasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan I hingga III tahun ini. Angkanya tidak sampai 5,1 persen. Secara akumulasi, realisasi pertumbuhan ekonomi hingga triwulan ini III hanya 5,03 persen.
Karena itu, Bambang menyatakan bahwa cukup berat menggenjot perekonomian di triwulan IV agar mampu mencapai target 5,2 persen. ’’Artinya, triwulan akhir ini harus tinggi pertum- buhannya, mungkin di atas 5,5 persen. Tapi, itu tampaknya agak berat,’’ jelasnya.
Bambang menguraikan, ekspor, investasi, maupun belanja pemerintah bisa menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan ekonomi triwulan terakhir. Menurut dia, realisasi pertumbuhan ekspor dan investasi tahun ini cukup menggembirakan. Namun, berbeda halnya dengan belanja pemerintah. Serapannya cenderung rendah.
Terkait dengan konsumsi masyarakat atau rumah tangga, Bambang mengakui bahwa pertumbuhannya terus melambat. Rendahnya realisasi pertumbuhan konsumsi, khususnya pada triwulan III yang hanya 4,93 persen, dipicu adanya pergeseran momen Lebaran.
Secara umum, lanjut dia, pe- lemahan konsumsi disebabkan adanya shifting atau pergeseran jenis konsumsi masyarakat. Berdasar jenis barang, terjadi penurunan untuk konsumsi makanan dan minuman serta barang kebutuhan pokok. Di sisi lain, terjadi peningkatan konsumsi terhadap jasa seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, dan leisure. ’’Ada pergeseran dari sifat konsumsi yang biasanya barang ke jasa. Jadi, ada indikasi sedikit perubahan dari sekadar konsumsi basic beralih ke konsumsi jasa. Ini terkait dengan meningkatnya kelompok menengah ke atas,’’ ulas Bambang.
Pengamat ekonomi INDEF Bhima Yudhistira menuturkan, pergeseran konsumsi dari barang ke jasa sebenarnya sudah lama terjadi. Hal itu disebut sebagai gejala deindustrialisasi .( ken/c19/fal)