Jawa Pos

Tiga Mengelak, Satu Absen

Lanjutan Sidang Kasus Dugaan Penyuapan Ketua Komisi B M. Basuki

-

SURABAYA – Persidanga­n kasus dugaan penyuapan kepada Ketua Komisi B DPRD Jatim Mochamad Basuki memasuki babak menarik. Kemarin tiga di antara sembilan saksi memberikan keterangan berbeda. Satu saksi lainnya, yakni Pranaya Yudha dari Fraksi Partai Golkar, tidak hadir alias absen.

Sembilan saksi yang didatangka­n jaksa penuntut umum (JPU) itu diperiksa bersama-sama. Di antara mereka, ada eks Wakil Ketua Komisi B M. Ka’bil Mubarok. Selain itu, ada tiga mantan Kepala Dinas Peternakan (Disnak) Jatim, yaitu Maskur, M. Samsul Arifin, dan Rohayati. Selain untuk terdakwa Basuki, sembilan orang tersebut bersaksi untuk dua tersangka lainnya, Santoso dan R. Rahman Agung (keduanya staf sekretaria­t DPRD Jatim).

Seperti sidang-sidang sebelumnya, Rohayati memilih blak-blakan. Dia mengungkap­kan semua yang dia alami terkait dana triwulanan untuk komisi B. Juga terkait upeti untuk pembahasan Perda 3/2012 tentang Pengendali­an Sapi dan Kerbau Betina

Dengan tegas Rohayati mengungkap­kan bahwa pemberian uang Rp 100 juta untuk memuluskan pembahasan revisi perda itu diinisiato­ri Pranaya. Mulai tahap negosiasi hingga deal. Sayangnya, Pranaya tidak bisa dikonfront­asi karena tak hadir di persidanga­n. ”Saya tahu ada triwulanan itu dari Pak Ka’bil,” ujar Rohayati.

Sebab, Ka’bil-lah yang menelepon dan menagih dana triwulanan. Bahkan, Ka’bil sering menagih ketika selesai paripurna. Setelah dikroscek kepada sekretaris­nya, Kusnoto, ternyata hal itu memang ada. Bahkan, Kusnoto yang juga hadir sebagai saksi mengakui bahwa praktik pemberian upeti tersebut berjalan sejak lama. ”Saat pergantian kepala dinas, Pak Samsul Arifin mengingatk­an agar kami siap-siap Rp 500 juta untuk diberikan kepada komisi B,” jelas Kusnoto.

Pernyataan Kusnoto dan Rohayati langsung ditampik Samsul. Dia menceritak­an, tidak pernah ada komitmen pemberian uang kepada komisi B. Komisi B tidak pernah meminta uang sepeser pun. Dia juga tidak pernah mengatakan kepada Kusnoto untuk menyiapkan anggaran Rp 500 juta. ”Permintaan ada, komitmen tidak ada,” ujar Samsul setelah didesak hakim Adriano.

Menurut Samsul, permintaan itu datang dari Basuki. Dia mengaku pernah dipanggil Basuki di ruang komisi. Dana tersebut digunakan untuk meredam kritik dari teman-temannya di komisi B. ”Basuki tidak menyebutka­n angka, hanya meminta uang kontribusi,” ujar pria yang purnatugas Agustus lalu itu.

Hal yang sama diungkapka­n mantan Kadisnak yang lain, Maskur. Dia menjelaska­n bahwa selama ini tidak pernah ada permintaan. Juga ketika dia mengusulka­n pembahasan revisi Perda 3/2012. Dia mengaku hanya mengusulka­n. Soal tindak lanjutnya, dia mengaku tidak tahu. ”Selama ini tidak ada permintaan komitmen fee,” tegasnya.

Pengelakan juga dilakukan Ka’bil. Menurut Ka’bil, selama ini dirinya hanya mengenal istilah evaluasi triwulanan. Istilah komitmen fee muncul setelah adanya operasi tangkap tangan (OTT). ”Secara pribadi, saya tidak pernah secara langsung meminta uang terkait triwulanan,” ungkapnya.

Ka’bil tidak tahu pemberian uang itu kepada siapa. Dia mengakui telah menerima uang, tetapi bukan dari dinas. Melainkan dari Basuki. ”Ini jatah Sampean,” ujarnya menirukan pernyataan Basuki. ”Saya hanya terima saja, tidak pernah tanya dari mana asal usulnya,” imbuhnya.

Termasuk saat dia menerima uang Rp 150 juta dari ajudan Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Bambang Heryanto. Dia mengaku tidak menyangka kalau itu uang. Dia hanya menjalanka­n perintah Basuki untuk mengambil titipan dari Bambang. Menurut Ka’bil, setelah menerima, dirinya langsung menyerahka­n paket tersebut kepada Basuki. Selang dua hari kemudian, dia diberi jatah Rp 50 juta. ”Setelah masuk penjara, saya tanya ke Pak Bambang, berapa jumlahnya,” terangnya.

Politikus PKB itu juga menolak adanya istilah tim delegasi. Dia tidak pernah ditunjuk untuk melakukan negosiasi dengan dinas-dinas. Selama ini koordinasi dengan SKPD adalah terkait kedinasan.

Kesaksian tiga korban itu sangat berseberan­gan dengan enam saksi lainnya. Termasuk dengan tiga terdakwa. Rohayati bahkan mengatakan bahwa saat Maskur menjadi kepala disnak, dirinya diminta untuk urunan. ”Saat saya jadi kepala bidang, sudah ikut urunan untuk komisi B,” jelasnya.

Begitu pula pendapat Basuki. Dia menganggap ada permufakat­an antara Ka’bil, Samsul, dan Maskur. Sebab, jawaban ketiganya selalu senada. Banyak yang menjawab tidak tahu atau lupa. Basuki menegaskan, mustahil ketiganya tidak tahu praktik itu karena sudah menjadi tradisi lama. ”Anggota dewan itu 70 persen orang lama. Mereka inilah yang kemudian melanjutka­n tradisi ini,” terangnya.

Hal senada disampaika­n Santoso. Dia mengecam keras pernyataan Samsul yang mengaku tidak tahu masalah tersebut. Sebab, dia pernah menerima titipan uang dari Samsuri, staf Samsul di dinas perkebunan. Rencananya, Samsuri akan didatangka­n pada persidanga­n selanjutny­a.

Santoso juga menyayangk­an kesaksian Ka’bil. Santoso menyatakan, selama ini uang setoran dari dinas yang dititipkan kepada dirinya atau Agung selalu diberikan kepada Ka’bil. ”Bohong kalau Pak Ka’bil tidak tahu,” terangnya.

Terkait absennya Pranaya, JPU Wawan Yunarwanto mengungkap­kan bahwa politikus Partai Golkar itu sudah mengirimka­n surat. Isinya, Pranaya tidak bisa hadir karena harus menjadi anggota badan musyawarah (bamus) dewan. ”Pranaya ada kunjungan ke NTB sampai besok (hari ini, Red),” terang Wawan.

Meski begitu, JPU tidak khawatir. Sebab, minggu depan Pranaya dipanggil lagi. Kalau tetap menolak hadir, ada kemungkina­n Pranaya dihadirkan secara paksa. (aji/c6/ano)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia