Jawa Pos

Bos Properti Dikeroyok Preman

-

SURABAYA – Bisa jadi kemarin adalah hari paling menegangka­n bagi pasutri Tommy Wijaya-Ading Cahyawati. Bos usaha properti itu dikeroyok preman saat memindahka­n inventaris perusahaan­nya di Ruko Icon 21 di kawasan Gununganya­r kemarin.

Cerita bermula ketika Tommy dan istrinya datang ke kompleks usaha mereka di ruko tersebut sekitar pukul 11.00 kemarin

Saat berada di pintu masuk, mereka dihadang sekelompok orang tak dikenal yang mengaku sebagai pihak keamanan kantor itu.

Kepada petugas, Tommy menyatakan bahwa orang-orang tersebut bertingkah seperti preman dan mengusir mereka dengan kasar. Bahkan, dengan seenaknya, orang-orang itu meminta pasutri tersebut untuk berada jauh-jauh dari ruko itu. Tentu saja, Tommy yang merupakan bos di kantor tersebut tak terima.

Adu mulut pun terjadi. Tak sekadar adu mulut, para preman itu juga mendorong Tommy dengan kasar ke luar area ruko. Bahkan, salah seorang di antara mereka mengalungk­an lengannya ke leher Tommy. ’’Ditarik paksa. Ada sekitar delapan orang, Mas,’’ ungkapnya.

Ading juga didorong paksa untuk keluar dari area kantor. Dia pun terjatuh. Namun, dia tidak kehilangan akal. Dia kemudian merekam sejumlah wajah dan insiden pengeroyok­an tersebut via handphone- nya. ’’Biar ada buktinya kalau lapor polisi,’’ katanya dengan nada geram. Foto yang ditampilka­n di atas adalah foto yang diambil Ading.

Tommy menjadi korban dengan luka paling parah dari insiden kemarin. Tak hanya dipiting, dia juga dihajar empat preman di area parkiran ruko itu. Namun, Tommy juga sempat melawan. Beberapa pengeroyok pun sempat terjeremba­p di selokan ruko. Karena kalah jumlah, Tommy pun babak belur. Apalagi, dia membawa istri.

Mengkhawat­irkan keselamata­n diri dan istrinya, Tommy lantas mundur teratur dan keluar area ruko tersebut. Namun, bukan langsung pulang ke rumah, pasutri itu memilih melaporkan insiden tersebut ke Polrestabe­s Surabaya.

Sejumlah luka lebam dan lecet menghiasi leher, lengan, dan kakinya saat melapor ke SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) Polrestabe­s Surabaya sekitar pukul 12.00. Ading terus mendamping­i suaminya yang terluka tersebut.

Di bagian belakang kaus Tommy tampak sejumlah bekas tanah saat dikeroyok di lokasi kejadian. Tanpa sempat visum, dia diminta dua anggota piket Satreskrim Polrestabe­s Surabaya untuk mengecek lokasi kejadian.

Mereka mencari sejumlah informasi para pengeroyok itu selama sejam. Polisi yang datang ke lokasi kejadian berusaha memetakan sejumlah orang berdasar ciri-ciri khusus menurut keterangan awal korban.

Selain itu, mereka mencari sejumlah ’’luka’’ di beberapa bagian kantor yang bisa jadi petunjuk awal. Tapi, hasilnya nihil. Polisi tak menemukan barang yang rusak saat terjadi pengeroyok­an. Petugas juga tidak menemukan seorang preman pun yang masih beredar di dekat lokasi kejadian.

Setelah itu, dua pelapor dan dua reserse tersebut kembali ke mapolresta­bes. ’’Anda bisa ke poliklinik atau ke rumah sakit terdekat untuk minta visum,’’ ujar seorang petugas berkaus merah khas tim antibandit.

Luka yang diderita Tommy dan Ading tergolong ringan. Hanya lecet dan lebam. Namun, keduanya terlihat shock saat diwawancar­ai Jawa Pos. Napas Tommy beberapa kali tersengal. Ading masih panik dan menghubung­i sejumlah rekannya. Mereka lantas berpamitan untuk melakukan proses visum bersama polisi.

Setelah melakukan pelaporan, biasanya kepolisian segera menentukan unit yang ditunjuk untuk menangani kasus itu. Bisa Unit Jatanras, Unit Resmob, ataupun Unit PPA lantaran ada korban perempuan. ’’Yang jelas, segera kami tindak lanjuti,’’ tegas Kasatreskr­im Polrestabe­s Surabaya AKBP Leonard Sinambela.

Setelah ditelusuri, diduga latar belakang insiden tersebut adalah belum selesainya proses akuisisi perusahaan. Tommy menjalanka­n bisnis properti bersama seorang rekannya sejak tahun lalu. Namun, keduanya pecah kongsi dan kini dalam proses pemisahan. Mereka tak lagi mengelola bisnis bersama.

Saat insiden itu, dia datang ke kantor dengan membawa sejumlah dokumen resmi. Mulai akta pendirian perusahaan, surat kesepakata­n, dan surat pengambila­n inventaris. Sejatinya, Tommy dan Ading merupakan direktur perusahaan. Tapi, hal tersebut tak digubris para preman itu. Mereka tetap mengusir keduanya dari kantor sendiri.

Kuat dugaan, para centeng ter se but merupakan orang suruhan rekan bisnisnya itu. Pasalnya, salah seorang preman menyebut nama rekannya tersebut sebagai bosnya. Mereka diperintah untuk mensterilk­an lokasi kantor dari aktivitas Tommy. ( mir/ c22/ ano)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia