Asah Keterampilan untuk Masa Depan
Anak berkebutuhan khusus butuh pembelajaran yang menyenangkan. Tak melulu di kelas, tetapi juga di luar kelas yang menunjang keterampilannya.
MENYANDANG status berkebutuhan khusus bukan berarti tak bisa berprestasi. Justru, para pengajar harus menggali dan mengasah kemampuan anak berkebutuhan khusus (ABK) agar menjadi bekal keterampilan di masa mendatang. Hal itu pula yang dilakukan para pengajar Sekolah Luar Biasa (SLB) Juwetkenongo, Porong.
Saat bertandang ke sekolah yang tak jauh dari Puskesmas Porong itu, suasana kelas mulai sepi. Sebab, jadwal pelajaran akademik di dalam kelas selesai pada pukul 10.30. Namun, beberapa ruangan di halaman belakang justru lebih ramai. Ternyata kegiatan belajar-mengajar (KMB) bergeser ke area tersebut. Para siswa melakukan aktivitas ekstrakurikuler. Ada kelas olahraga, seni tari, bernyanyi, merajut, kerajinan tangan, dan menjahit.
”Tidak seperti di sekolah umum. Kalau di sini, kegiatan ekstrakurikuler dilakukan setiap hari. Karena ini untuk mengasah kemampuan berpikir anak-anak,” ungkap Kepala SLB Juwetkenongo Rini Istiadi.
Terlihat beberapa siswa laki-laki dari tingkat SMP asyik bermain tenis meja. Mereka berada pada grade B. Yakni, penyandang tunawicara dan tunarungu. ”Mereka latihan untuk maju Porkab (pekan olahraga kabupaten, Red),” terang Rini. Kemudian, ada juga beberapa siswi yang belajar menari bersama guru pembimbing.
Di kelas paling ujung, banyak sepatu yang tertata rapi di luar pintu. Kelas itu merupakan ruangan untuk membuat aneka kerajinan tangan. Misalnya, menjahit, merajut, dan membuat kerajinan makrame.
Di dalam ruangan tersebut, ada tiga guru pembina kerajinan tangan. Mereka adalah Sri Sugiharti, Hermin Arifah, dan Sulastri. Juga, Ernawati, salah seorang wali murid yang rajin membagikan ilmunya membuat kerajinan makrame atau tas dari tali kur. Beberapa murid tengah sibuk melanjutkan tas rajut yang dibikin.
Rifky Fanturahman, salah satunya. Dia sibuk mengikatkan tali kur satu per satu sesuai dengan pola yang dibuat. ”Rifky ini pintar bikin tas. Hasilnya kuat dan dia modifikasi polanya sendiri,” kata Hermin sembari menunjukkan tas yang sudah dibuat Rifky. Saat membuat tas makrame, Hermin harus menemani Rifky. ”Soalnya dia gampang bosan,” ujarnya.
Melihat gerak mulut sang guru, Rifky lantas menimpali dengan bahasa isyarat. ”Nanti berhenti buat ini. Mau jadi tentara saja biar bisa menembak,” kata Rifky sembari menunjukkan isyarat tembakan dengan kedua tangannya, lalu tertawa. Kegiatan itu selalu dilakukan di SLB Juwetkenongo setiap hari.
”Anak-anak yang ekstrakurikuler menjahit sedang kursus di Lawang,” ucap Sri. Dia menyatakan bahwa hasil karya murid-muridnya kerap diikutkan pameran. ”Banyak yang laku. Salah satunya ya waktu SIEDEX sama Jawa Pos itu,” ungkapnya.
Ke depan, platform pemasaran melalui website segera dibuat. ”Sudah ada perajin sepatu yang pesan sandal kayu dengan hiasan kain perca bikinan siswa-siswa SLB Juwetkenongo,” kata Rini bangga. (via/c21/ai)