Jawa Pos

Tiga Generasi, Resep Tempe Tak Berubah

-

ADA 18 pengusaha tempe rumahan di Desa Prambon, Kecamatan Prambon. Yang paling banyak terdapat di Dusun Semampir, Desa Prambon. Ada 16 pembuat tempe di sana. ’’Ada yang dijual ke pasar. Ada yang diambil. Ada pula yang dijual keliling,’’ terang Kepala Dusun Semampir Paijo.

Di antara belasan usaha tersebut, yang tertua adalah usaha milik Muhammad Rofik di RT 2, RW 3, Dusun Semampir. Bisnis tersebut dimulai pada 1960. Yang mengawali adalah kakek Rofik yang akrab disapa Mbah Sartun. Usaha itu kemudian dilanjutka­n Sanadi, bapak Rofik. Sejak 2005, usaha tersebut dipegang Rofik hingga kini.

’’Saya generasi ketiga. Resepnya tetap sama,’’ kata Rofik. Kedelai yang digunakan adalah kedelai impor dari Amerika. ’’Kalau kedelai lokal, carinya cukup sulit,’’ lanjut suami Uswatun Hasanah itu. Tempe dibuat selama tiga hari tanpa campuran apa pun. Hanya kedelai dengan ragi.

Rofik menceritak­an, ada pula pembuat tempe dengan menggunaka­n bahan campuran pepaya, singkong, serta karak alias nasi aking. Tujuannya, tempe yang dihasilkan lebih banyak. Namun, bahan-bahan itu tentu saja akan memengaruh­i keaslian rasa tempe. Ketahanan tempe juga lebih singkat. ’’Karena itu, saya enggak berani mengubah resep,’’ tegas Rofik.

Tanpa campuran, tempe Rofik bisa bertahan hingga 24 jam tanpa dimasukkan kulkas. Jika dimasukkan kulkas, keawetan bisa sampai tiga hari untuk tempe iris dan seminggu untuk tempe yang dibungkus plastik.

Karena konsistens­i produk tersebut, Rofik memiliki pelanggan tetap. Mulai Sidoarjo hingga Mojokerto. Yang sudah berlanggan­an biasa mengambil langsung ke rumah Rofik. ’’Dulu pada 2005 sempat dagang keliling. Tapi, pada 2008 mulai jadi tempat kulakan,’’ katanya.

Pada 2005, Rofik mengawali usaha dengan membuat tempe dari 3 kilogram kedelai. Semakin lama semakin bertambah. ’’Pada 2008 saat sudah jadi tempat kulakan. Saat itu mulai produksi tempe dari 40 kilogram kedelai,’’ ungkap pria kelahiran Bojonegoro, 11 Agustus 1978, tersebut.

Kini dalam sehari Rofik menghabisk­an rata-rata 1 kuintal kedelai untuk bahan tempe. Jumlah tersebut bisa bertambah saat Ramadan atau Lebaran. Selama 13 tahun menjadi pengusaha tempe, bapak dua anak tersebut mengaku tidak pernah ditipu pelanggan.

Namun, ada dukanya, yakni saat tempe telat jadi karena faktor cuaca. ’’Harusnya dalam tiga hari tempe sudah jadi. Karena hujan, bisa molor sampai empat hari,’’ katanya.

Pernah pula pada 2014 selama dua minggu berturut-turut tempe buatannya membusuk. Padahal, saat itu dalam sehari dia memproduks­i dengan 1,5 kuintal kedelai. ’’ Ternyata busuk karena kebanyakan ragi. Buat pengalaman dan pelajaran itu,’’ ujarnya. (uzi/c5/ai)

 ?? FIRMA ZUHDI/JAWA POS ?? TURUN-TEMURUN: Muhammad Rofik (kiri) dan Uswatun Hasanah membuat tempe di rumahnya.
FIRMA ZUHDI/JAWA POS TURUN-TEMURUN: Muhammad Rofik (kiri) dan Uswatun Hasanah membuat tempe di rumahnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia