Setnov dan Soeharto
B UKAN Setya Novanto (Setnov) namanya kalau tidak memunculkan kegaduhan. Pada 2015 Setnov pernah bikin heboh kasus papa minta saham. Pada 1999 kasus hak tagih ( cessie) Bank Bali Rp 546 miliar membuat namanya begitu melegenda sebagai ”orang sakti”. Sekarang kasus e-KTP. Puncak kegaduhannya terjadi tatkala Setnov mengalami kecelakaan yang berakhir dengan penahanannya (meski tetap dibantarkan).
Setelah Setnov menyandang status tahanan KPK, kita menunggu-nunggu proses hukum lanjutannya. Agenda ketegangannya adalah sampai kapan Setnov bakal betah terus-menerus terbaring sakit di RSCM. KPK tentu memercayakan kepada tim dokter independen untuk mengukur tingkat keparahan sakit Setnov. Publik berharap kasus e-KTP tidak macet gara-gara sakit Setnov.
Sebaliknya, jika Setnov tak kunjung sembuh, kelanjutan kasus e-KTP bisa berproses seperti kasus korupsi mantan Presiden Soeharto. Penguasa 32 tahun Orde Baru itu berkali-kali gagal diadili karena mengalami kerusakan otak permanen (demensia). Sakit yang mengakibatkan Soeharto mengalami lupa ingatan. Bahkan, bukan hanya gangguan memori, demensia juga ditandai dengan kerusakan kognitif.
Apa sakit Soeharto bakal ”mengilhami” sakit Setnov? Apakah ada gelagat Setnov bakal mengalami demensia atau minimal amnesia sehingga melupakan masa lalu kasusnya? Tentu kita tidak berharap. Kita sepantasnya menghormati sisi kemanusiaan Setnov. Tak elok rasanya mendoakan nasib Setnov bakal berakhir seperti Soeharto. Sekalipun keduanya dibesarkan dari partai yang sama: Golkar.
Meski demikian, gejala Setnov sakit lupa ingatan setidaknya tergambar saat dia menjadi saksi untuk terdakwa Andi Agustinus Narogong di pengadilan tipikor pada 3 November lalu. Dia hanya merespons pertanyaan hakim dengan ja- waban ”saya lupa”, ”saya tidak tahu”, dan ”tidak kenal”.
Lalu apa kaitan kesaksian Setnov dengan kecelakaan yang mengakibatkan benjolan di pelipis kirinya yang rawan benturan di otak? Tentu yang bisa menjawab Setnov sendiri. Kita tidak boleh berasumsi, apalagi menghakimi, bahwa semua tak lebih sekadar fragmen dari skenario Setnov lolos dari kasus e-KTP. Semoga masih ada hati nurani dan akal sehat di sana. Mari berdoa untuk kesembuhan Setnov. (*)