Kurangi Pengangguran, Ajak Ibu-Ibu Bekerja
Perempuan yang satu ini tidak hanya mahir membordir. Dia juga rajin memberdayakan warga sekitar. Berkat kiprahnya, perekonomian warga di lingkungannya ikut meningkat.
JATUH bangun sudah jadi bagian hidup Kartini saat memulai bisnis pada 2009. Usaha yang dia rintis berawal dari pelatihan wirausaha yang difasilitasi Pemkot Surabaya. Saat itu dia mengikuti pelatihan menjahit. Kartini bersama kelompok PKK Kedurus lantas mengaplikasikan ilmu yang didapat.
Setahun mengaplikasikannya, Kartini memutuskan memulai usaha sendiri. Namun, kali ini yang dia lakukan berbeda. Kreasinya ditambah dengan teknik bordir. Awal memulai, Kartini hanya membuat produk home design seperti taplak meja, penutup kulkas, dan sarung bantal sofa. Namun, perputaran uangnya lambat. Tidak banyak orang yang membeli. ’’ Lha wong orang pakai taplak belinya sekali, nggak gantiganti,” ujar perempuan 51 tahun itu.
Dia lantas berkreasi dengan bordir dan bahan kain lain. Berbagai jenis kain sudah pernah dia coba. Yang paling cocok adalah kain denim. Kain tersebut kaku, tetapi serat dan warnanya memiliki kesan elegan.
Kain itu lantas dipadupadankan dengan bordir. Namun, teknik yang digunakan berbeda dengan bordir kebanyakan. Dia memadupadankan lagi bordir tersebut dengan kain perca.
Proses awalnya, kain perca digunting sesuai motif gambar. Misalnya, motif yang digunakan adalah bunga. Maka, kain perca digunting seperti bentuk bunga, lalu ditempelkan pada kain denim. Setelah itu, tepi kain perca dibordir. Dengan teknik tersebut, Kartini berhasil membikin berbagai produk. Misalnya, dompet dan tas dengan beragam varian. Mulai dompet koin hingga tas laptop.
Saat ini ada 16 orang yang membantu Kartini. Meski sudah memiliki karyawan, Kartini selalu turun tangan selama proses produksi. ’’Untuk menjaga kualitas dan sebagai quality control,’’ ucapnya.
Sebanyak 16 orang yang membantunya itu merupakan warga sekitar kampung di Jalan Kedurus IV. ’’Banyak ibu di sini yang nganggur, lalu saya ajak bekerja,’’ katanya. Pekerjaan yang dilakukan biasanya menempel kain perca atau menjahit. Pekerjaan itu bisa dilakukan ibu-ibu di rumah masing-masing. Dengan pekerjaan tersebut, ekonomi keluarga mereka perlahan meningkat.
Ilmu yang dia tularkan itu membuahkan hasil. Beberapa warga akhirnya bisa membuka usaha bordir sendiri. Tentu saja, Kartini tidak merasa tersaingi. Dia justru senang bisa berbagi ilmu dengan orang lain. ’’Sudah ada pasarnya sendiri-sendiri. Saya malah senang bisa membantu,’’ ungkapnya.
Berkat kegigihan Kartini, usahanya bisa meraup omzet minimal Rp 40 juta per bulan. Berbagai penghargaan pun datang silih berganti. Baik tingkat kota maupun provinsi. Yang paling anyar, Kartini meraih penghargaan atas upayanya memberdayakan masyarakat sekitar. ’’Dapat penghargaan Tenaga Kerja Mandiri Berprestasi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur,’’ jelasnya.
Beberapa penghargaan lain yang pernah diterima, antara lain, juara I lomba Karya Penanggulangan Kemiskinan Surabaya pada 2014, juara I Industri Kreatif Pahlawan Ekonomi Surabaya pada 2016, dan juara Karya Cipta Adinugraha pada 2016.
Produknya kini dipajang di berbagai etalase. Salah satunya, di pojok UKM milik Pemkot Surabaya. Selain itu, hasil karyanya kini terpajang di beberapa bandara internasional Indonesia. Misalnya, di Balikapapan, Makassar, dan beberapa tempat lain. Kini Kartini sibuk melebarkan usahanya. Ibu dua anak tersebut ingin membidik pangsa pasar yang lebih besar, yakni suvenir pernikahan. (*/c20/oni)