Akhire Padang, Rek
FR Dolog Beres, Tinggal Wonokromo
SURABAYA – Sumbatan frontage
(FR) di Dolog akhirnya benarbenar terbuka. Kemarin (20/11) pemkot berhasil membongkar satu rumah yang selama ini menghadang proyek FR.
Bangunan itu selama ini sulit dibongkar karena menjadi sengketa keluarga. Pembongkaran bisa dilakukan setelah proses konsinyasi di pengadilan negeri (PN) berakhir. Hasilnya, satu persil bangunan tersebut berhak mendapat ganti rugi dari pemkot sebesar Rp 2,2 miliar.
Dinas PU bina marga dan pematusan (DPUBMP) mengerahkan dua alat berat untuk merobohkan satu bangunan tersebut. Pem- bongkaran diteruskan dengan penggalian tanah untuk pemasangan box culvert. ’’ Akhire padang, Rek (Akhirnya terang, Rek),” kata Erna Purnawati, kepala DPUBMP Surabaya, ketika bangunan berhasil dirobohkan. Jalan frontage sisi barat pun langsung terlihat lebar. ’’Kalau begini kan nggak sumpek lihatnya. Los,” lanjutnya.
DPUBMP tidak ingin bersantai lagi. Sebab, waktu pengerjaan fisik tinggal tiga minggu. Kontraktor harus mempercepat pekerjaan. Kemarin terlihat ada yang menuntaskan pembangunan jalur pedestrian
Ada pula yang memasang box culvert. Hingga sekitar pukul 17.00 kemarin, pengerjaan fisik masih berlangsung. ’’Sudah tidak menunggu lagi. Langsung dikerjakan. Kalau sudah dibongkar, langsung kebut pengaspalan,” ujar Erna.
Dia menuturkan, pengerjaan fisik untuk menyelesaikan sisa lahan frontage road Dolog membutuhkan waktu sekitar tiga minggu. Panjang jalan yang masih harus diselesaikan sekitar 30 meter dengan lebar 24 meter. Itu termasuk jalur pedestrian selebar 4 meter.
’’Kontraktornya sudah menyanggupi. Tahun ini harus sudah beres,” ujarnya.
Dengan selesainya pembongkaran bangunan di Dolog, tugas pemkot kini tinggal menyelesaikan FR di ruas Wonokromo. Namun, pelebaran jalan belum bisa dilakukan tahun ini. Sebab, belum ada penetapan lokasi (penlok) dari pemprov. ’’Urusannya nanti pemprov sama bappeda (badan perencanaan dan pembangunan daerah),” katanya.
Setelah frontage road sisi barat tuntas, Dinas Perhubungan ( Dishub) Surabaya bersiap mengatur rekayasa lalu lintas. ’’Tinggal menunggu rekayasa di Jalan Raya Jemur Ngawinan,” kata Irvan Wahyudrajat, Kadishub Surabaya.
Irvan mengatakan, Jalan Raya Jemur Ngawinan akan menjadi jalur khusus menuju frontage road sisi timur. Dishub juga akan memasang traffic light di Jalan Jemur Handayani, tepatnya di depan kantor BRI, sebagai jalur putar balik. Sedangkan frontage road sisi barat tetap digunakan untuk jalur menuju Jalan Ahmad Yani. ’’ Tidak ada perubahan untuk frontage road sisi barat,” terangnya.
Dishub juga sudah merancang jalur khusus sepeda di FR sisi barat. Selain itu, akan dibuat jalur angkutan trunk. Sebab, mulai awal tahun depan, trunk dioperasikan. ’’Kami memang menunggu frontage road di depan kantor dinkes ini selesai agar bisa dibuat jalur trunk,” terangnya.
Sementara itu, hingga kemarin kemacetan masih terjadi di FR dekat Royal Plaza. Palang pintu lintasan kereta api (KA) memang sudah dilebarkan. Pos jaga juga telah dipindah. Namun, pengaspalan di lahan bekas pos tersebut masih belum dilakukan. Akibatnya, jalan tetap sempit. Laju kendaraan pun melambat. ’’Kami prediksi kemacetan bisa sampai depan kantor UMC Motor,’’ kata Kabid Lalu Lintas Dishub Robben Rico.
Robben berharap pengaspalan di lintasan KA itu segera tuntas. Dengan begitu, kemacetan yang sekarang menjadi langganan di Royal Plaza bisa berakhir. Jika pengaspalan tidak segera tuntas, antrean kendaraan akan semakin parah. Apalagi setelah sumbatan di FR Dolog bisa dibongkar. ’’Kendaraan dari arah selatan akan semakin nggeruduk ke titik itu,’’ ungkap dia.
Sementara itu, Kepala Biro Administrasi dan Pemerintahan Pemprov Jawa Timur Anom Surahno menyatakan, pemprov mendukung program pemkot untuk infrastruktur jalan. Namun, pihaknya belum berani mengeluarkan penlok karena menunggu kelengkapan administrasi dari pemkot. Kalau sudah lengkap administrasinya, penlok langsung dikeluarkan,’’ katanya.
Anom menuturkan, sesuai pembahasan bersama pemkot sebelumnya, pembangunan FR Wonokromo belum tertuang pada Perda Nomor 12 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Surabaya. Dalam perda tersebut hanya tercantum program pemantapan dan pengembangan jalan arteri primer. Akhirnya, nama programnya disesuaikan dengan RTRW,’’ katanya.
Jalan Raya Wonokromo berstatus jalan arteri primer atau jalan nasional. Artinya, jalan tersebut menjadi kewenangan pemerintah pusat. Dengan begitu, ketika pemkot akan meningkatkan kapasitas jalan nasional, harus ada koordinasi dengan Balai Besar Peningkatan Jalan Nasional Wilayah VIII Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR). Pak Gubernur sendiri sudah mendukung dan penlok sudah disiapkan. Tinggal menunggu administrasinya saja. Saya dengar pemkot juga sudah berkoordinasi,’’ tuturnya. (ayu/riq/c7/c15/oni)