Jawa Pos

Tidak Semua Sekolah Punya Komputer

Simulasi Pelaksanaa­n UNBK

-

SURABAYA – Pelaksanaa­n simulasi ujian nasional berbasis komputer (UNBK) jenjang SMP rupanya tidak berlangsun­g menyeluruh. Uji coba untuk mengecek kesiapan sarana UNBK itu tidak dilakukan oleh beberapa sekolah. Terutama sekolah swasta yang tidak memiliki saranapras­arana memadai.

Misalnya, pantauan Jawa Pos di SMP PGRI 8. SMP tersebut tidak memiliki satu pun fasilitas untuk UNBK. Salah satunya komputer. Karena itu, pihak sekolah tidak mengikuti simulasi. ”Kami belum siap,” ujar salah seorang guru.

Untuk pelaksanaa­n UNBK, sekolah menyewa 15 unit komputer. Untuk menyewa komputer itu, sekolah mengeluark­an dana Rp 3,75 juta

Belum lagi, lanjut guru tersebut, biaya sewa satu komputer server mencapai Rp 3 juta. ”Itu sudah sama teknisinya. Jadi kalau ada apa-apa, ada yang menangani,” ujar guru tersebut.

Dengan biaya tersebut, sekolah terpaksa mendiskusi­kannya dengan wali murid. Beruntung, para wali murid dapat mengerti kondisi sekolah. Karena itu, setiap anak mengumpulk­an biaya Rp 190 ribu untuk bisa mengikuti UNBK. Tahun ini kondisi yang sama sepertinya terulang.

Bahkan, hingga sekarang 15 komputer itu masih berada di sekolah. Semuanya ditempatka­n di ruangan sempit berukuran 4 x 3 meter. Rupanya, menurut guru tersebut, pihak rental belum mengambiln­ya. Sebab, sangat mungkin sekolah menyewanya lagi untuk UNBK mendatang. ”Hanya servernya yang diambil,” imbuhnya.

Sebetulnya, pihak sekolah pernah menumpang di sekolah lain untuk melaksanak­an UNBK. Namun, sekolah yang ditumpangi tersebut mematok biaya sewa untuk setiap siswa. Setidaknya, lanjut guru itu, biaya per siswa Rp 100 ribu. Setelah dihitung-hitung, hal tersebut merepotkan siswa dan guru.

Setidaknya harus ada transporta­si untuk membawa siswa ke sekolah yang ditumpangi tersebut. Karena itu, sekolah memilih untuk menyewa komputer sendiri. Siswa tidak perlu repot berangkat ke sekolah lain untuk menumpang. ”Mereka juga lebih nyaman di sekolah sendiri,” katanya.

Bukan hanya SMP PGRI 8 yang mengalami kesulitan. SMP Jalan Jawa juga demikian. Sekolah tersebut tidak mengikuti simulasi. Sebab, memang tidak ada fasilitas untuk itu.

Meski demikian, sekolah tetap mengupayak­an pelaksanaa­n UNBK dengan menyewa komputer. Untuk yang lumayan bagus, sekolah mengeluark­an biaya sewa Rp 350 ribu per komputer. Komputer yang dipinjam berjumlah 30 unit. Jumlah itu, lanjut salah seorang guru, sama dengan yang digunakan pada UNBK tahun sebelumnya.

Dengan kondisi yang belum banyak berubah, kata guru tersebut, tidak tertutup kemungkina­n sekolah kembali menyewa komputer. Sebab, 94 siswa harus tetap mengikuti UNBK pada 2018. Karena itu, sekolah harus mencari jalan keluar agar siswa tidak tertinggal.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya Ikhsan menuturkan bahwa saat ini seluruh sekolah pelaksana UNBK terus berkoordin­asi dengan masingmasi­ng subrayon. Koordinasi tersebut bertujuan untuk mengetahui sekolah mana saja yang membutuhka­n penanganan perihal kesiapan UNBK.

Sejak Senin (20/11), Ikhsan menyatakan, seluruh simulasi berjalan lancar. Sekolah sudah mampu menyelengg­arakan ujian. ”Seluruhnya berjalan lancar. Tidak ada kendala,” jelasnya.

Saat ditanya soal penyewaan komputer oleh sekolah yang belum memiliki sarpras, Ikhsan mengatakan bahwa hal tersebut diperboleh­kan. Anggaran untuk penyewaan komputer itu bisa diambil dari dana bantuan operasiona­l sekolah (BOS).

Selain menyewa, jika belum memiliki jumlah komputer sesuai dengan kebutuhan, sekolah bisa meminjam laptop dari siswa atau wali murid. Tentu, peminjaman itu harus berdasar kesepakata­n kedua pihak. Usulan peminjaman laptop bagi sekolah yang belum memiliki sapras tersebut juga diperboleh­kan oleh pusat.

Ikhsan menambahka­n, untuk mempersiap­kan UNBK 100 persen, dispendik telah menyiapkan tiga skema yang bisa dipilih sekolah. Pertama, sekolah bisa menyelengg­arakan secara mandiri dengan mempertimb­angkan kecukupan sarpras yang ada.

Kedua, jika tidak memiliki sarana dan prasarana yang sesuai dengan jumlah peserta UNBK, sekolah bisa menggabung dengan satu yayasan. Skema kedua itu bisa dilakukan sekolah swasta yang biasanya memiliki banyak jenjang pendidikan dalam satu yayasan.

Misal, satu yayasan memiliki jenjang pendidikan dari SD, SMP, hingga SMA/SMK. Ketika UNBK berlangsun­g, siswa SMP di yayasan tersebut bisa meminjam saspras yang ada di SMA/SMK. Langkah tersebut bisa dilakukan lantaran jadwal pelaksanaa­n UNBK di setiap jenjang pendidikan berbeda. ”Jadi, bisa gantian pakai sarprasnya,” terangnya.

Skema ketiga, dispendik akan menggunaka­n sistem wilayah untuk SMP yang belum memiliki sarpras lengkap. Sekolah tersebut bisa menggabung di SMP lain yang lokasinya berdekatan. ”Dengan ini, seluruh sekolah bisa menyelengg­arakan UNBK,” jelasnya. (kik/elo/c6/git)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia