Beri Pemuda Kesempatan, Bukan Ceramah
SURABAYA – Perbedaan tidak dapat ditampik. Harapan untuk bersatu tidak mudah diwujudkan. Karena itu, kunci utamanya adalah kolaborasi. Hal itu diungkapkan
Dahlan Iskan dalam Seminar Nasional Peran Kreatif Pemuda dalam Membangun
Persatuan Indonesia di Universitas Pelita Harapan (UPH) kemarin (21/11).
Materi yang disampaikan Dahlan meneruskan pembicara sebelumnya, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf dan pendiri pusat pendidikan kreatif Krya.id Antonius Malem Barus. ”Saya sepakat dengan Pak Anton bahwa kolaborasi adalah jembatan terbaik,” ujar Dahlan.
Mantan menteri BUMN itu mengatakan, kolaborasi identik dengan kerja sama yang saling menguntungkan. Berbeda dengan bersatu yang seolah-olah harus ada pengorbanan. Meskipun begitu, kolaborasi tidak mudah.
Dahlan lantas mengundang beberapa mahasiswa untuk maju. Mereka diberi kesempatan untuk bercerita tentang pengalaman berkolaborasi dalam perbedaan. Salah satunya adalah Clarissa Ribka.
Mahasiswa Jurusan Hukum UPH itu mengaku sering melakukan kolaborasi selama kuliah. Utamanya dalam pelaksanaan beberapa kepanitiaan untuk sebuah acara. Perbedaan jurusan membuat cara kerja mereka tak sama.
Clarissa mencontohkan, tak semua anggota panitia menurut pada aturan yang dibuat. Misalnya aturan untuk membayar denda saat terlambat. Di sisi lain, tak semua anggota berani menegakkan aturan. Untuk melanjutkan kolaborasi itu, Clarissa lantas bersikap. Karena sebal melihat anggota lain tak dihukum saat terlambat, Clarissa berniat terlambat esok harinya. ”Besok kalau terlambat tidak didenda, saya mau terlambat saja,” kata mahasiswa angkatan 2016 itu.
Menurut Dahlan, sikap Clarissa sangat bijaksana. Meskipun protes, Clarissa tidak mengeluarkan kalimat menyerang. Dia juga menggunakan diri sendiri untuk membuat perumpaan. ”Dia tidak bilang kita akan terlambat kalau tidak ada denda. Ini bagus,” puji Dahlan.
Rupanya, menurut Dahlan, cara menuntaskan perbedaan seperti itu patut ditiru. Tidak perlu ada kalimat menyerang yang berujung konflik. Sebab, sebetulnya perbedaan memang tidak bisa dihindari.
Selain itu, ada pertanyaan tak biasa. Vincentius Evan Christy, mahasiswa semester I, bertanya kepada Dahlan tentang guna kenakalan. Mendengar pertanyaan itu, Dahlan sempat menghela napas panjang. ”Menurutmu, apa gunanya nakal?” tanyanya balik.
Hal itu mengundang tawa hadirin. Evan bercerita bahwa saat melihat suatu larangan, anak nakal akan menerobosnya. Menurut Dahlan, hal itu justru bagus. Sebab, karena kebandelan itu, anak nakal lebih kreatif.
Kenakalan, lanjut dia, bernilai positif saat menemukan lingkungan yang tepat. Sebab, talenta anak nakal harus disalurkan dengan benar. Dahlan menceritakan kisah anak nakal yang pernah mendatanginya. Dengan hidup yang berantakan dari hasil kenakalan itu, anak tersebut menemukan talenta lain. ”Kalau ndak nakal, dia tidak bisa jadi ahli desain teknik yang hebat,” tutur dia.
Ya, menurut Dahlan, anak muda harus diberi kesempatan. Bukan sekadar ceramah. ”Pemuda yang minta nasihat itu cuma pura-pura. Yang mereka butuh itu kesempatan,” tegasnya. (kik/c11/nda)