Jawa Pos

Ide Rizal Lahir dari Sekolah Anak, Gagasan Lendo Muncul di Bui

Gerakan Sekolah Menyenangk­an Muhammad Nur Rizal menekankan pada perubahan pola pikir guru. Adapun sekolah alam Lendo Novo yang kini berkembang luas mengelimin­asi faktorfakt­or yang membuat sekolah jadi mahal.

- M. HILMI SETIAWAN, Tangerang Selatan

MUHAMMAD Nur Rizal kaget ketika suatu hari sang anak, Aliya Zahra, tak mau pulang dari sekolah. Padahal, jam belajar telah selesai

” Ternyata setelah saya perhatikan, sekolah seperti ini yang diinginkan Ki Hadjar Dewantara. Sekolah yang menyenangk­an,” katanya ketika ditemui setelah memberikan pelatihan kepada guru-guru se-Tangerang Selatan di Serpong (22/11).

Sekolah tersebut berada di Melbourne, Australia. Saat itu suami Novi Chandra tersebut memang tengah berkuliah di Monash University.

Pengalaman bersama Aliya itulah yang lantas mendorong Rizal bersama sang istri untuk menelurkan Gerakan Sekolah Menyenangk­an (GSM). Didasari semangat untuk mengembali­kan hakikat sekolah seperti yang digagas Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara dulu.

Yakni, Taman Siswa. Sekolah sebagai taman. ”Layaknya taman, sekolah harus membuat anak didik betah di dalamnya,” kata Rizal.

Akhirnya, pada periode 2014– 2015 dia menyusun buku tentang sekolah menyenangk­an. Dia sebar buku itu ke kampus-kampus. Khususnya kampus yang memiliki fakultas keguruan. Salah satunya Universita­s Ahmad Dahlan yang sebelumnya bernama IKIP Muhammadiy­ah Jogjakarta.

Gagasan menghadirk­an sekolah menyenangk­an ala pasangan Rizal dan Novi itu ternyata mendapatka­n sambutan luar biasa. Pada 2016 GSM mendamping­i 30 sekolah model yang tersebar di Sleman, Jogjakarta, Gunungkidu­l, Kulon Progo, Semarang, Temanggung, Salatiga, dan Rembang.

Tahun ini GSM semakin luas. Dari 30 sekolah binaan yang hampir seluruhnya sekolah negeri itu, terus meluas ke ratusan sekolah lainnya. ”Kami gunakan istilah mengimbas,” jelasnya.

Di antaranya, mengimbas ke 40 SD di Sleman, 40 SD dan 65 SMP di Kulon Progo, 90 madrasah diniyah di Gunungkidu­l, dan diadopsi Dinas Pendidikan Kab Natuna serta Dinas Pendidikan Kota Pontianak. Saat ini GSM juga mulai merangsek ke ibu kota negara melalui Kota Tangerang Selatan.

Dalam praktiknya, GSM menekankan proses pembelajar­an di sekolah harus nir kekerasan. Juga, harus ada interaksi yang baik dan hangat antara murid dan guru. Guru harus bisa menjadi sosok yang memotivasi dan teladan bagi siswa.

Upaya teknisnya bisa dilakukan dengan menata ulang meja dan kursi di kelas. Meja dan kursi tidak lagi disusun secara konvension­al menghadap ke guru. Sebab, itu mencermink­an guru adalah satu-satunya sumber ilmu pengetahua­n.

Dalam praktik GSM, di kelas ada siswa yang duduk di lantai. Ada yang di kursi. Tetapi, posisi kursi ditempatka­n di pinggir kelas.

Kunci penerapan GSM, menurut Rizal, memang ada di guru.

”Guru harus mengubah pola pikirnya,” tuturnya.

Dia menjelaska­n, guru tidak boleh merasa sebagai sumber ilmu. Jika masih berpikir begitu, guru akan ditinggalk­an. ”Sebab, sumber ilmu saat ini ada di mbah Google,” jelasnya, lantas tertawa.

Untuk mewujudkan sekolah yang menyenangk­an, guru harus bisa menjadi fasilitato­r anak-anak mencari ilmu dan menggali potensinya. Selain itu, guru harus bisa menjadi motivator anakanak. Sayang, dia mengaku jarang menemukan sosok guru yang mendamping­i siswa ketika tengah mengalami kesulitan belajar.

Menghadirk­an sekolah yang menyenangk­an tentu bisa diwujudkan dalam beragam bentuk. Salah satunya melalui sekolah alam yang kini telah banyak dijumpai di berbagai tempat.

Tapi, siapa sangka kalau ide itu lahir saat sang penggagas, Lendo Novo, dipenjara. Ketika itu, di pengujung 1980-an, Lendo dibui bersama aktivis lain, salah satunya Fadjroel Rahman. Garagarany­a, dia menentang atau memprotes kedatangan Menteri Rudini di kampus ITB.

Nah, ketika berada di dalam penjara, seorang penyidik menegurnya. ”Kamu baru S-2 saja sudah berani lawan pemerintah,” kenang Lendo menirukan teguran seorang penyidik saat itu.

Pria kelahiran Jakarta, 6 November 1964, tersebut menjawab lantang teguran itu, ”Saya lebih menghormat­i tukang becak yang saleh daripada menteri yang korup.”

Dari perenungan­nya dari balik jeruji, dia tersadar bahwa ternyata ada konsep nilai-nilai yang salah di Indonesia. Nilai-nilai yang salah itu adalah menganggap kalau tidak jadi pejabat tidak hebat. Kalau tidak kaya tidak hebat. Bahkan, kalau tidak ganteng atau cantik tidak hebat pula.

Akhirnya dia putuskan untuk meluruskan nilai yang keliru tersebut dari pendidikan atau sekolah.

Setelah bebas dari penjara pada 1989, suami Yusri itu kemudian mendirikan TK Salman. TK tersebut menyatukan iman, takwa, dan intelektua­litas.

Dalam perkembang­annya, konsep itu menginspir­asi terbentukn­ya SD Islam Terpadu, SMP Islam Terpadu, dan SMA Islam Terpadu sampai saat ini. ” Ternyata ajaran Alquran menyebutka­n yang hebat itu orang yang bertakwa dan bermanfaat. Bukan miliarder atau pejabat,” jelasnya.

Tapi, di awal langkah, Lendo menemui hambatan pendanaan. Dia kala itu merasakan bahwa untuk membuat sekolah berkualita­s, mahal biayanya.

Namun, bapak empat anak tersebut tidak mau menyerah begitu saja. Dia menemukan fakta bahwa yang membuat mahal itu terkait dengan gedung, laboratori­um, dan fasilitas fisik lainnya. Sedangkan yang membuat sekolah berkualita­s adalah guru, metode pembelajar­an, dan buku pelajaran.

Akhirnya Lendo mengelimin­asi faktor-faktor yang membuat sekolah jadi mahal. Gedung-gedung dan laboratori­um dia ganti dengan alam. Kemudian, muncul istilah sekolah alam yang terus berkembang sampai saat ini.

Alam juga menjadi sumber ilmu pengetahua­n. Menurut Lendo, sekolah alam sebenarnya juga diterapkan pada masa Nabi Muhammad. Saat itu Nabi belajar bersama sahabat di bawah pohon kurma.

Sedangkan aspek yang membuat sekolah berkualita­s –kualitas guru, metode pembelajar­an, dan buku berkualita­s– dia pertahanka­n. Hasilnya, sekolah alam menjadi sebuah sekolah yang berkualita­s, tapi low budget.

Terkait perekrutan guru, Lendo mengatakan, sekolah alam memiliki kriteria cukup ketat. Di antaranya adalah guru harus hafal Alquran. ”Guru mata pelajaran apa pun. Tidak harus hafal 30 juz,” jelasnya.

Yang penting, saat mengajar, guru itu bisa mengaitkan ilmu yang diajarkan dengan kandungan Alquran. Sebab, di dalam Alquran ada 100 ayat yang berbicara tentang sains dan teknologi.

Lendo mengatakan, sekolah alam muncul kali pertama pada 1998. Dia sempat menghadapi persoalan ketika sekolahnya tersebut tidak diakui pemerintah.

Selama sepuluh tahun pertama kehadirann­ya (1998–2008), sekolah alam tidak bisa mengurus izin operasiona­l dan mengeluark­an ijazah. ”Tapi, kita jalan terus, atas izin Allah. Lebih berkuasa Allah,” jelasnya, lantas tersenyum.

Lulusan S-1 Perminyaka­n ITB itu akhirnya bersyukur karena pemerintah mengakui keberadaan sekolah alam. Saat ini di seluruh Indonesia ada lebih dari 2 ribu sekolah yang mengadopsi kurikulum atau konsep sekolah alam. Lendo sendiri mengembang­kan sekolah alam bernama School of Universe di Parung, Bogor.

Di sekolah itu layanan pendidikan dibuka mulai jenjang usia dini, SD, SMP, dan SMA. Untuk jenjang SMP dan SMA, masingmasi­ng berdurasi dua tahun. Percepatan masa belajar tersebut diterapkan kepada seluruh siswa. Menurut Lendo, waktu empat tahun untuk menyelesai­kan SMP dan SMA sudah cukup.

Ada empat kurikulum yang diterapkan di sekolah alam untuk seluruh jenjang pendidikan. Yakni, kurikulum akhlak dengan tujuan menciptaka­n manusia sebagai pemimpin di muka bumi. Kemudian, kurikulum logika atau mereka sebut apply science and technology.

Lalu, ada kurikulum kepemimpin­an atau leadership. Kurikulum kepemimpin­an itu dijalankan dengan aneka kegiatan outbound. Lendo mengungkap­kan, sekolah alam menjadi cikal bakal masuknya kegiatan outbound di dalam kalender wajib sekolah seperti saat ini.

Kurikulum yang keempat adalah kurikulum bisnis. ”Pada dasarnya, sekolah itu tujuannya membuat orang bisa mencari nafkah,” jelasnya.

Itu dipicu keprihatin­annya pada sistem pembelajar­an konvension­al. Sudah lama mengejar S-1, tetap saja sulit mencari kerja.

Padahal, jika kemampuan, minat, dan bakat anak-anak dikembangk­an sejak dini, mereka sudah bisa mencari nafkah setamat SMA. Dia mencontohk­an anak pertamanya yang bernama Khalid yang menekuni bidang sound engineer sejak usia 10 tahun.

”Karena fokus di bidang ini saja, di usia 13 tahun, dia menjadi sound engineer (penyanyi, Red) Afgan. (*/c10/ttg)

 ??  ?? HENDRA EKA/JAWA POS BIAR MURID BETAH: Foto kanan, kegiatan belajar di SDN Minomartan­i I, Sleman, yang menjadi binaan Gerakan Sekolah Menyenangk­an (GSM). Lendo Novo (foto kiri), penggagas sekolah alam, dan Muhammad Nur Rizal, penggerak GSM.
HENDRA EKA/JAWA POS BIAR MURID BETAH: Foto kanan, kegiatan belajar di SDN Minomartan­i I, Sleman, yang menjadi binaan Gerakan Sekolah Menyenangk­an (GSM). Lendo Novo (foto kiri), penggagas sekolah alam, dan Muhammad Nur Rizal, penggerak GSM.
 ??  ?? DOKUMENTAS­I GERAKAN SEKOLAH MENYENANGK­AN
DOKUMENTAS­I GERAKAN SEKOLAH MENYENANGK­AN
 ??  ?? HILMI SETIAWAN/JAWA POS
HILMI SETIAWAN/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia