Diterjang Arus, Jembatan Apung Hanyut
MOJOKERTO – Jembatan apung di Desa Tambakrejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto, terputus. Putusnya jembatan penghubung antardusun tersebut diduga disebabkan tidak mampu menahan derasnya terjangan arus Sungai Porong. Bahkan, konstruksi jembatan sepanjang 100 meter berbahan papan kayu sepanjang 90 meter lebih itu hanyut terbawa arus sungai. ’’Setelah kami cek, ternyata jembatannya tergerus air,’’ kata Joko, 66, warga setempat.
Hanyutnya konstruksi jembatan alternatif itu diketahui sekitar pukul 11.00 kemarin ( 25/ 11). Saat itu dia sedang berteduh bersama warga yang lain, lalu mendengar suara keras dari lokasi jembatan.
Beruntung tidak ada korban jiwa. Selain kebetulan tidak ada warga yang melintas, sebelumnya pengguna jembatan diimbau untuk sementara waktu tidak menyebaerang jembatan tersebut. ’’Warga juga takut. Apalagi, arus sungai sangat deras,’’ tuturnya.
Jembatan yang baru difungsikan sebulan lalu itu dibangun secara pribadi oleh Wanto, asal Brebes, Jawa Tengah. Namun, pemanfaatannya sengaja dikomersialkan.
Jembatan itu berfungsi menghubungkan Dusun Sugo dengan Dusun Tambakrejo, Desa Tambakrejo. Diduga tidak kuat menahan meningkatnya volume debit air, perlahan tiang beton yang berfungsi sebagai penyangga jembatan tumbang.
Tumpuan jembatan pun jebol diterjang arus. Saking kuatnya arus, konstruksi jembatan terbawa arus sungai hingga 100 meter lebih. ’’Untungnya masih ada tali pengaman. Kalau tidak, ya sudah tergelincir ke Sidoarjo,’’ jelas Joko.
Harianto, warga yang lain, menambahkan bahwa banyaknya sampah yang tersangkut di jembatan turut menjadi faktor utama putusnya jembatan itu. Dari situ, jembatan putus secara bertahap.
Tiang beton lebih dulu roboh, disusul drum yang difungsikan sebagai pengapung. Satu per satu terbalik dan terbawa arus. ’’Kerusakan hingga 90 persen,’’ ungkapnya.
Dengan demikian, untuk melakukan aktivitas, kerja dan sekolah, warga harus memutar melalui jembatan Tanjangrono, Kecamatan Ngoro, yang jaraknya lebih jauh.
’’Kalau berputar, jaraknya lebih jauh hingga sekitar 20 kilometer,’’ ujarnya.
Dia menambahkan, jembatan sepanjang 100 meter itu memang dikomersialkan. Untuk sekali melintas, pengendara motor dikenai biaya Rp 2 ribu dan pejalan kaki ditarik Rp 1.000.
Meski begitu, jembatan tersebut cukup membantu warga sekitar. Khususnya siswa yang akan menuju sekolah atau warga pekerja. ’’Sekarang ya harus putar lebih jauh lagi kalau ke parbik dan sekolah,’’ tuturnya.
Secara terpisah, Kepala BPBD M. Zaini mengatakan belum mengetahui putusnya jembatan apung tersebut. ’’Kami akan terjunkan personel dulu untuk mengecek,’’ katanya. (ori/ris/c4/diq)