Jawa Pos

Kalau Dadakan, Pasti Kedodoran

Bersepeda sejauh 200 kilometer dengan rute tanjakan-tanjakan curam dengan total elevasi mencapai 2.571 meter terdengar sangat menantang untuk para Tidak peduli laki-laki maupun perempuan.

-

cyclist. cyclist NAMUN, tidak demikian halnya bagi beberapa

perempuan yang pada 11 November lalu ikut ambil bagian di ajang Tour de Borobudur 2017 edisi ke-17. Mereka kompak menyebut kunci menaklukka­n tantangan tersebut hanya satu. Latihan ajek alias rutin dalam jangka panjang. Bukan dadakan.

Sesaat setelah bendera start lomba Queen of the Mountain (QOM) dikibarkan, Christin Wijaya langsung mengayuh sepeda sekencangk­encangnya. Perlahan tapi pasti, cyclist asal Jakarta itu konsisten memimpin lomba.

Hingga akhirnya, dia finis tercepat di tanjakan kawasan Limbangan dan berhak menyandang gelar QOM. ’’Ini tanjakanny­a gila banget. Tapi akan kapok. Tahun depan saya balik lagi,’’ ucapnya.

Saat ditanya persiapan seperti apa yang membuatnya sukses survive dari tanjakan securam itu, Christin malah menjawab santai. Dia mengaku tidak ada persiapan khusus. Yang dilakukan selama ini hanyalah latihan rutin bersama komunitasn­ya di Jakarta, yakni Women’s Cycling Community.

Christin menaklukka­n lomba QOM sejauh 12 kilometer tersebut dengan catatan waktu 1 jam 2 menit 41 detik. Dia ditempel ketat oleh Maria Dea Wrestining­tyas. Cyclist asal Solo itu finis kedua dengan membukukan catatan waktu 1 jam 3 menit 56 detik. Posisi ketiga diduduki cyclist asal Jakarta Gia Amalia (1 jam 4 menit 31 detik).

Senada dengan Christin, Maria menyebut kunci dirinya bisa kuat mengayuh tanjakanta­njakan curam adalah berlatih secara rutin dalam jangka waktu panjang. Perempuan yang berprofesi sebagai guru bahasa Inggris tersebut mengatakan, dirinya mulai rutin berlatih sepeda dalam dua tahun belakangan.

’’ Kalau persiapan hanya jelang event, pasti kedodoran,’’ ujarnya. Dia selama ini mengaku berlatih empat hari dalam seminggu pada pagi hari. Itu belum termasuk variasi latihan seperti berenang untuk kekuatan

’’Memang harus rutin. Bisa menjaga irama kaki dari awal sampai finis adalah hasil dari kebiasaan. Ajek,’’ ucapnya.

Dari 200 peserta ajang Tour de Borobudur 200 Km ke-17 tahun ini, ada 25 cyclist perempuan yang ambil bagian. Makin menarik, di dalamnya ada istri Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yakni Siti Atiqoh Supriyanti. Bersama Ganjar, dia ikut sebagai peserta meski tidak mengikuti rute secara penuh.

Ganjar beserta Atiqoh selama ini memang kerap tampak aktif bersepeda. Beberapa kali mereka bersepeda tandem untuk mengikuti acara-acara pemerintah­an pada pagi hari. ’’Enaknya olahraga sepeda itu ya karena juga bisa dijadikan sarana transporta­si. Jadi bisa fleksibel. Setelah datang ke sebuah acara menggunaka­n sepeda, baliknya bisa menggunaka­n transporta­si lain untuk mengejar waktu,’’ ucap Atiqoh.

Peserta putri lain yang juga menyita perhatian adalah Andhina Ayuningtya­s. Calon pilot itu berhasil menyelesai­kan tantangan di barisan peloton depan, baik pada hari pertama maupun kedua acara. Andhina menyebut dirinya tertantang untuk menaklukka­n Tour de Borobudur sejak tahun lalu. ’’Akhirnya tahun ini keturutan,’’ katanya.

Berangkat dari pusat kota Semarang, para peserta Tour de Borobudur 200 Km melewati jalur tengah, yakni Gunung Pati, Limbangan– Kendal, Sumowono, Temanggung, hingga Magelang. Tanjakan-tanjakan curam terus mewarnai rute tersebut. (irr/c19/nur)

 ??  ?? cyclist ndak
cyclist ndak
 ??  ?? endurance.
endurance.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia