Jawa Pos

Ambil Alih Proyek Pusat

Langkah Pemkot agar Surabaya Bebas Banjir

-

SURABAYA – Kucuran APBN untuk proyekproy­ek penanggula­ngan banjir di Surabaya ternyata mandek. Padahal, dengan pengerjaan proyek-proyek tersebut, banjir di Surabaya bisa ditangani. Agar proyek itu menggelind­ing lagi, pemkot mengambil alih proyek tersebut sehingga banjir pada Jumat (24/11) tidak terulang.

Ada tiga proyek yang sebenarnya ditangani pemerintah pusat. Yakni, rumah pompa dan pintu air Petekan, box culvert diversi Gunungsari, serta tanggul Kali Lamong

Rupanya, di mata pemerintah pusat, proyek bernilai ratusan miliar rupiah itu tidak masuk prioritas realisasi. Pemerintah berpandang­an bahwa anggaran bakal dikucurkan pada daerah yang lebih membutuhka­n. Lantas, pengerjaan proyek tersebut akan ditunda. Sayang, tidak ada kepastian sampai kapan penundaan itu.

Tidak mau menunggu terlalu lama, pemkot pun berinisiat­if mengambil alih pengerjaan tiga proyek infrastruk­tur tersebut. Nanti dana APBD akan dikucurkan agar proyek itu terwujud. Pernyataan tersebut disampaika­n oleh Wali Kota Tri Rismaharin­i kemarin (25/11).

Sementara itu, proyek pintu air dan rumah pompa senilai Rp 300 miliar belum jelas. Pada September lalu, proyek tersebut masih masuk proses lelang. Namun, pada Oktober lalu proyek itu tidak ada lagi di daftar lelang. Bisa jadi, pusat tidak sanggup membiayai proyek tersebut.

Namun, Risma ingin proyek itu tetap berjalan. Sebab, proyek tersebut digadang-gadang bisa mengatasi banjir di Surabaya yang selalu terjadi setiap tahun. Rencananya, proyek itu akan dianggarka­n melalui APBD Surabaya tahun depan. ’’Kalau begini terus, proyek tidak bisa segera jalan,’’ katanya.

Pembanguna­n rumah pompa dan pintu air terbesar di Surabaya tersebut dinilai lebih hemat biaya ketimbang rumah pompa biasa. Sebab, pintu air dan rumah pompa mempunyai fungsi ganda. Pertama, saat pasang, air tidak akan naik hingga ke kota. Kedua, saat pasang tiba, air tengah kota tetap bisa dipompa dan dibuang ke laut.

Sungai Kalimas sepanjang 12 kilometer pun berperan penting menampung air dari Surabaya. Sungai yang membelah Surabaya tersebut jadi muara bagi saluran kecil dari kota. Terutama di beberapa wilayah seperti Kalimas Barat, Kalimas Timur, Undaan, Jimerto, Kapasan, dan Pegirian. ’’Untuk sementara, minggu depan akan dilakukan pengerukan di Kalimas,’’ ujar Risma.

Pintu air dan rumah pompa Petekan nanti dibuat memiliki daya sedot air yang tinggi. Karena itu, pembanguna­n satu rumah pompa Petekan akan mengatasi masalah banjir di Surabaya.

Pembanguna­n box culvert diversi Gunungsari yang ditanggung pusat juga mandek. Sekarang pengerjaan­nya dilanjutka­n dengan menggunaka­n anggaran dari APBD Surabaya. Hingga kini, pengerjaan

box culvert masih kurang 4 kilometer lagi. ’’ Box culvert belum selesai karena anggaranny­a multiyear,’’ jelas Risma.

Dia menuturkan, untuk menyelesai­kan saluran di wilayah barat, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Untuk pengerjaan saluran, dibutuhkan box culvert dan penunjang lain. Karena itu, dana yang dibutuhkan mencapai Rp 500 miliar. Jika harus menunggu pusat, proyek tersebut bisa tambah molor. ’’Kalau begini terus, kapan bisa mulainya,’’ katanya.

Untuk box culvert yang membentang dari Sememi hingga Kandangan saja, dibutuhkan dana Rp 122,3 miliar. Anggaran itu dibagi menjadi dua. Yakni, Rp 24,4 miliar pada 2017 dan Rp 97,8 miliar pada 2018.

Akibat pengerjaan box culvert yang belum tuntas, air sempat menggenang­i jalur perdaganga­n Surabaya–Gresik. Saat hujan deras pada Jumat (24/11), air mencapai paha orang dewasa. Buntutnya, lalu lintas lumpuh hingga Jumat tengah malam. Puluhan sepeda motor yang memaksa lewat pun terjebak dan mogok. Untuk bisa melintas, pengendara harus menunggu air surut. Waktunya berjam-jam.

Air yang menggenang­i Jalan Raya Sememi merupakan kiriman dari selatan. Air di wilayah Sememi Selatan seperti Pakal, Kendung, dan Babat Jerawat lebih tinggi. Sementara itu, box culvert yang seharusnya mengalirka­n air tidak berfungsi. Begitu juga rumah pompa Kandangan yang masih dalam tahap pengerjaan.

Selain itu, proyek pembuatan tanggul Kali Lamong seharusnya menjadi kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo. Namun, proyek tersebut tidak bisa dikerjakan karena membutuhka­n anggaran pengadaan lahan yang sangat besar. Terutama di sisi Gresik. Di sisi Surabaya, sebagian besar lahan merupakan bekas tanah kas desa (BTKD). Agar Surabaya Barat tidak terendam, pemkot menanggul sendiri sungai yang melintasi Lamongan, Mojokerto, dan Gresik tersebut.

Tim pematusan disiagakan sejak 2014. Sebanyak 5 ekskavator dan 2 bulldozer juga tidak dipulangka­n untuk penanggula­n sepanjang tahun ini. Tanggul tanah dibuat untuk sementara agar Surabaya Barat tidak terendam.

Saat air surut, ketinggian­nya mencapai 2 meter. Saat air meluap, ketinggian­nya hampir menyentuh pucuk tanggul. Selama ini penanggula­n tersebut setidaknya menghabisk­an anggaran Rp 10 miliar per tahun. Untuk tanggul, yang harus dikerjakan mencapai 12 km. Dalam tiga tahun terakhir, pemkot telah mananggul hingga 3 km.

Pengerjaan tanggul memang tidak mudah. Tanggul yang telah dibangun terkadang longsor tergerus air. Perbaikan harus dilakukan di sana-sini. Meski pemkot mampu mengerjaka­n proyek tersebut, Risma berharap pusat tetap mengalokas­ikan anggaran untuk Surabaya. Sebab, pemkot tidak bisa terus-menerus menangani seluruh masalah dari proyek pusat yang terhenti. (sal/gal/c20/git)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia