Oksigen Hiperbarik Jadi Terapi Tambahan
SURABAYA – Terapi oksigen hiperbarik tidak lagi sekadar memperbaiki kondisi pasien dengan penyakit karena penyelaman. Seiring dengan perkembangan zaman, terapi itu sering digunakan untuk mengobati pasien dengan keluhan klinis lain. Misalnya, orang-orang mengidap diabetes melitus, stroke, tuli mendadak, luka bakar, serta autisme.
” Tetapi, harus diingat, ini bukan sebagai terapi utama, melainkan hanya terapi tambahan,” jelas Humas Ikatan Alumni Dokter Hiperbarik Airlangga (IADHA) Letkol Laut (K) dr Hisnindarsyah MKes SE CFEM saat ditemui dalam acara Seminar Kedokteran Penyelaman dan Hiperbarik di aula Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga kemarin (25/11). Artinya, terapi utama tetap harus dilakukan ditambah pemberian terapi oksigen hiperbarik.
Salah satu rumah sakit yang mengembangkan terapi tersebut adalah RSAL dr Ramelan. Di rumah sakit tipe A itu, banyak pasien yang datang untuk menjalani terapi oksigen hiperbarik. Terapi oksigen hiperbarik merupakan jenis pengobatan dengan memberikan oksigen murni pada tekanan udara yang lebih besar daripada tekanan udara normal (satu atmosfer).
Terapi itu dilakukan di ruangan khusus yang disebut chamber. Terapi tersebut memanfaatkan darah untuk mengantarkan oksigen dengan konsentrasi tinggi ke jaringan tubuh. ”Pada beberapa pasien autis yang sudah memanfaatkan terapi ini, kondisinya menjadi lebih baik. Tetapi, tentu tidak bisa sampai normal,” ujar dr Ni Komang Sri Dewi Untari MKes SpS.
Berdasar pengalamannya, perubahan yang bisa dilihat adalah respons klien. Mereka memberi respons lebih baik ketika dipanggil. Sementara itu, anak hiperaktif akan lebih tenang setelah beberapa kali menjalani terapi tersebut. Atau, paling tidak, ada penurunan dosis obat.
Sementara itu, dokter spesialis anak RSUD dr Soetomo Dr dr Irwanto SpA(K) menyebutkan bahwa pada beberapa kasus autis, terapi oksigen hiperbarik tersebut memang menunjukkan perbaikan. Sebagian lainnya tidak. Bergantung dari aspek mana terapi diberikan. ”Manfaat terapi oksigen hiperbarik bagi pengidap autis masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Belum banyak hasil penelitian yang dipublikasikan untuk jenis terapi ini kepada autis,” paparnya. (dwi/c16/nda)