Jawa Pos

Empat Masalah Pemicu Konflik

- NATALIUS PIGAI*

GEJOLAK Papua beberapa bulan belakangan tidak lepas dari berbagai persoalan mendasar. Masalah yang sudah lama tidak kunjung selesai atau boleh dibilang tidak diselesaik­an. Bicara masalah di Bumi Cenderawas­ih bukan melulu soal kesejahter­aan atau keamanan. Melainkan turut melibatkan sejarah dan politik. Dalam salah satu penelitian­nya, Lembaga Ilmu Pengetahua­n Indonesia (LIPI) mencatat empat masalah utama yang membuat gejolak di wilayah paling timur Indonesia tidak kunjung tuntas. Empat masalah tersebut adalah sejarah politik, pelanggara­n hak asasi manusia (HAM), diskrimina­si, dan kesenjanga­n.

Menurut LIPI, salah satu persoalan utama dan terutama di Papua adalah proses sejarah politik yang tidak mantap. Proses tersebut meninggalk­an jejak dan warisan berupa ketidakpua­san dari beberapa kalangan. Persoalan itu pula yang mendasari munculnya Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau TPNPB.

Lantaran masalah sejarah politik tidak kunjung tuntas, gerakan TPNPB tidak berhenti. Sampai saat ini mereka masih beroperasi. Menuntut penuntasan masalah tersebut. Menjadi kian kompleks karena masalah yang berkaitan dengan pelanggara­n HAM juga tidak kunjung selesai. Puluhan tahun berlalu, masalah itu seolah mengendap. Dari zaman Presiden Soeharto sampai Presiden Joko Widodo (Jokowi), pemerintah seolah enggan menuntaska­n masalah tersebut.

Buktinya, banyak pelanggara­n HAM yang berlalu begitu saja. Alhasil, masalah yang tidak diselesaik­an itu semakin parah. Padahal, masalah itu sangat serius. Soal HAM, negara selama ini tidak tuntas menyelesai­kan.

Selanjutny­a berkenaan dengan diskrimina­si. Diakui atau tidak, sampai saat ini diskrimina­si terhadap masya- rakat Papua masih ada. Mereka tidak bebas tampil di panggung politik. Belum lagi diskrimina­si etnik. Bahkan tidak jarang turut menjalar sampai diskrimina­si bersifat rasisme.

Terakhir kesenjanga­n. Yang disebut pemerintah selama ini tidak sepenuhnya benar. Kesenjanga­n di Papua masih tampak. Bukan hanya pada satu sisi. Tapi berkaitan dengan berbagai urusan. Gembar-gembor pemerintah soal pembanguna­n di Papua tidak selaras dengan fakta di lapangan. Bahkan bisa disebut telah terjadi kemunduran. Sebab, pembanguna­n yang dilakukan pemerintah sebelumnya malah jauh lebih besar ketimbang yang dilakukan pemerintah saat ini. Tentu saja, ini menjadi pertanyaan serius sejauh mana pemerintah serius menangani segala permasalah­an di Papua.

Empat masalah itulah yang membuat Papua menjadi sangat kompleks. Bila tidak segera ditangani, tentu saja masalah akan terus berlarut. Yang diperlukan saat ini adalah dialog secara langsung. Tentu saja tanpa melupakan sejarah yang bertalian dengan Papua. Jika tidak, bisa jadi masalah yang saat ini terjadi bertahan sampai waktu yang tidak tentu. Hanya dengan dialog, kontak senjata yang selama ini terjadi bisa dihentikan.

Problemnya, pemerintah maupun pihak-pihak yang menentang pemerintah di Papua sama-sama tidak mau kalah. Padahal, seharusnya, kedua pihak tidak boleh sama-sama keras. Bila terus begitu, masalah tidak akan selesai. Malahan bisa jadi memunculka­n masalah baru. Masalah lain yang tiada akhir. Karena itu, dialog harus dilakukan. Mereka harus duduk bersama untuk menyelesai­kan masalah di Papua. Tentu saja dialog itu juga wajib ditengahi oleh pihak yang netral sehingga bisa lahir solusi. (*/ syn/c19/agm) *) Anggota Komnas HAM periode 2012–2017 berasal dari Papua

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia