Cukup Sekali Ada Kesempatan Kedua
PMK No 165 Tak Adil bagi Peserta Amnesti
JAKARTA – Penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 165 Tahun 2017 yang memberikan kesempatan kedua bagi wajib pajak (WP) untuk mengungkapkan hartanya dinilai telah menciptakan ketidakadilan bagi peserta amnesti pajak. Ditjen Pajak Kemenkeu diharapkan hanya sekali menerapkan kebijakan tersebut.
”Saya harap ini (kelonggaran) yang terakhir,” kata pakar perpajakan Yustinus Prastowo kemarin (26/11).
Dia mengatakan, Ditjen Pajak harus menghindari amnesti permanen. ”Seperti yang terjadi di Argentina, di mana ada sembilan kali amnesti. Orang jadi nyicil dan kepatuhannya pun menurun,” bebernya.
Terkait dengan efektivitas PMK baru tersebut, Prastowo memprediksi tidak sebanyak hasil tax amnesty. Namun, dalam jangka pendek, PMK tersebut bisa memberikan tambahan penerimaan hingga 3–5 persen. Sementara itu, di luar target kuantitatif, tingkat kepatuhan seharusnya meningkat.
Ditjen Pajak mengakui tidak puas dengan hasil tax amnesty. Meskipun deklarasi harta mencapai Rp 4.881 triliun, termasuk Rp 3.500 triliun aset di manca- negara, yang dipulangkan ke dalam negeri hanya Rp 1.000 triliun. ”Meskipun bagus dibandingkan negara lain, Pak Dirjen (Pajak) mengatakan tidak puas sama sekali,” papar Direktur Pelayanan dan Penyuluhan (P2) Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama.
Karena itu, lanjut Yoga, meski program tax amnesty telah berakhir, Ditjen Pajak tetap konsisten dengan upaya penegakan hukum terkait pengumpulan penerimaan. Salah satunya melalui penerbitan PMK Nomor 165 Tahun 2017. PMK tersebut memberikan kesempatan bagi WP yang memiliki harta yang belum dilaporkan, baik dalam SPT (surat pemberitahuan) tahunan 2015 maupun dalam surat pernyataan harta (SPH), untuk secara sukarela mengungkapkan sendiri harta tersebut.
Sekalipun terkesan melunak, Yoga menegaskan bahwa pemerintah tidak akan segan menegakkan hukum jika terbukti ada harta atau aset yang belum dilaporkan, baik dalam SPH bagi peserta tax amnesty maupun dalam SPT bagi WP yang bukan peserta program pengampunan pajak tersebut. Karena itu, dia menekankan bahwa penerbitan PMK No 165 Tahun 2017 itu bukan merupakan bentuk pengampunan pajak jilid kedua.
Yoga mengakui, penerbitan PMK No 165 Tahun 2017 tergolong mepet, yakni baru diundangkan menjelang akhir tahun. (ken/c7/sof)