Minta Terakomodasi sebagai Industri
SEMANGAT menggebu yang ditunjukkan perguruan tinggi dalam mengembangkan mobil listrik perlu mendapatkan dukungan pemerintah. Tentu bukan hanya dari Kemenristekdikti. Persoalan regulasi agar teknologi dalam negeri terlindungi juga harus diperhatikan.
Juri KMLI Judojono Kartidjo menerangkan, secara keseluruhan, mahasiswa yang terlibat sudah menunjukkan kemampuan menguasai teknologi mobil listrik. Para peserta tak lagi sekadar bisa merakit komponen-komponen untuk mobil listrik. Tapi juga sudah menguasai bagaimana mengontrol mobil listrik. ”Misalnya, bagaimana mengontrol penghematan energi ketika dilakukan pengereman,” katanya.
Dosen pembimbing Tim Mobil Listrik UGM Isworo Djati menjelaskan, penguasaan teknologi yang ada di perguruan tinggi sebenarnya sama. ”Pemerintah seharusnya bisa mendorong itu untuk lebih berkembang dan terakomodasi sebagai industri. Kita dibikin ribut di sini, sementara merek luar negeri diam-diam juga sudah menyiapkan,” ungkapnya.
Isworo berharap pemerintah tidak membuat pembatasan yang bisa mengebiri pengembangan teknologi mobil listrik dalam negeri. Pemerintah juga harus memperlakukan pengembangan mobil listrik dalam negeri secara fair. ”Kami tahu pemerintah juga ada tekanan dari industri otomotif. Sebab, bisa dibayangkan jika mobil listrik booming, kendaraan BBM akan tersingkir,” tambahnya.
Saat mencuatnya draf perpres tentang percepatan mobil listrik di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pernah berjanji bahwa mobil listrik nasional bakal mendapatkan perlakuan yang sama seperti industri otomotif lain yang ingin mengembangkan kendaraan ramah lingkungan. ”Siapa pun yang mengembangkan mobil listrik boleh, baik itu industri yang sudah eksisting maupun industri baru dalam negeri,” ujar Dirjen Industri, Logam, Mesin, Alat Trans- portasi, dan Elektronika Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan.
Jika begitu, bukan tidak mungkin pihak asing yang akan menikmati hasil riset dan pengembangan perguruan tinggi dalam negeri. Salah satu contohnya dapat dilihat dari banyaknya agen pemegang merek (APM) otomotif yang merapatkan diri ke kampus-kampus untuk menggandeng bekerja sama membuat mobil listrik.
”Kami sering diajak bekerja sama oleh APM untuk membangun prototipe mobil listrik. Jadi, kami yang merancang motor dan kelistrikannya, mereka merancang bodinya. Karena perguruan tinggi kan belum bisa membuat bodi sendiri,” papar Era Purwanto, green energy transportation research Group PENS. Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, jika penggunaan BBM bisa dialihkan ke konsumsi listrik, ada penghematan dari impor BBM. ”Listrik kan menggunakan sumber daya lokal seperti baru bara, gas, panas bumi, air, maupun matahari.” (gun/agf/vir/c9/oki)