Jawa Pos

Makanan Berbahan Pewarna Tekstil

Temuan BBPOM Selama 2017

-

SURABAYA – Warga sepertinya harus lebih waspada saat mengonsums­i kerupuk, sagu mutiara, dan es cendol. Sebab, temuan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) menunjukka­n bahwa banyak kerupuk yang menggunaka­n tambahan bahan pangan Rhodamin B, bahan pewarna tekstil.

Investigas­i BBPOM Surabaya itu dilakukan sepanjang 2017. Balai mengadakan uji sampel makanan di berbagai wilayah di Jawa Timur. Pemeriksaa­n tersebut dilakukan dengan membeli sampel makanan di daerah rawan, selanjutny­a diuji di dalam mobil laboratori­um keliling.

”Total ada 1.371 sampel yang kami uji. Dari jumlah tersebut, 116 di antaranya mengandung bahan berbahaya,” ujar kepala BBPOM Surabaya Hardanings­ih.

Hasilnya, bahan berbahaya yang terkandung di makanan itu adalah Rhodamin B, formalin, dan boraks. Umumnya, mereka berdalih menggunaka­n bahan-bahan tersebut karena harganya jauh lebih murah. Jadi, keuntungan yang didapatkan juga lebih banyak.

Jika dilihat dari sisi kesehatan, penggunaan bahan-bahan tersebut tentu membahayak­an. Rhodamin B, misalnya. Sebenarnya kadar racunnya kecil. Namun, jika terus tertumpuk di dalam tubuh, zat itu tentu akan menjadi berbahaya.

Efeknya pun baru terasa setelah beberapa tahun kemudian sehingga sering sudah dalam kondisi yang cukup parah. ”Ini juga bersifat karsinogen­ik. Ar tinya, bisa memicu terjadinya kanker,” lanjutnya.

Rhodamin B juga ditemukan pada sagu mu- tiara dan es cendol. Sementara itu, formalin masih ditemukan pada tahun ini meski jumlahnya sedikit. Penemuan tersebut langsung ditindakla­njuti BBPOM. Setelah BBPOM melakukan sampling, pedagang yang diketahui menjual makanan mengandung bahan berbahaya diberi penyuluhan.

Untuk yang menetap, misalnya di kantin sekolah, mereka dibina secara in- tensif. Mereka diberitahu apa bahayanya jika bahan tersebut digunakan. Termasuk memberi tahu bahan tambahan apa yang bisa digunakan. ” Yang sulit itu para pedagang di depan sekolah maupun yang dadakan. Mereka tidak bisa terus dipantau karena berpindah-pindah,” imbuh perempuan yang akrab disapa Naning tersebut. Meski masih ditemukan 116 sampel yang mengandung bahan berbahaya, jumlah tersebut sudah menurun jika dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Dia berharap masyarakat lebih paham tentang bahaya penggunaan bahan tambahan tersebut.

Karena itu, BBPOM pun mengganden­g berbagai pihak untuk menyelesai­kan masalah tersebut. Termasuk masyarakat untuk mengawasi keberadaan pangan berbahaya di masyarakat. Sebab, merekalah yang berhadapan langsung setiap hari dengan para pedagang itu dan merasakan langsung dampaknya.

Apalagi, Jawa Timur merupakan wilayah yang memiliki banyak kota wisata. Hal tersebut menjadi perhatian tambahan bagi BBPOM Surabaya. Para produsen di berbagai wilayah terus dibina agar penggunaan bahan tambahan pangan berbahaya tidak lagi digunakan.

Selain sosialisas­i terhadap produsen dan masyarakat, BBPOM membentuk desa pangan aman di beberapa kota di Jawa Timur. Yakni, Mojokerto Kota, Malang Kabupaten, Lumajang, Jombang, dan Surabaya. Desa-desa tersebut dibina sebagai wilayah yang pendudukny­a tidak menggunaka­n bahan berbahaya untuk makanan produksiny­a.

Selain itu, BBPOM gencar bersosiali­sasi langsung kepada masyarakat. Misalnya, pada acara car free day di Taman Bungkul kemarin (26/11). Pada kesempatan tersebut, BBPOM membuka seluas-luasnya bagi masyarakat yang ingin bertanya maupun mengujikan makanan yang mereka beli.

Mereka juga turut melakukan uji sampel di berbagai pedagang makanan di lingkungan CFD. ”Masyarakat cukup antusias. Banyak yang datang untuk bertanya maupun sekadar mengamati bahan makanan berbahaya yang kami pajang,” ujar Hariani, staf bagian la bo ra to rium pangan dan bahan berbahaya. (dwi/ c25/git)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia