Bisa Pertemukan Tim-Tim Terbaik Tingkat Kecamatan
Permainan tradisional memang mulai ditinggalkan anak zaman sekarang. Meski begitu, permainan tradisional masih bisa dilakukan, bahkan dilombakan. Misalnya, di lapangan Jambangan kemarin (26/11). Masih mengasyikkan.
TALI tampar sepanjang 20 meter tergeletak di tengah lapangan Jambangan. Di ujung selatan dan timur tali, lima laki-laki sedang melakukan pemanasan. Sekadar mengibaskan pergelangan tangan atau berlari kecil di tempat. Sementara itu, ratusan orang mengerubungi mereka.
Tim dengan baju oranye dan kuning mengambil ancang-ancang untuk lomba tarik tambang. Begitu aba-aba diberikan, kedua tim memegang erat tali tampar yang biasa digunakan untuk tambatan kapal tersebut. Setelah peluit panjang berbunyi, kedua tim menarik tali dengan sekuat tenaga.
Otot tampak di kening para peserta. Gigi menggigit dan mata melotot. Badan dicondongkan ke belakang, ditambah kaki yang terus mendorong. Untuk menang, salah satu tim harus mampu menarik bendera yang berada di tengah tali hingga melewati garis yang ditentukan.
Tepuk tangan memecah suasana tegang ketika salah satu tim terjatuh ke belakang. Tim oranye dari Jambangan akhirnya dinyatakan menang. Mereka berhasil menarik tali hingga bendera yang terpasang di tengah melewati garis batas.
Tim lawan tidak kuasa menahan tarikan tim Jambangan. Mereka akhirnya melepas tali dan kalah. Meski napas ngos-ngosan, senyum semringah terpancar di wajah mereka. ’’Rasanya puas bisa menang,” ujar Ariawan Kansejati, salah seorang pemain.
Tarik tambang merupakan salah satu permainan yang dilombakan dalam Surabaya Sport for All (SSFA) kemarin. SSFA merupakan ajang lomba permainan tradisional yang sekarang lebih dikenal sebagai olahraga rekreasi. Sebab, selain untuk hiburan, terdapat aktivitas yang menyehatkan dalam permainan tradisional.
Selain tarik tambang, ada lomba terompah panjang atau bakiak, hadang atau gobak sodor, dan Senam Ayo Ber- gerak Indonesia (SABI). Lomba tersebut diikuti 13 kecamatan. Yakni, Jambangan, Gayungan, Gubeng, Wonocolo, Wonokromo, Krembangan, Asemrowo, Sambikerep, Dukuh Pakis, Mulyorejo, Bubutan, Benowo, dan Sawahan. Tiap kecamatan membawa empat tim untuk empat lomba itu.
Sebelumnya, SSFA digelar di tingkat kecamatan untuk seleksi tim lomba di tingkat kelurahan. Nah, tim terbaik saat lomba tingkat kelurahan akan maju ke tingkat kota. ’’Jadi, yang di sini adalah yang terbaik di tiap kecamatan,” ucap Muhammad Sunar, ketua panitia SSFA.
Dalam lomba tersebut, tidak ada pembatasan usia. Remaja hingga orang tua bisa ikut serta. Yang jelas, badan harus fit. Jangan sampai malah timbul masalah kesehatan setelah bermain.
Ini merupakan kali keempat SSFA digelar. Sejak awal, SSFA bertujuan mengangkat derajat permainan tradisional agar kembali populer di tengah masyarakat. Menurut Sunar, makin sedikit anak yang menggemari permainan tradisional. ’’Anak-anak sekarang kan lebih suka main gadget,” katanya.
Sekarang, kondisi itu mulai berubah. Hampir di tiap kelurahan di Surabaya ada perkumpulan olahraga rekreasi. Nah, dari situ, permainan tradisional kembali dikenalkan kepada anak-anak. ’’Mulai egrang, tulupan, sampai lari batok. Mereka mainkan semua,” tuturnya.
Sunar berharap olahraga tradisional yang kini dinaungi Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI) bisa berkembang di Surabaya. (*/c18/git)