Jawa Pos

Setelah Kamp, Catatan Waktu Melejit

Memulai lari pada usia 44 tahun, kemampuan lari Ahmad Fikri Assegaf tak bisa diremehkan. Dua kali dia menjalani training camp di Iten, sebuah kota kecil di Kenya, demi meningkatk­an performa larinya. Dia juga dibimbing jarak jauh oleh pelatih profesiona­l.

-

SEMUA mengakui bahwa Kenya adalah produsen terbesar juara dunia lari jarak jauh. Hampir seluruh race lari di dunia didominasi pelari-pelari asal Afrika Timur itu. Tak heran, banyak pelari yang kemudian berguru ke Kenya untuk meningkatk­an performa larinya. Bukan hanya pelari profesiona­l, tetapi juga pelari-pelari nonprofesi­onal yang berlari demi hobi.

Hal itu juga dilakoni Ahmad Fikri Assegaf. Advokat law firm Assegaf Hamzah & Partner itu juga rela ”menyiksa” diri untuk mengikuti kamp lari di Iten, sebuah kota kecil di Kenya, yang banyak melahirkan juara-juara dunia lari jarak jauh. Dia mengikuti kamp di High Altitude Training Center (HATC) milik Lornah Kiplagat, pemegang rekor dunia half

marathon. ”Saya mengikuti program Kenye Experience bersama pelari-pelari dari berbagai negara,” kata Fikri.

Berdasar data HATC, ada dua pelari Indonesia yang pernah mengikuti kamp di sana. Fikri adalah yang pertama. Dia dua kali mengikuti kamp, yakni pada Maret 2016 dan Maret 2017. Masingmasi­ng selama sepuluh hari. Selain Fikri, wartawan Jawa Pos Tomy C. Gutomo pernah tinggal di kamp tersebut pada 24 Juli 2017–6 Agustus 2017.

Fikri sebenarnya tidak pernah membayangk­an seserius itu menekuni lari. Awalnya, dia bukanlah penghobi lari. Memasuki usia 40 tahun, dia banyak mendengar ada temannya mulai sakit. Bahkan, ada yang sudah meninggal karena sakit. Dia pun mulai berpikir berolahrag­a untuk menjaga kesehatan. ”Banyak yang menyaranka­n untuk lari,” kata suami Najeela Shihab itu.

Awal berlatih lari merasa berat. Baru 1 km saja, dia sudah ngos-ngosan. Dari situlah, Fikri mulai mencari referensi untuk berlatih lari dengan benar. Kali pertama dia terjun di race 5K di Ragunan pada 2012. Waktunya cukup bagus, 27 menit. Setelah itu, dia mulai ikut berbagai race 10K. Lalu meningkat lagi ke race half-marathon atau 21,1 km. Satu tahun berlari, Fikri sudah berani mencoba race full-marathon (FM). Edisi pertama Jakarta Marathon (2013) dia menjadi virgin marathoner.

Beberapa kali mengikuti race, Fikri merasa waktunya begitu-begitu saja. Di kisaran 4 jam. Setiap lima kali mengikuti FM di berbagai negara, dia tidak pernah bisa menembus waktu di bawah 4 jam. ”Saya penasaran sekali bagaimana bisa meningkatk­an catatan waktu,” tandas menantu ahli tafsir Alquran Quraish Shihab itu.

Suatu ketika, Fikri membaca buku berjudul Running with the Kenyans karya Adharannad Finn. Jurnalis lepas asal Inggris tersebut mengupas bagaimana para pelari Kenya berlatih di Iten, sebuah kota yang berada di ketinggian 2.400 meter di atas permukaan laut.

Membaca buku itu, Fikri tergerak untuk belajar lari ke Iten. ”Saya cari informasi di internet dan menemukan link untuk mendaftar kamp di sana,” terang Fikri.

Maret 2016, kali pertama Fikri menginjakk­an kaki ke Kenya. Dia tinggal sepuluh hari di kamp sederhana, tapi termasuk mewah di Iten. ”Di Iten saya merasakan para pelari di sana respek kepada sesama pelari. Meski juara dunia, dia tetap ramah kepada siapa pun,” kata alumnus Fakultas Hukum Universita­s Indonesia tersebut.

Kala itu banyak pelari profesiona­l dari berbagai negara yang sedang melakukan persiapan Olimpiade Rio 2016. Selama kamp, Fikri ditangani tim pelatih profesiona­l. Mereka, antara lain, Timo Limo, Sylvia Kibet, Hugo van Den Broek, dan Ian Kiprono. Mereka adalah mantan pelari profesiona­l.

Hugo saat ini juga menjadi pelatih lari jarak jauh di tim atletik India. Sementara itu, Ian adalah asisten pelatih Colm O’Connell, warga Irlandia yang dikenal melahirkan banyak juara dunia lari dari Kenya. Brother Colm dijuluki The Godfather of Kenyan Running.

Fikri pun sempat ketemu dengan Brother Colm, mantan pemegang rekor lari maraton Wilson Kipsang dan Mary Keitany (peraih tiga kali juara New York City Marathon). ”Rasanya senang sekali bisa bertemu orang-orang hebat di dunia lari,” kata bapak tiga anak itu.

Latihan selama sepuluh hari di Iten membuahkan hasil. Catatan waktunya melejit. Pada race Honolulu Marathon 2016, Fikri meraih waktu 3 jam 47 menit 15 detik. Itu juga personal best dia sampai saat ini.

Setelah kamp, dia meminta Hugo van Den Broek untuk menjadi pelatihnya selepas kamp. Hugo pun bersedia. Dia memberikan program dan memantau dari jarak jauh. Setelah menjalani program latihan, Fikri wajib melaporkan secara berkala kepada Hugo melalui e-mail. Kemudian, Hugo melakukan evaluasi. ”Saya juga sering berkonsult­asi melalui

e-mail kepada Hugo,” kata Fikri. Menjelang London Marathon 2016, Fikri kembali ke Iten untuk melakukan persiapan. Selama sepuluh hari juga. Namun, Fikri kurang puas dengan catatan waktunya di London Marathon 2017. Saat itu dia finis dengan waktu 3 jam 48 menit 44 detik. ”Saya akan perbaiki di Dubai Marathon 2018 Januari nanti,” ujar finisher Jawa Pos Fit East Java Marathon 2017 kategori half

marathon tersebut. (c25/tom)

 ?? WAHYUDIN/JAWA POS ?? TERUKUR: Ahmad Fikri Assegaf saat ini mengejar target untuk memperbaik­i waktu di Dubai Marathon pada 26 Januari 2018. Dia menjalanka­n program latihan dari pelatih jarak jauhnya, Hugo van Den Broek.
WAHYUDIN/JAWA POS TERUKUR: Ahmad Fikri Assegaf saat ini mengejar target untuk memperbaik­i waktu di Dubai Marathon pada 26 Januari 2018. Dia menjalanka­n program latihan dari pelatih jarak jauhnya, Hugo van Den Broek.
 ?? FIKRI ASSEGAF FOR JAWA POS ?? MAKANAN ATLET: Fikri Assegaf membantu memasak ugali, makanan pokok warga Kenya, di St Patricks High School, sekolah yang melahirkan banyak juara dunia lari.
FIKRI ASSEGAF FOR JAWA POS MAKANAN ATLET: Fikri Assegaf membantu memasak ugali, makanan pokok warga Kenya, di St Patricks High School, sekolah yang melahirkan banyak juara dunia lari.
 ?? FIKRI ASSEGAF FOR JAWA POS ?? BERTEMU BINTANG: Fikri Assegaf bersama Wilson Kipsang (kanan) dan guest relation High Altitude Training Center (HATC) Willy Songok di Iten, Kenya.
FIKRI ASSEGAF FOR JAWA POS BERTEMU BINTANG: Fikri Assegaf bersama Wilson Kipsang (kanan) dan guest relation High Altitude Training Center (HATC) Willy Songok di Iten, Kenya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia