Jawa Pos

MAF Dibekukan, Warga Perbatasan Menjerit

-

TANJUNG SELOR – Pembekuan izin penerbanga­n maskapai Mission Aviation Fellowship (MAF) di wilayah Kaltara oleh Kemenhub memiliki dampak yang luar biasa bagi warga perbatasan provinsi ke-34 tersebut. Pasalnya, selama ini, warga di perbatasan yang tidak dijangkau penerbanga­n bersubsidi dengan pesawat milik maskapai Susi Air itu hanya bergantung pada MAF. Terutama untuk membawa warga yang sakit berobat ke ibu kota Kabupaten Malinau dan Nunukan.

Misalnya, Desa Long Sule, Kecamatan Kayan Hilir, Malinau, yang masih sulit diakses melalui jalur darat. Warga setempat, menurut Ketua Lembaga Adat Dayak Kaltara Henoch Merang, hanya bergantung pada transporta­si udara, yaitu MAF. ”Karena hanya pesawat MAF yang selama ini bisa mendarat di Long Sule. Begitu juga di Long Nawang (Kecamatan Kayan Hulu, Malinau) cuma MAF yang mendarat,” ungkapnya saat ditemui di sela-sela aksi damai menyikapi dibekukann­ya izin MAF yang berlangsun­g di depan DPRD Bulungan kemarin (27/11).

Dengan tidak beroperasi­nya MAF, lanjut dia, warga di Desa Long Sule maupun desa lain yang selama ini hanya dilayani MAF menjadi terisolasi. Padahal, kata Henoch, Kaltara yang merupakan provinsi baru harus ada semangat untuk membangun. Bukan malah mundur. ”Apalagi perbatasan itu sudah tertinggal, minim pembanguna­n. Kalau tidak ada MAF, semakin tertinggal,” sesalnya.

”Bagaimana mau membangun perbatasan kalau penerbanga­n aja susah,” sambungnya.

Tokoh masyarakat adat Dayak lainnya, Apuy Laing, juga menyesalka­n dibekukann­ya izin pener- bangan MAF yang puluhan tahun melayani warga pedalaman dan perbatasan. ”(Pembekuan izin MAF, Red) ini mengakibat­kan keprihatin­an. Seharusnya ada solusi dari pemerintah,” tegasnya.

Apuy menegaskan bahwa warga tidak membela perusahaan, tapi kelanjutan penerbanga­n MAF demi membela masyarakat pedalaman dan perbatasan. Jika pemerintah tidak memperpanj­ang izin penerbanga­n MAF, kata dia, jangan bermimpi dengan program membangun perbatasan.

Julius, perwakilan warga lainnya, tidak mempermasa­lahkan jika pemerintah membekukan izin MAF. Hanya, dia meminta ada solusi cepat yang diberikan pemerintah terhadap warga pedalaman dan perbatasan. ”Kami nggak peduli dengan alasan dicabutnya izin MAF. Yang kami minta apa solusinya,” ucapnya.

Terpisah, Agus, 35, warga Desa Long Sule, yang sudah sebulan tertahan di Malinau membenarka­n kondisi sulit yang dialami akibat tidak terbangnya MAF. ”Selama ini kami memang bergantung sama MAF karena tarifnya terjangkau dibanding Susi Air. Terutama tarif di luar subsidi,” ungkapnya.

Dia memerincik­an, untuk tarif maskapai Susi Air bersubsidi, satu penumpang dikenai tarif Rp 455 ribu dan barang Rp 31 ribu per kilogram. Sedangkan tarif MAF subsidi hanya Rp 350 ribu per orang, barang Rp 28 ribu per kilogram.

”Selama pembekuan MAF, baru dua kali maskapai Susi Air bersubsidi masuk. Dengan total penerbanga­n enam rute, hanya mampu mengangkut 81 orang. Ada 45 orang yang tidak bisa masuk dan tidak bisa merayakan Natal di kampung halamannya,” katanya. (fen/c21/ami)

 ??  ?? JADI ANDALAN: Masyarakat pedalaman Desa Long Sule dan Long Pipa, Kabupaten Malinau, Kaltara, mengambil barang mereka yang diangkut dengan pesawat MAF beberapa waktu lalu.
JADI ANDALAN: Masyarakat pedalaman Desa Long Sule dan Long Pipa, Kabupaten Malinau, Kaltara, mengambil barang mereka yang diangkut dengan pesawat MAF beberapa waktu lalu.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia