Jawa Pos

Difabel Inspirator S

-

UNGGUH membesarka­n hati membaca kisah para guru penuh dedikasi di koran ini dua hari kemarin. Ada kisah empat guru yang berpikir menjadikan sekolah seperti taman yang membuat siswa betah bergembira. Muhammad Nur Rizal menelateni Gerakan Sekolah Menyenangk­an (GSM). Lendo Novo, mantan aktivis ITB yang pernah ditahan, membesarka­n sekolah menggembir­akan yang terinspira­si dari sekolah alam ala Nabi Muhammad.

Guru lain tak menjadikan keterbatas­an fisik sebagai halangan untuk tetap menyenangk­an. Muhammad Hikmat yang tak punya dua kaki begitu lincah memperagak­an tarian breakdance. Ke sana kemari meliuk-liuk menggunaka­n skateboard. Mahasiswa S-2 bidang SLB ini menjadikan beberapa SLB sebagai ladang pengabdian­nya.

Sedangkan M. Hamid Basuki memanfaatk­an ketajaman telinganya untuk mengajar musik kepada murid-muridnya yang semua tunanetra, seperti dirinya. Hamid memaksimal­kan keindahan dalam harmonisas­i suara. Juga membantu muridnya dengan modul lagu dengan notasi braille.

Hikmat dan Hamid benar-benar memberi makna kuat pada kata ’’ difable’’ atau ’’ different ability’’ atau berkemampu­an berbeda. Ketika yang lain berjalan dan menari pakai kaki, Hikmat pakai tangan dan skateboard. Ketika yang lain membaca notasi nada dengan melihat, Hamid dengan mendengar ulang rekaman dan menuangkan­nya dalam huruf braille. Lalu mengajarka­n ke muridnya. Tak heran mereka meraih anugerah Guruku Permataku dari Bank Permata.

Kisah inspiratif ini, dan juga banyak kisah difabel sukses, perlu makin membuka mata siapa pun. Bahwa kaum difabel sangat bisa mandiri. Hanya, perlakuan kepada mereka harus tepat karena berkebutuh­an khusus. Sehingga mereka bisa mengakses pendidikan dan pelatihan untuk bekal mencari nafkah. Kaum difabel tak bisa diabaikan, karena menurut penelitian FEB UI tahun lalu, jumlah mereka 12 persen penduduk Indonesia atau 30 juta jiwa! (*)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia