Tiga Terdakwa Dituntut Berbeda
Sidang Dugaan Korupsi PT PAL
SIDOARJO – Sidang perkara dugaan gratifikasi terhadap direksi PT PAL Indonesia memasuki babak akhir. Meski terbukti melanggar pasal yang sama, kemarin (27/11) ketiga terdakwa dituntut berbeda dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya di Sidoarjo.
Tiga terdakwa utama itu adalah M. Firmansyah Arifin (mantan direktur utama), Saiful Anwar (mantan direktur desain dan teknologi merangkap direktur keuangan), dan Arif Cahyana (mantan kepala divisi perbendaharaan). Enam jaksa penuntut umum (JPU) bergantian membacakan tuntutan setebal 712 halaman tersebut. JPU menganggap ketiganya terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima gratifikasi.
Sebagai pejabat negara, ketiganya diduga menerima hadiah berupa uang USD 188.102,19 dari Ashanti Sales Inc. Yakni, agensi yang digunakan Pemerintah Filipina dalam pembelian dua kapal perang Strategic Sealift Vessel (SSV) produksi PT PAL.
Jumlah itu hanya sebagian. Menurut perjanjian, proyek pembelian dua kapal perang tersebut senilai USD 86,96 juta. Diduga, pejabat PT PAL menyepakati ” cash back” dengan perusahaan perantara dari keuntungan penjualan 4,75 persen. Keuntungan 1,25 persen diberikan kepada pejabat PT PAL, sedangkan 3,5 persen lagi menjadi bagian perusahaan perantara.
”Para terdakwa telah melakukan tindakan berlanjut dengan menerima hadiah,” ujar JPU Llie Putra Setiawan.
Selain itu, ketiganya menerima gratifikasi Rp 2,071 miliar. Uang itu berasal dari pemberian delapan perusahaan sub kontraktor atau supplier yang telah mengerjakan pemeliharaan dan perbaikan (harkan) di PT PAL Indonesia. Khusus Firmansyah dan Saiful, mereka menerima uang Rp 1,68 miliar dan USD 80.000.
”Perbuatan ini harus dipandang gratifikasi sebagai suap. Karena tidak dilaporkan ke KPK pada kesempatan yang telah diberikan,” kata Llie.
Karena perbuatan terdakwa, JPU menganggap ketiganya terbukti melanggar pasal 12 b UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP. Bukan hanya itu, keduanya juga dianggap terbukti melanggar pasal 12 B UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
”Ini sesuai dengan dakwaan pertama dan dakwaan kedua,” ungkap Llie setelah persidangan.
Meski sama-sama terbukti melanggar pasal yang sama, tuntutan JPU terhadap perbuatan ketiganya berbeda. Alasannya terkait peran dan uang gratifikasi yang diketahui masing-masing terdakwa.
Menurut Llie, ada uang gratifikasi yang langsung diberikan kepada Firmansyah dan Saiful. Karena itu, uang yang diketahui Arif jumlahnya lebih sedikit.
Uang hadiah tersebut dikelola Machmoed Djainoel Hafidin (Kepala Departemen Manajemen Kas PT PAL Indonesia). Machmoed menyimpannya dalam brankas yang ada di dalam kantor PT PAL.
Sementara itu, Gunadi Wibakso, salah seorang penasihat hukum terdakwa, menyayangkan tuntutan tersebut. Menurut dia, perbuatan tiga terdakwa tidak termasuk suap. ”Saya kira tuntutan itu tidak tepat,” sesalnya.
Sebab, uang yang diterima ketiganya bukanlah uang negara, melainkan uang PT PAL yang dititipkan. Unsur suap itu, lanjut Gunadi, adalah jika uang yang digunakan adalah milik pemberi. Sedangkan dalam kasus tersebut, Gunadi menganggap uang itu adalah milik PT PAL.
Terbukti, uang yang dipermasalahkan KPK tidak ada yang mengalir ke kantong pribadi terdakwa. Semua uang tersebut digunakan untuk kepentingan PT PAL. ”Tidak ada satu pun bukti yang menyatakan uang itu untuk kepentingan terdakwa,” tegasnya.
Karena itu, Gunadi berencana menguraikan fakta-fakta tersebut dan dituangkan dalam nota pleidoi. Dengan begitu, dia berharap Hakim bisa lebih bijaksana dalam memutuskan perkara tersebut. Ketua majelis hakim Tahsin kemudian menunda persidangan hingga 8 Desember nanti. (aji/c21/diq)