Tindak Lanjuti Keterangan Palsu
Permintaan Hakim ke JPU dalam Sidang Basuki
SURABAYA – Kalau Anda berani, segera tindak lanjuti saja, nanti kami bikinkan penetapannya.’’ Kalimat itu keluar dari mulut Ketua Majelis Hakim Rochmad pada sidang lanjutan perkara dugaan suap kepada pimpinan Komisi B DPRD Jatim kemarin (27/11). Kalimat tersebut ditujukan kepada jaksa penuntut umum (JPU) Wawan Yunarwanto.
Memang, Rochmad bukan tanpa alasan mengucapkan kalimat itu. Dia menganggap salah satu saksi, Fathor Rachman, berbohong
Hal itu terkait dengan keterangan Rachman yang mengaku tidak pernah memberikan uang triwulanan kepada Komisi B DPRD Jatim. Padahal, pada 31 Mei 2017 mantan Kabag Tata Usaha (TU) Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim itu memberikan paket kepada R. Rahman Agung. Paket tersebut merupakan titipan dari Kepala Disperindag Jatim M. Ardi Prasetiawan untuk Ketua Komisi B DPRD Jatim M. Basuki. Isinya diperkirakan uang.
Namun, Rachman menyatakan bahwa isi paket yang dibungkus koran tersebut adalah berkas bahan hearing. Kondisi itu cukup janggal. Sebab, pria kelahiran Bangkalan itu sebelumnya mengaku tidak pernah membuka isi paket tersebut.
Pada hari itu tidak ada agenda hearing Pak,’’ ujar Santoso, terdakwa lain, menimpali pernyataan Rachman.
Bahkan, ketika JPU memutarkan rekaman percakapannya dengan Basuki, Rachman tetap mengelak. Ketika ditanya kenapa sampai menghubungi Basuki, Rachman menjawab bahwa dirinya takut penyerahan paket itu diketahui wartawan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Saya ada titipan dari Pak Kadis. Kalau ketemu bapak, saya nanti dicurigai orang gini-gini,’’ bunyi rekaman percakapan telepon Rachman dengan Basuki pada 31 Mei 2017.
Pernyataan tersebut membuat Rochmad geram. Dia sampai memukul palunya untuk menginterupsi Rachman. Yang saya dengar ini semua bohong,’’ tegasnya. Sebelumnya dikondi s ikan, saya sudah tahu,’’ tambahnya.
Hal itu merujuk pada keterangan Sekretaris Disperindag Jatim Lani. Pria kelahiran Nganjuk itu menyatakan, setelah ada operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK, dirinya diperintah Ardi untuk memanggil pengacara. Tujuannya, bisa berkonsultasi terkait permasalahan tersebut. Selain Lani, forum dengan pengacara tersebut dihadiri Ardi dan Rachman. Bahkan, Lani mengaku pernah mengadakan pertemuan dengan terdakwa lain, M. Ka’bil Mubarok, di rumah Ardi. Kami takut kena masalah hukum,’’ jelas Lani.
Karena itu, Rochmad meminta JPU agar menjerat Rachman dengan pasal 242 KUHP tentang memberikan saksi palsu di bawah sumpah. Ancaman hukuman maksimalnya tujuh tahun penjara.
Berbeda dengan dua anak buahnya, Ardi menyatakan bahwa dirinya pernah dimintai Ka’bil uang komitmen atau upeti. Pada awal 2017, Ka’bil memanggilnya masuk ke ruangan Basuki. Saat itu di dalam ruangan tersebut ada Basuki dan Agus Maimun.
Awalnya, Ka’bil meminta bagian 1 persen dari total anggaran disperindag sebesar Rp 200 miliar. Ardi menolak. Dia merasa permintaan tersebut terlalu berat. Ka’bil pun sempat menurunkannya menjadi 0,5 persen saja. Saya tolak semua permintaan Ka’bil, tidak pernah saya tanggapi,’’ paparnya.
Sementara itu, saksi lainnya yang juga anggota komisi B, Pranaya Yudha Mahardika, mengatakan tidak tahu tentang uang triwulanan. Bahkan, dia menuturkan tidak pernah mendapat bagian sepeser pun.
Mendengar keterangan saksi, Basuki menyatakan bahwa dirinya hanya menindaklanjuti pertemuan antara Ka’bil dan Ardi. Dalam pertemuan itu, menurut Basuki, Ka’bil meminta uang komitmen kepada Ardi. Dia juga menyayangkan sikap Yudha yang mengaku tidak mengetahui adanya dana triwulanan. Padahal, salah satu yang peling getol menyuarakan dana tersebut adalah Yudha.
Semua anggota dewan tahu, tidak mungkin tidak tahu,’’ tegasnya. (aji/c15/ano)