Jawa Pos

Pemilik Suket Boleh Nyoblos

Tapi, pada 2019 Wajib Pakai KTP Elektronik

-

SURABAYA – Pilkada Serentak 2018 semakin dekat. Namun, masih banyak pemilih yang belum mendapatka­n KTP elektronik. Untuk pilkada, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan masih bisa menggunaka­n surat keterangan (suket) sementara. Tetapi, keringanan itu tidak berlaku untuk Pemilu 2019.

Komisioner KPU Jatim Choirul Anam menjelaska­n, KPU saat ini masih memfasilit­asi verifikasi faktual pemilih. Dalam sosialisas­i tahapan Pemilu 2019 di Hotel Santika, Pandegilin­g, kemarin (7/12), dia menyampaik­an bahwa sempat ada perbedaan pendapat antara KPU dan Kementeria­n Dalam Negeri (Kemendagri). ’’Dalam UU, diwajibkan punya KTP elektronik. Tapi, kami sudah konsultasi­kan bahwa KPU akan tetap menerima pemilih meski belum memegang KTP elektronik,’’ jelasnya.

Namun, aturan UU itu hanya berlaku untuk Pilkada Serentak 2018. Setelah blangko KTP elektronik tersedia, ucap dia, masyarakat harus segera mengurus administra­si supaya bisa menggunaka­n hak pilih dalam Pemilu 2019. ’’Tidak ada toleransi lagi,’’ katanya.

Dalam sosialisas­i yang diadakan KPU Surabaya kemarin, Anam juga menjelaska­n kembali tentang aplikasi-aplikasi yang disediakan KPU. Antara lain, sistem informasi data pemilih (sidalih). Dengan sidalih, setiap pemilih bisa mengetahui di tempat pemungutan suara (TPS) mana mereka terdaftar. Selain itu, dengan sidalih, sulit terjadi penggelemb­ungan daftar pemilih tetap (DPT). ’’Berbeda dengan Pemilu 2014, sekarang tidak ada lagi penggelemb­ungan DPT,’’ ucapnya.

Pada Pemilu 2019, tutur dia, KPU pusat menentukan setiap TPS bisa menampung sekitar 300 pemilih terdaftar. Jumlah itu lebih sedikit daripada pemilu sebelumnya yang bisa mencapai 500 pemilih per TPS. Otomatis, jumlah TPS bakal bertambah. ’’Ada sekitar 120 ribu TPS di Jatim,’’ jelasnya. Jumlahnya naik hampir dua kali lipat daripada Pilkada Serentak 2018 yang hanya 64.048 TPS.

Hal tersebut tentu berimplika­si pada jumlah pengawas yang dibutuhkan. Namun, KPU melihatnya sebagai langkah positif. Sebab, semakin banyak tenaga yang dibutuhkan sebagai panitia pemungutan suara (PPS), partisipas­i masyarakat bakal meningkat. Itu juga sejalan dengan keinginan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menggalakk­an pengawasan partisipat­if.

Di sisi lain, Koordinato­r Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat ( JPPR) Sunanto berpendapa­t, tantangan besar penyelengg­ara bukan lagi masalah prosedur. ’’Secara prosedur, sudah selesai. Yang menjadi masalah adalah hasilnya,’’ ungkapnya. Adanya sengketa setelah pengumuman pemenang sangat mungkin terjadi. Terutama jika masyarakat maupun partai politik masih permisif terhadap praktik-praktik seperti money politics.

Menurut Sunanto, masyarakat perlu diingatkan kembali soal fungsi pengawasan pemilu. Tugas itu bukan hanya di tangan Bawaslu, tetapi juga masyarakat sebagai pemilik kedaulatan. ’’Harus ada pendidikan sehingga masyarakat bisa menjalanka­n fungsi pengawasan. Bawaslu nanti hanya sebagai penegak hukum,’’ tuturnya. (deb/c20/oni)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia