Setiap Hari Berantas Korupsi
SETIAP 9 Desember sejumlah ne ga ra, termasuk Indonesia, memperingati Hari Antikorupsi Internasional. Acara rutin tahunan itu dimaksudkan untuk mengingat kan se mu a pihak akan bahaya korupsi dan bagaimana cara mencegahnya.
Namun, ketika semua pihak merayakan Hari Antikorupsi, saat yang bersamaan muncul suasana keprihatinan yang mendalam terhadap praktik korupsi di Indonesia yang diyakini masih terjadi setiap hari. Fenomena korupsi di negeri ini ibarat kanker yang secara perlahan-lahan mengerogoti dan menjalar ke seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa.
Maraknya praktik korupsi bisa dilihat dari sejumlah upaya penindakan yang dilakukan institusi penegak hukum. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, pada 2004–Maret 2017, telah menangani 594 kasus korupsi yang melibatkan 643 orang pelaku. Hingga awal 2017, Kejaksaan Agung telah menangani 1.452 kasus korupsi di tingkat penyidikan di seluruh Indonesia dan sedang menuntut 2.066 pelaku korupsi ke pengadilan tipikor. Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) pada 28 Oktober 2016–22 Agustus 2017 telah menerima 25.171 aduan praktik suap atau pungli.
Data Kementerian Dalam Negeri pada awal 2017 menyebutkan, 361 kepala daerah terseret korupsi.
Suasana prihatin di tengah perayaan Hari Antikorupsi juga karena Indonesia –selama 10 tahun terakhir– belum bisa keluar dari zona negara terkorup dunia berdasar penilaian Tranparency International. Dengan skor indeks persepsi korupsi (IPK) terendah 0 dan tertinggi 100, Indonesia selalu meraih rapor merah atau di bawah skor 50. Pada 2015, skor IPK Indonesia adalah 36 dan menempati posisi ke-88 di antara 168 negara. Terakhir, pada 2016, skor IPK Indonesia bertambah satu poin menjadi 37 dan berada di urutan ke-90 di antara 176 negara. Peringkat Indonesia tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negeri jiran, misalnya Singapura dan Malaysia.
Harus diakui, tidak mudah diselesaikan persoalan korupsi di Indonesia yang sudah sedemikian terstruktur, sistematis, dan masif. Belum ada obat mujarab yang jitu untuk menyembuhkan penyakit korupsi di Indonesia. Meski demikian, upaya memerangi atau mengurangi praktik korupsi yang luar biasa ( extra ordinary) harus dilakukan dengan cara-cara yang luar biasa pula dan melalui pendekatan yang juga terstruktur, sistematis, dan masif.
Salah satu cara luar biasa memerangi korupsi adalah dengan upaya penindakan atau penegakan hukum yang keras dan tanpa kompromi. Selama ini institusi penting yang bekerja memberantas korupsi adalah KPK, Kejagung, Mabes Polri, Satgas Saber Pungli, dan pengadilan. Sebagai upaya memberikan efek jera, pelaku yang terbukti melakukan korupsi sebaiknya tidak hanya dihukum penjara dengan seberat-beratnya dan mengembalikan uang korupsi ke kas negara. Namun, mereka juga perlu dimiskinkan dengan menggunakan regulasi anti pencucian uang. Tindakan yang keras untuk koruptor, baik secara hukum maupun administratif, setidaknya memberikan dampak mengurangi niat orang lain untuk melakukan korupsi.
Meskipun pendekatan penindakan atau penegakan hukum tetap penting dan harus dilakukan, langkah itu dinilai belum mampu menyelesaikan semua masalah korupsi di negeri ini. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi sebaiknya tidak saja berfokus kepada upaya penindakan. Namun, itu juga harus berkesinambungan dengan upaya pencegahan korupsi.
Upaya-upaya pencegahan korupsi harus tetap menjadi prioritas untuk mempersempit ruang gerak para koruptor guna mencuri uang rakyat maupun melakukan penyimpangan. Sesungguhnya di lingkungan eksekutif, legislatif, dan yudikatif sudah banyak program antikorupsi yang ditawarkan dalam rangka mencegah adanya penyimpangan atau praktik korupsi. Namun, yang sangat diperlukan saat ini ialah memastikan program pencegahan dilaksanakan serius.
Namun demikian, langkah penindakan dan pencegahan antikorupsi itu hanya akan berjalan dengan baik jika didukung dengan komitmen yang kuat dari pemimpin di setiap lembaga, baik di lingkungan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Sinergisitas antarlingkungan kekuasaan dan penegak hukum akan menjadi faktor pendorong yang efektif dalam memerangi korupsi di negeri ini. Lembaga pemberantasan korupsi yang sudah ada sebaiknya juga harus di- perkuat bukan justru sebaliknya diperlemah atau dibubarkan.
Selain langkah represif dan preventif, upaya pemberantasan korupsi akan sangat efektif jika dilakukan melalui pendidikan moral dalam rangka menanamkan nilai-nilai antikorupsi kepada masyarakat sejak usia dini maupun dalam lingkup keluarga. Nilai-nilai antikorupsi yang dimaksud, antara, lain kejujuran, kepedulian, kemandirian, keadilan, tanggung jawab, kerja sama, sederhana, keberanian, dan kedisiplinan. Intinya ialah membiasakan setiap individu atau keluarga untuk berperilaku antikorupsi setiap hari dan di mana pun ia berada.
Pada akhirnya, untuk mengingatkan semua pihak agar tetap berkomitmen antikorupsi atau terus berjuang melawan korupsi sebaiknya tidak hanya dilakukan setahun sekali atau setiap 9 Desember semata. Perlu dibangun kesadaran bagi seluruh elemen masyarakat, aparatur negara, para pejabat, maupun pemimpin di negeri ini bahwa setiap hari adalah hari antikorupsi. Itu berarti setiap hari tidak boleh melakukan korupsi dan setiap hari harus memberantas korupsi. (*) *) Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch