Jawa Pos

Tangkap Predator Siswi SD

Pelaku Penjaga Sekolah di Sememi

-

SURABAYA – Perilaku Madekur, penjaga SD di kawasan Sememi, kelewat bejat. Betapa tidak, selama bekerja di sekolah itu, dia mencabuli murid di sana. Sudah enam siswi yang menjadi korban. Kini pria 46 tahun tersebut harus mempertang­gungjawabk­an perbuatann­ya dengan mendekam di ruang tahanan Polrestabe­s Surabaya. Madekur diringkus pada Rabu (6/12) di kawasan Bandar Rejo. Di meja penyidikan, dia mengaku tidak memiliki motif tertentu. Dia mengaku merasa terangsa- ng begitu melihat para siswi itu berlarian di hadapannya. ’’Mungkin karena cantik saja Pak,’’ katanya.

Polisi menduga Madekur memiliki kelainan seksual meski terlihat baik-baik saja. Dia sudah berumah tangga selama bertahunta­hun dan memiliki dua anak. ’’Memang ada kemungkina­n ke sana. Tapi, untuk memastikan, kami harus melakukan tes psikologis,’’ ucap Wakasatres­krim Polrestabe­s Surabaya Kompol I Dewa Gede Juliana.

Dewa menjelaska­n bahwa penangkapa­n itu dilakukan agar tingkah bejat Madekur tidak kian menjadi-jadi. Dengan demikian, korbannya tidak bertambah. ’’Kalaupun memang benar pedofil, dia tidak akan berani melakukann­ya lagi,’’ ujarnya

Menurut Dewa, dari banyak siswi, Madekur tidak mengincar semuanya. Dia pilih-pilih. Terutama siswi yang dirasa cantik. Petaka yang menimpa para siswi tersebut terjadi pada jam istirahat atau pulang sekolah. Saat para siswi berlarian di halaman sekolah, Madekur akan menghentik­annya. Awalnya, dengan alasan gemas, dia akan mencium pipi siswi itu. Jika sekolah sepi, tingkah Madekur semakin berani. Mulai meremas hingga melakukan perbuatan bejat lainnya.

Bukan hanya itu, terkadang bocah yang menjadi korbannya diajak masuk ke ruang kelas. Namanya bocah, tentu menurut saja. Di sana bujuk rayu Madekur mulai dilancarka­n. Di ruang kelas tersebut petaka benar-benar menimpa korban. Tangan jahil Madekur ke sana kemari. ’’Korban sampai mengerang kesakitan,’’ tutur Dewa. Perbuatan yang sama berulang kepada korban-korban lainnya.

Aksi predator anak tersebut terungkap ketika dua di antara enam siswi itu melaporkan perilaku Madekur kepada orang tuanya. Selain mengalami sakit di kemaluanny­a, para siswi tersebut merasa trauma bila harus bersekolah dan bertemu Madekur. ’’Nah laporan itu lalu diteruskan ke kami,’’ ungkap perwira dengan satu melati di pundak tersebut.

Kini dia harus merasakan dinginnya tidur di balik jeruji besi. Madekur dijerat pasal 82 UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindung­an Anak. ’’Hukumannya adalah penjara maksimal 15 tahun,’’ ucap alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) 2003 tersebut.

Sementara itu, Primatia Yogi Wulandari, pakar psikolog perkembang­an Unair, menuturkan bahwa anak akan mengalami dua akibat ketika menjadi korban kekerasan seksual semacam itu. Antara lain, berefek pada fisik dan psikologis. Efek fisik sudah jelas. Para siswi tersebut akan merasakan sakit di bagian vitalnya. Sementara itu, efek psikologis akan memberikan dampak jangka panjang kepada korban. Rasa percaya dirinya akan jatuh. Dia akan menjadi anak yang tertutup dan depresi. Apalagi, petaka tersebut terjadi selama dua tahun berturuttu­rut.

Biasanya, saat menerima pengakuan anak yang telah menjadi korban kekerasan seksual, orang tua ogah mengadu kepada polisi. Sebab, orang tua akan merasa lebih malu jika hal tersebut diketahui. Tidak hanya mencoreng nama anaknya, itu juga akan mencoreng nama baik keluarga. Dengan demikian, kasus seperti itu sering tidak terungkap.

Namun, akan berbeda bila kekerasan seksual tersebut terjadi kepada banyak anak. Ada perasaan senasib dari para orang tua korban. Mereka ingin perilaku keji yang menimpa anak disudahi. ’’Ada rasa solidarita­s satu sama lain. Bahwa mereka kini sedang menjadi korban. Sehingga, para korban dan orang tuanya berani melaporkan ke polisi,’’ jelas Mima, panggilan akrab Prima.

Mima pun menyaranka­n mem- berikan edukasi seks sejak dini. Dulu pendidikan seks hanya diberikan kepada remaja. Namun, karena banyak predator yang berkeliara­n, Mima menyaranka­n edukasi tersebut juga diberikan kepada anak-anak. Setidaknya, anak-anak harus tahu bahwa bagian tubuhnya tidak boleh dipegang oleh sembaranga­n orang. Anak harus memiliki konsep diri. Dengan demikian, ketika terjadi sesuatu yang menimpanya, anak-anak bisa membela diri. ’’Kehati-hatian itu harus diterapkan untuk semua orang, termasuk orang terdekat sekali pun. Sebab, predator justru datang dari lingkungan sekitar,’’ ungkapnya. (bin/c20/git)

 ?? GRAFIS: DAVID PRASETYO/JAWA POS ??
GRAFIS: DAVID PRASETYO/JAWA POS
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia