Jawa Pos

Perlu Pengamatan Lebih Mendalam

Penderita Difteri di RSUD dr Soetomo

-

SURABAYA – Kondisi tiga pasien difteri yang dirawat di RSUD dr Soetomo terus membaik. Meski begitu, pasien asal Surabaya dan Pasuruan tersebut masih memerlukan perawatan di ruang isolasi khusus.

Itulah yang disampaika­n Wakil Direktur (Wadir) Penunjang Medik RSUD dr Soetomo dr Hendrian D. Soebagjo SpM (K). Pasien difteri yang kini ditangani terus dipantau tim dokter khusus. ’’Secara umum, kondisi ketiganya stabil. Hanya satu yang masih demam,’’ ujarnya

Seluruh pasien difteri yang diisolasi setidaknya harus menjalani perawatan selama sepuluh hari. Tujuannya, mengetahui sejauh mana bakteri Corynebac

menginfeks­i tubuh pasien tadi sekaligus memastikan ada tidaknya komplikasi. ’’Jika tidak ada penyulit, cukup satu atau dua kali kontrol,’’ kata dr Dominicus Husada SpA (K), dokter konsultan penyakit tropis dan infeksi terhadap anak RSUD dr Soetomo.

Upaya tersebut dilakukan untuk evaluasi bakteri di dalam tubuh pasien. Evaluasi itu menggunaka­n elektrokar­diogram untuk memastikan ada tidaknya gangguan jantung. Biasanya, evaluasi dilakukan pada akhir minggu pertama. Begitu pula terhadap ginjal. Jika sudah dinyatakan bebas difteri dan tidak ada komplikasi, ginjal dan jantung pasien aman. ’’Biasanya, yang muncul belakangan itu gangguan saraf. Hal itu bisa terjadi satu setengah bulan setelah pulang,’’ jelasnya.

Dominicus menuturkan, selama enam tahun terakhir, sejatinya Jatim keluar dari definisi wabah. Pada 8 Oktober 2011, Jatim pernah menetapkan wabah difteri sebagai kejadian luar biasa (KLB). Kemudian, pada 2013, Gubernur Jatim Soekarwo mencabut status wabah difteri tersebut lantaran jumlah kasusnya mulai menurun.

RSUD dr Soetomo sudah memiliki pengalaman panjang menangani difteri. Baik difteri di dalam rongga mulut, kulit, mata, pusar, maupun vagina. Pada 2012, jumlah kasus difteri pernah mencapai 1.000 kasus. Karena itulah, kasus difteri yang terjadi saat ini belum dikatakan wabah.

Dominicus menjelaska­n, difteri selalu ditandai dengan bercak putih di mana pun tempatnya. Kebanyakan terjadi di mulut. Karena itu, jika pasien tidak membuka mulut, difteri susah diketahui. ’’Demam tidak terlalu tinggi,’’ ungkapnya.

Jadi, masyarakat hanya perlu mengetahui bercak putih untuk mencurigai difteri. Bercak putih itu tidak bersih seperti ada lapisannya. Ada gambaran putih. ’’Kalau di kulit, jarang terjadi,’’ terangnya.

Sementara itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya merespons dengan cepat laporan dari RSUD dr Soetomo. Pada Kamis (7/12), bersama Puskesmas Medokan Ayu, dinkes turun ke rumah pasien di daerah Medokan Ayu Utara. ’’ Swab (pemeriksaa­n cairan dengan mengusap tenggoroka­n) keluargany­a sudah dilakukan. Sekarang masih diteliti di laboratori­um,’’ tutur Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendali­an Penyakit Dinkes Surabaya Mira Novia MKes.

Selain itu, dinkes sudah memberikan penyuluhan terhadap keluarga yang tinggal serumah dengan pasien. Termasuk warga di sekitarnya. Semua mendapatka­n penjelasan mengenai difteri. Termasuk tanda dan gejalanya.

Bersama puskesmas, dinkes melakukan penyelidik­an epidemiolo­gi terhadap lingkungan pasien terinfeksi. Tujuannya, melihat jumlah atau banyaknya kasus difteri pada kontak erat, sebaran kasus, dan faktor penyebab penularan.

Sementara itu, anggota Komisi E DPRD Jatim Agatha Retnosari menyatakan bahwa difteri harus menjadi perhatian khusus Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim dan kabupaten/kota. ’’Difteri ini tidak boleh diremehkan,’’ tegasnya.

Agatha mendesak penanganan difteri di Jatim dilakukan secara preventif dan promotif dengan melibatkan puskesmas dan ponkesdes. Difteri juga harus ditangani dengan cepat dan tanggap. ’’Jika perlu, dinkes harus melakukan ORI ( outbreak response immunizati­on) seperti yang sudah dilakukan di Blitar,’’ tandasnya. (ayu/dwi/c14/git)

 ?? GHOFUUR EKA /JAWA POS ?? terium diphtheria­e
GHOFUUR EKA /JAWA POS terium diphtheria­e

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia