Gaji GTT/PTT Sering Telat
Sekolah Bergantung BOS-Bopda
SURABAYA – Guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT) di sekolah negeri mengharapkan model penggajian yang berbeda tahun depan. Yakni, melalui Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya dan langsung diberikan kepada GTT dan PTT. Model penggajian tersebut dianggap mampu mengatasi persoalan pencairan upah yang molor setiap bulan.
Molornya penggajian bulanan itu disampaikan salah seorang guru SD negeri di pusat Kota Surabaya. Gaji bulanan yang diterima sering telat. Gaji November, misalnya. Dia baru menerimanya empat hari lalu. Keterlambatan tersebut juga dirasakan pada penggajian bulan sebelumnya. Gaji Oktober baru dia terima pada akhir November.
Menurut guru yang enggan namanya disebutkan tersebut, ajeknya keterlambatan itu terjadi lantaran gaji GTT dan PTT selalu mengandalkan dana bantuan operasional sekolah (BOS) atau bantuan operasional pendidikan daerah (bopda). ”Gaji kami jadi sering telat. Sebab, cairnya dana tersebut juga sering molor,” ujarnya.
Guru yang telah mengajar belasan tahun itu menuturkan, faktor lain berkaitan dengan sikap sekolah. Biasanya, sekolah mengutamakan mencukupi biaya operasional lebih dulu, kemudian memberikan gaji GTT dan PTT.
Baginya, keterlambatan pemberian gaji tersebut terasa berat. Sebab, selain untuk kebutuhan keluarga, dia mempunyai beberapa tanggungan yang harus dibayar setiap bulan. ”Padahal, untuk membayar cicilan tersebut, saya diberi tenggat,” ceritanya.
Dia berharap mekanisme peng- gajian itu berubah. Guru dan pegawai kontrak digaji langsung melalui dispendik. Karena itu, ke depan, keterlambatan gaji tidak lagi terjadi.
Keluhan tersebut juga disampaikan salah seorang guru SD negeri di wilayah barat. Dia mengakui, gaji November baru diterima pada Selasa (5/12). Dia menuturkan, keterlambatan itu terjadi lantaran sekolahnya baru saja dimerger. ”Saya dengar, semua penggajian GTT dan PTT di sekolah yang dimerger telat,” tuturnya. Sementara itu, saat ditanya Jawa Pos apakah kondisi tersebut terjadi setiap bulan, dia tutup mulut.
Koordinator Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK21) Surabaya Eko Mardiono menyampaikan, mekanisme penggajian tersebut memang perlu diubah. Terutama bagi GTT dan PTT.
Gaji GTT dan PTT yang digantungkan pada BOS dan bopda hanya akan mengorbankan mereka. Misalnya, untuk BOS. Bantuan pendidikan dari pemerintah pusat itu turun tiga bulan sekali. ”Nah, kalau pencairannya ternyata dilakukan pada akhir triwulan, biasanya GTT dan PTT menjadi korban,” sesalnya.
Menurut dia, usul penggajian langsung dari dispendik tersebut bisa dilakukan tahun depan. Apalagi, dispendik berencana menetapkan SK para GTT dan PTT langsung di bawah kewenangannya.
Kepala SDN Bubutan IV Sastro menerangkan, penggajian GTT di sekolahnya sudah rampung. Untuk penggajian GTT, sekolah menggunakan dana dari bopda. ”Kebetulan, GTT di sekolah kami tidak banyak. Jadi bisa mencukupi,” terangnya. (elo/c16/nda)