Jawa Pos

Bacakan Pleidoi, Tiga Terdakwa Menangis

-

SURABAYA – Tiga terdakwa perkara dugaan korupsi di PT PAL Indonesia menangis di persidanga­n kemarin (8/12). Rencananya mereka menerima vonis pada Senin pekan depan (18/12).

Tiga terdakwa yang disidang dalam satu kursi itu adalah M. Firmansyah Arifin (mantan Dirut PT PAL), Saiful Anwar (direktur desain dan teknologi merangkap direktur keuangan PT PAL), dan Arif Cahyana ( general manager treasury PT PAL). Selain diwakili penasihat hukumnya, mereka menulis nota pleidoi secara pribadi. Dalam pleidoi pribadi, mereka lebih banyak menceritak­an pengalaman pribadi dan harapan-harapan.

Nah, saat membacakan pleidoi pribadi itulah, ketiganya tampak emosional. Terutama Arif yang pagi itu mengenakan kemeja biru muda. Bacaannya terdengar tak lancar karena terus tersedu-sedu.

Dalam pembelaann­ya, Fir- mansyah menganggap bahwa uang cash back yang diterima itu merupakan uang PT PAL. Dana tersebut, menurut dia, dititipkan terlebih dahulu kepada para vendor dan marketing agent. Dana tersebut tidak pernah digunakan untuk kepentinga­n pribadi. ”Melainkan untuk dihimpun dan selanjutny­a disetorkan sebagai dana komando ke Pekas Kupus TNI-AL,” tegasnya.

Penyetoran dana komando itu, menurut dia, sudah berjalan sejak dulu, terstruktu­r, sistematis, dan keberadaan­nya diketahui seluruh direksi, komisaris, bahkan oleh Kedeputian Industri Strategis Kementeria­n BUMN.

Dia pun mengaku tidak bisa menolak permintaan dana komando tersebut. Sebab, bila itu tidak dipenuhi, termintemi­n pembayaran atas proyek tidak akan terbayar. Bahkan, PT PAL tidak akan diberi proyek dan akan mengancam ope rasional perusahaan. ” Jumlahnya bersifat non- negotiable antara 2–8 persen, dibayarkan sebelum pelunasan proyek,” ungkapnya.

Meski begitu, Firmansyah, tampaknya, punya firasat akan bakal tetap dihukum. Buktinya, dia meminta, jika nanti terbukti bersalah, ditempatka­n di Lapas Kelas I Surabaya (Porong). Alasannya, dia masih memiliki anak gadis yang berusia 16 tahun. Seorang pelajar yang menurutnya masih membutuhka­n bimbingann­ya. Selain itu, dia mengidap penyakit diabetes sehingga butuh penanganan yang tepat.

Sementara itu, penasihat hukum terdakwa Gunadi Wibakso tidak mengelak bahwa ada praktik tersebut. Namun, tidak bisa diklasifik­asikan sebagai suap atau gratifikas­i. Tetapi lebih kepada penyalahgu­naan wewenang untuk menggelemb­ungkaan anggaran.

Namun, Gunadi menyayangk­an dalil yang diajukan JPU tidak sesuai dengan fakta persidanga­n. Menurut dia, ketiga terdakwa bukanlah penerima hadiah karena uang tersebut bukan untuk kepentinga­n pribadi terdakwa. ”Selain itu, permintaan dana tersebut tidak terkait dengan jabatan Firmansyah karena merupakan persetujua­n seluruh direksi dan berjalan secara autopilot,” jelasnya.

Untuk itu, dia mempertany­akan kenapa yang dipermasal­ahkan hanya periode April 2015–Maret 2017. Padahal, itu merupakan kebijakan jajaran direksi untuk kepentinga­n dana komando. ”Harusnya semua direksi juga bertanggun­g jawab,” jelasnya. Untuk itu, dia berharap kliennya bisa dibebaskan dari seluruh dakwaan.

Mendengar pleidoi tersebut, tim JPU langsung mengajukan replik secara lisan. JPU Llie Putra Setiawan menyatakan tetap pada tuntutan. Sebab, dia menganggap uraian terdakwa dan penasihat hukumnya sudah dijelaskan dalam tuntutanny­a. (aji/c10/ano)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia