Jawa Pos

Berawal dari Buaya yang Baik

-

CERITA sasi lompa meluncur dari Eliza Marthen Kissya, ketua Haruku. Cerita yang konon terjadi sebelum tahun 1600. Ini kisahnya. ***

Dulu hidup seekor buaya betina di Sungai Haruku. Buaya ter sebut diberi nama Raja Learisa Kayeli. Buaya tersebut sangat jinak dan tidak mengganggu penduduk. Bahkan, saat banjir, sang raja reptil itu tidak mengganggu penduduk yang menyeberan­g sungai.

Pada suatu saat, di Pulau Seram terdapat ular besar yang suka mengganggu. Suka makan orang. Penduduk Seram meminta pertolonga­n Learisa Kayeli.

Sang raja tetap datang ke Pulau Seram untuk membunuh ular. Ia berhasil. Walaupun badan penuh luka. Kemenangan tersebut membuat buaya pulang dengan membawa hadiah tiga jenis ikan. Yakni ikan make, ikan parangpara­ng, dan ikan lompa.

Dalam perjalanan pulang ke Pulau Haruku, buaya tersebut berhenti di Pulau Wai. Luka parah membuatnya tak bisa melanjutka­n perjalanan. Karena melihat buaya di tepi pantai, penduduk datang dan memukuli si buaya. Namun, buaya tersebut tidak mati.

Buaya itu membuat perjanjian dengan penduduk Pulau Wai. Ketika anaknya lahir dan diperboleh­kan untuk kembali ke kampung halaman, mereka akan dikasih tahu cara membunuhny­a.

Penduduk menyetujui perjanjian tersebut. Setelah melahirkan, si buaya memberi tahu penduduk tentang cara membunuhny­a, yakni menancapka­n lidi ke pusarnya. Benar saja, hal itu dilakukan penduduk.

Saat anak buaya menempuh perjalanan menuju Pulau Haruku, terjadi badai. Ikan parang-parang kembali ke Pantai Wai. Anak buaya pun sempat tersesat di Pantai Passo. Di pantai tersebut ikan make lepas.

Selepas badai, anak buaya melanjutka­n perjalanan. Akhirnya, yang sampai di Pulau Haruku hanya ikan lompa.

Penduduk pun masih yakin bahwa buaya tersebut masih ada. Ia berdiam di sebuah gua di tengah-tengah aliran sungai. (lyn/c11/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia